Sejarah Hiv Di Indonesia


Tahun 1983 
Dr. Zubairi Djoerban melaksanakan penelitian terhadap 30 banci di Jakarta. Karena rendahnya tingkat limfosit dan tanda-tanda klinis, Dr. Zubairi menyatakan dua di antaranya kemungkinan AIDS.  Pada November, Menteri Kesehatan RI, Dr. Soewandjono Soerjaningrat menyatakan pencegahan AIDS terbaik ialah tidak ikut-ikutan jadi homoseks ... dan mencegah turis-turis ajaib membawa masuk penyakit itu. 

Tahun 1984 
Di Kongres Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) VI, pada Juli, dilaporkan bahwa dari  15 orang diperiksa, tiga memenuhi kriteria minimal untuk diagnosis AIDS. 
Pada November, Kepala Divisi Transfusi Darah PMI, Dr. Masri Rustam menyatakan bahwa masyarakat
tidak perlu khawatir AIDS menyerang peserta transfusi darah di sini. Walau skrining membutuhkan 
biaya besar, pencegahan ... dilakukan dengan melarang kaum homoseksual atau banci menjadi donor 
darah.


Tahun 1985 
Pada 1 Agustus, Dr. Zubairi menyatakan kalau penyakit AIDS hingga menyerang masyarakat akan sulit 
dicegah. Pada hari berikut, Menkes membenarkan adanya kemungkinan AIDS sudah masuk ke Indonesia. 
Dr. Arjatmo Tjokrnegoro PhD, jago imunologi di FK-UI, menduga mungkin orang Indonesia kebal 
terhadap AIDS lantaran aspek rasial. 

Pada 8 Agustus, RSCM dan FK-UI membentuk satuan kiprah untuk mengkaji problem AIDS. 
Pada 2 September, Menkes menyatakan sudah ada lima masalah AIDS ditemukan di Bali. Namun Direktur 
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP) Depkes, 
Dr. M. Adhyatama mengaku beliau tidak tahu-menahu mengenai masalah tersebut. 
Seorang wanita berusia 25 tahun dengan hemofilia dinyatakan terinfeksi HIV pada September di 
Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ). 

Pada 11 November, Menkes menyampaikan bahwa belum pernah ditemukan orang yang betul-betul terkena 
penyakit AIDS. Menjawab pertanyaan wartawan, Menkes komentar “Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita 
tidak perlu khawatir terserang penyakit AIDS.” 

Tahun 1986 
Perempuan berusia 25 tahun yang didiagnosis HIV pada September 1985 meninggal dunia di RSIJ, tes 
darahnya memastikan bahwa beliau terinfeksi HTLV-III, dan dengan tanda-tanda klinis yang menyampaikan AIDS. 
Kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes. Pada Januari, tes HIV sanggup dilakukan di RSCM dengan biaya Rp 62.500. Hasil positif akan dikirim ke AS untuk penelitian lebih lanjut. 

Juga pada Januari, FKUI RSCM melaksanakan penelitian terhadap pasien hemofilia yang mendapatkan produk 
darah (faktor VIII). Ternyata ditemukan satu di antaranya yang dipastikan terinfeksi HIV. Dan pasien 
tersebut masih diketahui hidup sehat tanpa terapi antiretroviral (ART) pada Juli 1998 – lebih dari 12 
tahun sesudah didiagnosis Pada Maret, satuan kiprah RSCM dan FK-UI yang dibuat pada 1985 untuk mengkaji problem AIDS diresmikan sebagai Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS. 


Tahun 1987 
Seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Bali. Kematian laki-laki berusia 44 tahun itu 
diakui Depkes disebabkan AIDS. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di Asia yang 
melaporkan masalah AIDS. 
Pada Oktober, dilakukan Kongres ihwal Penyakit Akibat Hubungan Kelamin di Bali sekaligus 
Konferensi International Union Against Venerial Diseases and Treponematoses untuk tempat Asia dan 
Pasifik. Menkes Dr. Soewandjono Soerjaningrat dalam sambutan menyampaikan bahwa penyakit yang 
sebelumnya dikaitkan dengan korelasi seksual yang menyimpang dari tuntutan agama, ternyata dapat 
menular melalui darah. 

Tahun 1988 
Pada 1988, Depkes hanya melaporkan suplemen satu masalah abses HIV di Indonesia. 

Tahun1989 
Tema Hari AIDS Sedunia 1989 ialah “Kaum Muda (Youth).”  Pada 1989, Depkes tidak melaporkan satu pun masalah abses HIV suplemen di Indonesia. Namun satu kasus HIV dilaporkan berlanjut menjadi AIDS. 

Tahun 1990 
Tema Hari AIDS Sedunia 1990 ialah “Wanita dan AIDS (Women and AIDS).” 
Pada 1990, Depkes melaporkan suplemen dua masalah AIDS, sehingga jumlah masalah abses HIV di 
Indonesia menjadi sembilan. 

Tahun 1991 
International AIDS Candlelight Memorial pertama diselenggarakan di Indonesia. Peristiwa ini, dikenal 
sebagai Malam Tirakatan Mengenang Korban-Korban AIDS, diselenggarakan di Surabaya oleh 
Kelompok Kerja Lesbian & Gay Nusantara (sekarang Gaya Nusantara), dengan sumbangan dari Persatuan 
Waria Kotamadya Surabaya (Perwakos).  Pada 29-30 Juli, dilakukan Semiloka Nasional AIDS di Denpasar, Bali, untuk membahas Pengembangan  Strategi Penanggulangan AIDS di Indonesia.



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel