Tokoh Islam: Umar Bin Khatab
Friday, August 17, 2012
Edit
Kelahiran Umar Bin Khatab
Umar Bin Khatab lahir di Mekkah dari Bani Adi pada tahun 581 M. Bani Adi ialah salah satu rumpun dari Suku Quraisy. Nama Lengkapnya ialah Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza. Beliau lahir dalam keluarga kelas menengah. Umar bisa membaca dan menulis dimana pada masanya hal itu merupakan kemampuan yang jarang dimiliki orang. Beliau juga populer dengan fisiknya yang besar lengan berkuasa alasannya ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum Memeluk Islam
Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah ketika itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Beberapa catatan menyampaikan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tetapi, sehabis masuk Islam, belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas. Sehingga ada kisah, Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan hingga Subuh. Ketika waktu Subuh tiba, dia pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surat Al-Kafirun, alasannya ayat 3 dan 5 bunyinya sama, sehabis membaca ayat ke 5, dia ulang lagi ke ayat 4 terus menerus. Akhirnya, Allah menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.
Ketika seruan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada ketika itu Umar ialah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melaksanakan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Ketika seruan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada ketika itu Umar ialah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melaksanakan penyiksaan terhadap pemeluknya.
Umar Masuk Islam
Sampailah kemudian suatu hari, dia berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, dia dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan kondusif dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh kalau engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, tolong-menolong saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar pribadi menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara wanita Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab mencicipi kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, kemudian dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada bunyi apa-apa kecuali dialog kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu kalau kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar balasan tersebut, Umar pribadi menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, kalau kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad ialah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa aib di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya menyampaikan bahwa Umar najis, dan al-Quran dihentikan disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi kalau ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, kemudian membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini ialah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian dia terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini ialah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis kemudian ialah untukmu, dia SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW kini berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab tiba dengan bergairah bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, kalau dia tiba membawa kebaikan, kita sambut. Tapi kalau dia tiba membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi aba-aba biar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, kemudian ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau ialah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah ketika itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan kondusif dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh kalau engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, tolong-menolong saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar pribadi menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara wanita Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab mencicipi kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, kemudian dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada bunyi apa-apa kecuali dialog kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu kalau kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar balasan tersebut, Umar pribadi menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, kalau kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad ialah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa aib di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya menyampaikan bahwa Umar najis, dan al-Quran dihentikan disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi kalau ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, kemudian membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini ialah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian dia terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini ialah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis kemudian ialah untukmu, dia SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW kini berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab tiba dengan bergairah bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, kalau dia tiba membawa kebaikan, kita sambut. Tapi kalau dia tiba membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi aba-aba biar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, kemudian ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau ialah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah ketika itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Umar Bin Khatab sebagai Khalifah
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian sehabis meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, atas wasiat Abu Bakar Umar ditunjuk menggantikannya dan disetujui oleh seluruh perwakilan muslim ketika itu.
Umar bin Khattab merupakan pimpinan yang ideal. Hidupnya bersama keluarganya sangat sederhana. Beliau juga sangat adil dan bersahabat dengan rakyat. Pada malam hari dia sering keliling kampung untuk mengamati keadaan rakyatnya.
Umar sebagai khalifah menciptakan kebijakan dalam pemerintahan . Beliau melaksanakan perluasan besar-besaran sehingga pereodenya dikenal dengan nama futuhat al islamiyyah artinya perluasan wilayah Islam. Dan pembagian propinsi Islam. Beliau juga membentuk badan-badan pemerintahan dan menciptakan prinsip-prinsip peradilan.
Umar juga dikenal sebagai sobat nabi yang berani melaksanakan ijtihad / pemikiran. Misalnya mengusulkan penyelenggaraan salat tarawih berjamaah, penambahan as salatu khairum minan naum dalam adzan Subuh, pelopor wangsit pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an, dan penentuan kalender hijriyah.
Umar sebagai pemimpin yang ideal sehingga menciptakan iri musuh-musuhnya. Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada ketika ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz ialah salah seorang warga Persia yang masuk Islam sehabis Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang ketika itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini pada 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Umar meninggal di usia 63 tahun dan menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan 8 hari.
Umar bin Khattab merupakan pimpinan yang ideal. Hidupnya bersama keluarganya sangat sederhana. Beliau juga sangat adil dan bersahabat dengan rakyat. Pada malam hari dia sering keliling kampung untuk mengamati keadaan rakyatnya.
Umar sebagai khalifah menciptakan kebijakan dalam pemerintahan . Beliau melaksanakan perluasan besar-besaran sehingga pereodenya dikenal dengan nama futuhat al islamiyyah artinya perluasan wilayah Islam. Dan pembagian propinsi Islam. Beliau juga membentuk badan-badan pemerintahan dan menciptakan prinsip-prinsip peradilan.
Umar juga dikenal sebagai sobat nabi yang berani melaksanakan ijtihad / pemikiran. Misalnya mengusulkan penyelenggaraan salat tarawih berjamaah, penambahan as salatu khairum minan naum dalam adzan Subuh, pelopor wangsit pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an, dan penentuan kalender hijriyah.
Umar sebagai pemimpin yang ideal sehingga menciptakan iri musuh-musuhnya. Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada ketika ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz ialah salah seorang warga Persia yang masuk Islam sehabis Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang ketika itu merupakan negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini pada 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Umar meninggal di usia 63 tahun dan menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan 8 hari.
Dirangkum dari aneka macam sumber di internet.