Jujur, Santun dan Malu dalam Islam


Sikap jujur, santun dan malu dalam Islam adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan. Hal itu lebih mendalam dapat dibaca pada artikel Arti dan Makna Kejujuran dalam Islam

Sopan Satun dalam Islam

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seoranglaki -laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Pergaulan adalah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendirian. Manusia juga mempunyai sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja adalah contoh-contoh aktivitas memiliki manfaat besar yang melibatkan pergaulan antar manusia.

Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan mudah membuat seorang Muslim terjerumus. Kita lihat di zaman sekarang. Betapa banyak kejadian tidak bermoral yang membuat kita mengelus dada. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lainnya. Semua itu bersumber dari pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan pada ajaran Al Quran yang mengatur soal pergaulan Islami.
Jujur, Santun dan Malu dalam Islam
Oleh karenanya, adalah satu hal yang penting mengetahui sopan santun pergaulan dalam Islam. Bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam Islam ini, mereka pasti akan merasa canggung atau barang kali malah merasa tertekan sebab pergaulan dalam Islam itu terlihat begitu kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.

Sopan santun pergaulan dalam Islam itu sebenarnya bukan untuk membatasi namun untuk menjaga harkat dan martabat manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata cara dan tatanan para satwa dalam bergaul. Bila satu tuntunan itu diambil dengan kerendahan hati dan keinginan untuk berbakti kepada Ilhai, maka tidak ada satu hal sulit untuk mengikuti tuntunan baik itu. Terkesan sulit sebab melihatnya dari sisi nafsu dan kepentingan duniawi.

Bila memang belum mampu menjalankan tuntunan yang sebenarnya, jangan ditantang tuntunan itu. Cukup camkan dalam hati bahwa diri akan berusaha sekuat tenaga mengikuti aturan yang sesungguhnya. Kalau menentang atau bahkan menantang, itulah tanda kesombongan diri di hadapan Sang Kuasa. Tentunya hal ini kurang baik untuk kesehatan hati dan kalbu.

Islam mengatur batasan-batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan. Batasan-batasan itu tidak dibuat untuk mengekang kebebasan manusia, namun adalah salah satu wujud kasih sayang Allah pada umat manusia sebagai makhluk paling mulia.

Sebagai Muslim yang beriman, hendaknya kita senantiasa memerhatikan beberapa adab sopan santun pergaulan yang diatur dalam Al Quran. Adab-adab itu dibuat untuk membuat harkat dan martabat manusia tetap tinggi dimata Allah Swt. Di antara adab sopan santun pergaulan dalam Islam itu, adalah:

1. Menutup aurat
Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan kecuali kepada muhrimnya. Wanita atau pria mempunyai batasan-batasan aurat. Khusus wanita, aurat ibarat perhiasan yang sangat berharga. Ini sesuai firman Allah SWT dalam Al Qur’an : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang  nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki -laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayanlaki -laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti mengenai aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An Nur : 31)

Dalam Ayat itu memerintahkan wanita Muslimah agar tidak menampakkan perhiasan , kecuali kepada suami, ayah, dan beberapa pihak lain yang termasuk dalam pengecualian. Allah juga melarang para wanita bertabaruj. Tabaruj adalah berhias diri secara berlebihan, sehingga mengundang syahwat kaum Adam. Yang termasuk perilaku tabaruj juga adalah memakai wangi-wangian yang baunya dapat tercium orang lain di tempat umum. Memakai perhiasan (gelang, kalung, dan lain-lain) secara berlebihan dan mencolok mata juga termasuk tabaruj.

2. Menjaga interaksi antara lelaki dan perempuan
Allah melaranglaki -laki dan perempuan yang bukan muhrim untuk saling berpandangan secara berlebihan, apalagi saling bersentuhan. Dalam Al Quran surat An-Nuur ayat 31 Allah bahkan secara khusus mengingatkan kaum lelaki agar menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya. Artinya, tidaklah temasuk lelaki beriman jika matanya suka jelalatan dan bergonta-ganti pasangan seperti berganti pakaian.

Pandangan mata secara berlebihan serta persentuhan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim juga bisa menimbulkan zina. Allah berfirman dalam Al Quran : “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan buruk.” .

