Kedudukan Dan Martabat Insan Berdasarkan Pemikiran Islam

Kita akan membahas problem kedudukan dan martabat insan berdasarkan aliran Islam. Dalam rangka menyelaraskan falsafah Yunani yang mereka pelajari dengan aliran Islam, para filosof Muslim menyerupai Ibn Tufayl, al-Ghazali al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, dan lain-lain telah berusaha merubah pemahaman para filosof Yunani ihwal insan dengan memberinya dimensi-dimensi spiritual yang lebih luas dan lebih mendasar. Ini tampak dalam perkataan "al-hayawan al-nathiq" sebuah kata-kata Arab yang diterjemahkan dari perkataan Yunani "animal rational". Di sini insan diberi definisi formal sebagai "binatang yang berpikir” (animal rational).

Definisi ini mengandung gagasan ihwal arti ‘rasional’ menyerupai yang dipahami secara umum, ialah nalar. Dalam sejarah intelektual di Barat, dalam perkembangannya konsep ihwal ‘rasio’ telah mengalami perubahan sedemikian rupa, bahkan menjadi penuh dengan kontroversi dan problematic. Seacara sedikit demi sedikit 'rasio' dipisahkan dari ‘intelek’ (intelectus), kemampuan tertinggi insan untuk membedakan yang benar dan salah, serta untuk mengenal kebenaran tertinggi.

Para filosof Muslim tidak memahami keterpisahan rasio dari apa yang disebut intellectus atau al-aql. Bagi mereka `aql merupakan kesatuan organik dari rasio dan intelectus (al-Attas 1980:37). Dengan cara menyerupai itulah filosof Muslim mendefinisikan insan sebagai al-hayawan al-nathiq. Di sini kata al-nathiq menunjuk pada fakulti bati insan berkenaan dengan kebijaksanaan atau kemampuan berfikir insan secara rasional dan intelektual, ialah "merumuskan makna-makna" (dzu-nuthuq).


 Kita akan membahas problem kedudukan dan martabat insan berdasarkan aliran Islam Kedudukan dan Martabat Manusia Menurut Ajaran Islam


Selengkapnya sanggup dibaca di sumber : syahsoza.blogspot.com/2012/04/manusia-dalam-perspektif-islam.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel