Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam dalam upaya Memahami al-Qur’an dan Hadis
Wednesday, October 29, 2014
Edit
Selain Al-Qur'an dan Hadis, ijtihad merupakan sumber ajaran dalam agama Islam. Al-Qur'anul Karim sebagai sumber utama ajaran Islam dapat dibaca di artikel : Al-Qur’anul Karim Sebagai Sumber Hukum Islam yang Pertama
1. Pengertian Ijtihad
2. Syarat-Syarat berijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam
Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid, dimungkinkan hasil ijtihad yang berbeda hukum yang dihasilkan antara satu ulama dengan ulama yang lain. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad dan menghasilkan hukum yang tepat. Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang mujtahid.- Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
- Memiliki pemahaman tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah) secara mendalam.
- Memahami cara merumuskan hukum (istinba ̄).
- Memiliki keluhuran akhlak yang mulia.
3. Kedudukan Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam
Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur’an dan hadis. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan hukumnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:Artinya: “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’an).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seorang yang berijtihad "sesuai dengan kemampuan dan ilmunya", kemudian ijtihadnya benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia akan mendapatkan satu pahala.
Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis yang artinya:
“Dari Amr bin Ash, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
4. Bentuk-bentuk Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam
Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti berikut.
a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat nabi adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaran- lembaran terpisah menjadi sebuah mushaf al-Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.
b. Qiyas
Qiyas berarti mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak tercantum dalam al-Qur’an atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, vodka, wisky, topi miring, dan narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu memabukkan. Khamr dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah Swt. yang Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat maka tidakkah kamu mau berhenti?" (Al-Maa’idah ayat 90-91)
c. Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah artinya penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at Islam. Misalkan seseorang wajib mengganti atau membayar atas kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
Sumber : Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas X, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud