Hutang Piutang Dalam Aturan Islam

a. Pengertian Hutang Piutang dalam Hukum Islam

Hutang Piutang dalam aturan Islam berarti menyerahkan harta atau benda kepada seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu lalu dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp200.000,00 di lalu hari harus melunasinya juga sebesar Rp200.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti menolongnya dan hal itu sangat dianjurkan oleh agama.

b. Rukun Hutang Piutang dalam Islam

Rukun Hutang Piutang ada tiga, yaitu:
  1. Ada yang berpiutang dan yang berutang
  2. Ada harta atau barang
  3. Ada Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan barang ini kepadamu.” Yang berutang menjawab, “Terimakasih, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas) atau kalau sudah punya uang akan saya lunasi.”
Jika salah satu dari rukun hutang piutang di atas tidak terjadi, maka hutang piutang tersebut dianggap tidak syah, jadi ketika melaksanakan hutang piutang, kita harus memperhatikan rukun-rukun hutang piutang tersebut.

Untuk menghindari timbulnya persoalan di belakang hari, Allah Swt. menyarankan supaya kita mencatat dengan baik Hutang Piutang yang kita lakukan. Jika orang yang berutang tidak sanggup melunasi sempurna pada waktunya lantaran kesulitan, Allah Swt. menganjurkan untuk memberinya kelonggaran dalam firman-Nya. “Dan kalau (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah batas waktu tenggang hingga dia memperoleh kelapangan. Dan kalau kau menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, kalau kau mengetahui..” (Q.S. al-Baqarah/2: 280)

 Pengertian Hutang Piutang dalam Hukum Islam Hutang Piutang dalam Hukum IslamBerkaitan dengan hutang dalam Islam, apabila orang membayarkan utangnya dengan menawarkan kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal untuk diterima oleh yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, yaitu yang sebaik-baiknya ketika membayar utang.” (sepakat hebat hadis). Abu Hurairah ra. berkata, ”Rasulullah saw. telah berutang hewan, lalu dia bayar dengan binatang yang lebih besar dari binatang yang dia utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Orang yang paling baik di antara kau yaitu orang yang sanggup membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Bila orang yang berpiutang meminta perhiasan pengembalian dari orang yang melunasi utang sesuai dengan yang telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya haram. Tambahan pelunasan tersebut tidak halal alasannya termasuk riba. Rasulullah saw. berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)

Demikianlah hutang piutang dalam aturan Islam, semoga kita sanggup lebih mengerti, lantaran bederma tanpa ilmu maka dia telah ibarat orang Nasrani, sedangkan yang berakal tapi tidak bederma maka dia telah ibarat orang Yahudi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel