Sejarah Hiv Di Indonesia
Saturday, January 28, 2012
Edit
Tahun 1983
Dr. Zubairi Djoerban melaksanakan penelitian terhadap 30 banci di Jakarta. Karena rendahnya tingkat limfosit dan tanda-tanda klinis, Dr. Zubairi menyatakan dua di antaranya kemungkinan AIDS. Pada November, Menteri Kesehatan RI, Dr. Soewandjono Soerjaningrat menyatakan pencegahan AIDS terbaik ialah tidak ikut-ikutan jadi homoseks ... dan mencegah turis-turis ajaib membawa masuk penyakit itu.
Tahun 1984
Di Kongres Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) VI, pada Juli, dilaporkan bahwa dari 15 orang diperiksa, tiga memenuhi kriteria minimal untuk diagnosis AIDS.
Pada November, Kepala Divisi Transfusi Darah PMI, Dr. Masri Rustam menyatakan bahwa masyarakat
tidak perlu khawatir AIDS menyerang peserta transfusi darah di sini. Walau skrining membutuhkan
biaya besar, pencegahan ... dilakukan dengan melarang kaum homoseksual atau banci menjadi donor
darah.
Tahun 1985
Pada 1 Agustus, Dr. Zubairi menyatakan kalau penyakit AIDS hingga menyerang masyarakat akan sulit
dicegah. Pada hari berikut, Menkes membenarkan adanya kemungkinan AIDS sudah masuk ke Indonesia.
Dr. Arjatmo Tjokrnegoro PhD, jago imunologi di FK-UI, menduga mungkin orang Indonesia kebal
terhadap AIDS lantaran aspek rasial.
Pada 8 Agustus, RSCM dan FK-UI membentuk satuan kiprah untuk mengkaji problem AIDS.
Pada 2 September, Menkes menyatakan sudah ada lima masalah AIDS ditemukan di Bali. Namun Direktur
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP) Depkes,
Dr. M. Adhyatama mengaku beliau tidak tahu-menahu mengenai masalah tersebut.
Seorang wanita berusia 25 tahun dengan hemofilia dinyatakan terinfeksi HIV pada September di
Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ).
Pada 11 November, Menkes menyampaikan bahwa belum pernah ditemukan orang yang betul-betul terkena
penyakit AIDS. Menjawab pertanyaan wartawan, Menkes komentar “Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita
tidak perlu khawatir terserang penyakit AIDS.”
Tahun 1986
Perempuan berusia 25 tahun yang didiagnosis HIV pada September 1985 meninggal dunia di RSIJ, tes
darahnya memastikan bahwa beliau terinfeksi HTLV-III, dan dengan tanda-tanda klinis yang menyampaikan AIDS.
Kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes. Pada Januari, tes HIV sanggup dilakukan di RSCM dengan biaya Rp 62.500. Hasil positif akan dikirim ke AS untuk penelitian lebih lanjut.
Juga pada Januari, FKUI RSCM melaksanakan penelitian terhadap pasien hemofilia yang mendapatkan produk
darah (faktor VIII). Ternyata ditemukan satu di antaranya yang dipastikan terinfeksi HIV. Dan pasien
tersebut masih diketahui hidup sehat tanpa terapi antiretroviral (ART) pada Juli 1998 – lebih dari 12
tahun sesudah didiagnosis Pada Maret, satuan kiprah RSCM dan FK-UI yang dibuat pada 1985 untuk mengkaji problem AIDS diresmikan sebagai Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS.
Tahun 1987
Seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Bali. Kematian laki-laki berusia 44 tahun itu
diakui Depkes disebabkan AIDS. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di Asia yang
melaporkan masalah AIDS.
Pada Oktober, dilakukan Kongres ihwal Penyakit Akibat Hubungan Kelamin di Bali sekaligus
Konferensi International Union Against Venerial Diseases and Treponematoses untuk tempat Asia dan
Pasifik. Menkes Dr. Soewandjono Soerjaningrat dalam sambutan menyampaikan bahwa penyakit yang
sebelumnya dikaitkan dengan korelasi seksual yang menyimpang dari tuntutan agama, ternyata dapat
menular melalui darah.
Tahun 1988
Pada 1988, Depkes hanya melaporkan suplemen satu masalah abses HIV di Indonesia.
Tahun1989
Tema Hari AIDS Sedunia 1989 ialah “Kaum Muda (Youth).” Pada 1989, Depkes tidak melaporkan satu pun masalah abses HIV suplemen di Indonesia. Namun satu kasus HIV dilaporkan berlanjut menjadi AIDS.
Tahun 1990
Tema Hari AIDS Sedunia 1990 ialah “Wanita dan AIDS (Women and AIDS).”
Pada 1990, Depkes melaporkan suplemen dua masalah AIDS, sehingga jumlah masalah abses HIV di
Indonesia menjadi sembilan.
Tahun 1991
International AIDS Candlelight Memorial pertama diselenggarakan di Indonesia. Peristiwa ini, dikenal
sebagai Malam Tirakatan Mengenang Korban-Korban AIDS, diselenggarakan di Surabaya oleh
Kelompok Kerja Lesbian & Gay Nusantara (sekarang Gaya Nusantara), dengan sumbangan dari Persatuan
Waria Kotamadya Surabaya (Perwakos). Pada 29-30 Juli, dilakukan Semiloka Nasional AIDS di Denpasar, Bali, untuk membahas Pengembangan Strategi Penanggulangan AIDS di Indonesia.