Amalan-Amalan Sunnah Di Bulan Syawal
Friday, September 9, 2011
Edit
Syawal secara terkenal diartikan sebagai bulan peningkatan, yaitu dalam artian peningkatan amal dan kebaikan sesudah digembleng di bulan Ramadhan. Anggapan makna ini didasari makna bahasa kata syawal itu sendiri. Namun barangkali kurang tepat, kalau dilihat dari sejarah. Nama bulan "syawal" sudah ada sejak zaman Jahiliyah (Sebelum datangnya Kerasulan Muhammad SAW), sementara masyarakat jahiliyah belun mengenal syariat puasa Ramadhan.
Penamaan bulan Syawal diambil dari kalimat Sya-lat Al ibil (onta itu menganggat atau menegakan ekornya). Syawal dimaknai menyerupai itu lantaran dahului orang-orang Arab menggantungkan alat-alat perang mereka, disebabkan sudah bersahabat dengan bulan-bulan haram, yaitu bulan yang terlarang untuk berperang (Dzul Qa'dah, Dzulhijjah dan Muharram).
Terlepas dari makna bulan syawal itu sendiri, dalam syariat Islam pada bulan ini disunnahkan untuk mengerjakan beberapa Amalan yaitu:
1. Shalat hari raya (id) di lapangan
Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha mengatakan,”Kami diperintahkan untuk mengajak keluar gadis yang gres baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat idul fitri dan idul adha…”(HR. Al Bukhari & Muslim)
2. Puasa sunah 6 hari
sabda Rasululluh saw yang diriwayatkan dari Ayyub r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud). Dan masih hadits yang sama dengan perawi lain. (HR. Ibn Majah).
Sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut enam hari, namun pahalanya sama dengan yang melaksanakannya secara pribadi sesudah Hari Raya. Puasa Syawal juga boleh dilakukan di pertengahan atau di final bulan Syawwal.
Hikmah disyari'atkannya puasa enam hari di bulan Syawwal ialah sebagai pengganti puasa Ramadhan yang dikhawatirkan ada yang tidak sah. Demikian juga untuk menjaga semoga perut kita tidak lepas kontrol sesudah sebulan penuh melaksanakan puasa, lalu diberi kesempatan luas untuk makan dan minum. Lebih dari itu, puasa Syawal ialah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh fatwa agama kita.
3. i’tikaf
Dianjurkan bagi orang yang terbiasa melaksanakan i’tikaf, lalu lantaran satu dan lain hal, dia tidak dapat melaksanakan i’tikaf di bulan Ramadlan maka dianjurkan untuk melaksanakannya di bulan Syawal, sebagai bentuk qadla sunnah.
Dari A’isyah, dia menceritakan i’tikafnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu di pagi harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada banyak kemah para istrinya. Beliau bertanya: Apa-apaan ini? Setelah diberi tahu, dia bersabda kepada para istrinya: “Apakah kalian menganggap ini baik?” lalu dia tidak i’tikaf di bulan itu, dan dia i’tikaf pada sepuluh hari di bulan Syawal.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
4. Akad Nikah
A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan dia tinggal satu rumah denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri dia yang lebih beruntung dari pada aku.” (HR. Ahmad & Muslim).
Imam An Nawawi mengatakan, “Tujuan A’isyah menceritakan hal ini ialah dalam rangka membantah anggapan jahiliyah dan keyakinan tahayul orang awam di zamannya. Mereka membenci program ijab kabul di bulan syawal, lantaran diyakini membawa sial. Ini ialah keyakinan yang salah, tidak memilliki landasan, dan termasuk kebiasaan jahiliyah, dimana mereka beranggapan sial dengan bulan syawal…”(Dikutip dari Tuhfatul Ahwadzi, 4/ 182)
(sumber:Muslimah. or. id & Pesantren virtual)
Penamaan bulan Syawal diambil dari kalimat Sya-lat Al ibil (onta itu menganggat atau menegakan ekornya). Syawal dimaknai menyerupai itu lantaran dahului orang-orang Arab menggantungkan alat-alat perang mereka, disebabkan sudah bersahabat dengan bulan-bulan haram, yaitu bulan yang terlarang untuk berperang (Dzul Qa'dah, Dzulhijjah dan Muharram).
Terlepas dari makna bulan syawal itu sendiri, dalam syariat Islam pada bulan ini disunnahkan untuk mengerjakan beberapa Amalan yaitu:
1. Shalat hari raya (id) di lapangan
Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha mengatakan,”Kami diperintahkan untuk mengajak keluar gadis yang gres baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat idul fitri dan idul adha…”(HR. Al Bukhari & Muslim)
2. Puasa sunah 6 hari
sabda Rasululluh saw yang diriwayatkan dari Ayyub r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud). Dan masih hadits yang sama dengan perawi lain. (HR. Ibn Majah).
Sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut enam hari, namun pahalanya sama dengan yang melaksanakannya secara pribadi sesudah Hari Raya. Puasa Syawal juga boleh dilakukan di pertengahan atau di final bulan Syawwal.
Hikmah disyari'atkannya puasa enam hari di bulan Syawwal ialah sebagai pengganti puasa Ramadhan yang dikhawatirkan ada yang tidak sah. Demikian juga untuk menjaga semoga perut kita tidak lepas kontrol sesudah sebulan penuh melaksanakan puasa, lalu diberi kesempatan luas untuk makan dan minum. Lebih dari itu, puasa Syawal ialah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh fatwa agama kita.
3. i’tikaf
Dianjurkan bagi orang yang terbiasa melaksanakan i’tikaf, lalu lantaran satu dan lain hal, dia tidak dapat melaksanakan i’tikaf di bulan Ramadlan maka dianjurkan untuk melaksanakannya di bulan Syawal, sebagai bentuk qadla sunnah.
Dari A’isyah, dia menceritakan i’tikafnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu di pagi harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada banyak kemah para istrinya. Beliau bertanya: Apa-apaan ini? Setelah diberi tahu, dia bersabda kepada para istrinya: “Apakah kalian menganggap ini baik?” lalu dia tidak i’tikaf di bulan itu, dan dia i’tikaf pada sepuluh hari di bulan Syawal.” (HR. Al Bukhari & Muslim)
4. Akad Nikah
A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan dia tinggal satu rumah denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri dia yang lebih beruntung dari pada aku.” (HR. Ahmad & Muslim).
Imam An Nawawi mengatakan, “Tujuan A’isyah menceritakan hal ini ialah dalam rangka membantah anggapan jahiliyah dan keyakinan tahayul orang awam di zamannya. Mereka membenci program ijab kabul di bulan syawal, lantaran diyakini membawa sial. Ini ialah keyakinan yang salah, tidak memilliki landasan, dan termasuk kebiasaan jahiliyah, dimana mereka beranggapan sial dengan bulan syawal…”(Dikutip dari Tuhfatul Ahwadzi, 4/ 182)
(sumber:Muslimah. or. id & Pesantren virtual)