Dalam ayat ini Allah melarang kita mendekati zina, sebab zina adalah perbuatan yang sangat keji. Pandangan mata dan persentuhan tubuh adalah salah satu tindakan mendekati zina. Jika mendekati zina saja haram dan memperoleh larangan keras, Anda tentu bisa menyimpulkan sendiri, betapa berdosanya perbuatan zina yang sekarang demikian merajalela dan dilakukan manusia tanpa rasa bersalah!

3. Menjaga aurat suara
Baik perempuan ataulaki -laki, hendaknya tidak mengeluarkan kata-kata secara mesra atau berlebihan kepada lawan jenis selain istri atau suaminya. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT : “Hai isteri-isteri Nabi, kalian sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan baik,

Dalam ayat ini, secara khusus Allah mengingatkan istri-istri Nabi agar jangan melembutkan suara saat bicara sehingga membangkitkan nafsu lelaki yang mendengarnya. Walaupun ayat itu ditujukan kepada para istri Nabi, tidak ada salahnya kita meneladani ajaran Al Quran yang selalu mempunyai hikmah tersendiri bagi pengikutnya. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa ayat itu juga berlaku untuk wanita biasa.

4. Larangan berdua-duaan
Allah swt. melaranglaki -laki dan perempuan yang bukan muhrimnya saling berdua-duaan, kecuali disertai mahramnya atau orang ketiga. Menurut Rasulullah saw., jika lelaki dan perempuan berdua-duaan, maka akan muncul pihak ketiga, yakni setan. Apa akibatnya jika setan ikut “nimbrung” di antara dua manusia yang berlainan jenis? Anda tentu sudah tahu jawabannya, bukan?

Demikian beberapa adab sopan santun pergaulan dalam Islam yang harus diperhatikan setiap umat Islam yang mengaku beriman. Islam tidak pernah melarang pergaulan dengan siapa pun. Bergaul bahkan sangat dianjurkan sebagai upaya meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Yang dilarang adalah pergaulan secara bebas antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Pergaulan yang tidak mematuhi norma-norma agama.


Malu dalam Islam

Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti satwa terletak pada rasa malu, kalaulah satwa punya rasa malu tentu ia akan memakai gaun yang indah dan menutup auratnya, kalaulah satwa punya rasa malu, tidak kita temui kerbau, sapi dan kambing yang memakan tanaman tetangga, bila satwa punya rasa malu maka tidak kita temui adegan pulgar mereka melepaskan nafsu biologisnya di sembarang tempat dan sembarang pasangan, itulah makanya bila satwa melakukan hal itu tidak ada yang protes, sebab semuanya itu dianggap wajar, satwa itu tidak punya malu. Beda dengan manusia, ia punya rasa malu tinggi, bila berlaku sebagaimana satwa maka tidak beda dengan jenis ini.

Seorang teman, sedang memamerkan foto bersama sang kekasihnya di laman Facebook dan jejaring sosial. Foto-fotonya yang nampak mesra ditampilkan begitu sangat terbuka dan bisa dilihat atau diakses pihak lain. “Aku jika punya pacar selalu aku publish, “ujarnya suatu saat ditanya alasannya. Padahal, mereka belum terikat sebagai pasangan suamu istri yang sah.
Suatu kali seorang pejabat tinggi di Jawa Timur pernah berangkat haji dengan rombongan besar. Bersama istri, anak, keluarga dan kerabatnya mengunjungi tanah suci,ia tanpa malu menggunakan fasilitas negara yang diambil dari pajak rakyatnya.

Di TV masyarakat sering menyaksikan, di ruangan rapat anggota DPR  banyak yang kosong. Sebagian sering menguap sebab ngantuk, bahkan ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal digaji besar dari uang rakyatnya, namun dia tak merasa malu disaksikan jutaan orang. Masih di TV, seorang terdakwah koruptor kelas kakap, yang telah menilap dan merugikan uang negara masih bisa tersenyum saat para wartawan TV menyorot wajahnya.

Di akhir zaman seperti ini, istilah malu mungkin hanya slogan. Orang yang masih mempunyai rasa malu mungkin sangat langka. Yang ada justru sebaliknya. Yang dapat kita jumpai di nyaris semua lapisan sosial, baik, individu, keluarga, masyarakat atau institusi sosial atau dalam hidup bernegara.

Tiap hari, kita disuguhkan dengan cerita, pemandangan dan laporan yang seolah telah menguras habis naluri dan perasaan kita. Karyawan yang sudah mempunyai pasangan suami-istri tugas berdua dengan teman sekantor, kakek melecehkan cucunya, ayah menghamili anaknya, kakak bersingkuh dengan adik iparnya, Bupati atau mantan ketua organisasi besar melakukan korupsi, anak-anak para pejabat mabuk harta saat orantuanya sedang berkuasa, para penegak hukumnya mudah disuap, semua telah ada nyata di depan mata kita. Boleh dikata, kejahatan moral berjalan secara sistematis dari kamar-kamar keluarga hingga ke ruang-ruang Istana.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan mengenai Memiliki Rasa Malu ;
Rasulullah saw, bersabda,”Iman itu mempunyai dari enam puluh cabang dan rasa malu adalah salah satu cabangnya” [HR. Bukhari].
Dalam hadits lain disebutkan bahwa suatu hati Rasulullah saw, lewat di hadapan seoranglaki -laki dari golongan Anshar yang sedang menasehati temannya dalam hal malu. Beliau lalu bersabda,”Biarkan saja dia. Sesungguhnya malu itu bagian dari iman.” [HR. Abu Dawud].

Abu Mas’ud Uqbah bin Amr al-Anshari al-Badri ra, berkata, Rasulullah Shallahu alaihi wa salam bersabda, “ Sesungguhnya sebagian yang masih diingat orang dari ajaran para Nabi terdahulu, “Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu”.

Makna malu adalah mencegah dari melakukan segala sesuatu yang tercela, maka sesungguhnya mempunyai malu, pada dasarnya, seruan untuk mencegah segala maksiat dan kejahatan. Rasa malu adalah ciri khas kebaikan, yang senantiasa diinginkan oleh manusia. Mereka melihat bahwa tidak mempunyai rasa malu adalah aib. Rasa malu adalah bagian dari kesempurnaan iman. “Malu adalah bagian dari keimanan”, dan dalam hadist lainnya “Rasa malu selalu mendatangkan kebaikan”. .

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan secara marfu’, bahwa Ibnu Mas’ud, “Merasa malu kepada Allah adalah dengan menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, perut dan apa yang ada didalamnya, dan selalu mengingat mati dan cobaan. Barangsiapa yang menghendaki akhirat, maka akan meninggalkan perhiasan dunia. Dan siapapun yang melakukan hal itu itu dia telah mempunyai rasa malu kepada Allah”.
Jika dalam diri manusia tidak ada lagi rasa malu, baik yang bersifat bawaan atau yang diusahakan, maka tidak ada lagiyang menghalangi untuk melakukan perbuatan keji dan hina. Bahkan menjadi seperti orang yang tidak mempunyai keimanan sama sekali, sehingga tidak berbeda degan golongan syetan.
Seperti dikatakan Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, “Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu”. Ini menggambarkan betapa orang yang tidak mempunyai lagi malu, pasti ai akan berbuat dan bertindak sesuka hatinya, tanpa lagi mempedulikannya.

Berdusta, berbohong, berkhianat, memberikan wala’nya  kepada musuh-musuh Allah, seraya mengatakan sebaagai kemenangan. Menerima sogok dan suap, diangap sebagai shadaqah dan jariyah. Uang-uang yang suhbhat dianggapnya sebagai yang halal. Bahkan, yang haram pun dianggapnya sebagai halal, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuannya, terutama menggapai kenikmatan dunia,

Kita harus menempatkan rasa malu itu pada tempatnya yang benar agar tidak salah kaprah, apakah dapat dikatakan malu orang yang tidak mau melakukan kebaikan sebab disindir sebagai orang yang shaleh, apakah dapat dikatakan malu kalau menyampaikan kebenaran sebab mendengar ocehan orang yang menyatakan dan memanggilnya ustadz, inilah sebuah godaan dari lingkungan manusia untuk menciutkan semangat orang yang berbuat baik.

sumber :
http://gemirasolok.blogspot.com/2013/10/26-memiliki-rasa-malu.html
https://www.facebook.com/permalink.php?id=491142294258787&story_fbid=625362094170139

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel