Akidah Pada Kurun Nabi Muhammad Saw Dan Keyakinan Pada Kurun Sahabat
Tuesday, July 21, 2020
Edit
Akidah pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Masa Rasulullah Saw. merupakan periode training dogma dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala kasus yang belum ada jawabannya dikembalikan pribadi kepada Rasulullah Saw. sehingga ia berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam.
Rasulullah Saw mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang mengakibatkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah Swt. berfirman dalam al-Anfal :46,
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kau berbantahbantahan, yang mengakibatkan kau menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. al-Anfal : 46)
Ketika Rasulullah Saw., masih hidup seluruh urusan agama Islam baik pemahaman, pengalaman pedoman Islam sanggup pribadi diterima dan melihat referensi Rasulullah Saw.. Apabila ada masalah-masalah urusan agama Islam bahkan urusan kemasyarakatan para sobat sanggup menanyakan pribadi kepada Rasulullah Saw., sehingga perbedaan pemahaman dan pandangan urusan agama Islam tidak terlihat dan terjadi. Para sobat mendapatkan dan memahami kandungan al-Quran dan hadis yang berkaitan dengan dogma dan sifat-sifat Allah Swt tanpa mempersoalkan makna di sebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi Saw. kepercayaan umat Islam ialah sangat kukuh dan teguh.
Dalam QS. al-Ikhlas, misalnya, dengan ayat itu sudah cukup kukuh untuk menjadi pegangan mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan dogma belum timbul secara pribadi atau belum muncul sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Namun begitu, semenjak zaman nabi perbahasan ilmu tauhid telah dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah. Tauhid merupakan kasus yang amat ditekankan oleh Nabi Saw.
Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan hingga pada pertengkaran, terutama dalam kasus dogma ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin ialah telah beriman kepada Allah Swt dan wahyu-Nya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka ialah satu (Esa).
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan sanggup menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Sehingga tidak hingga kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, lantaran Rasul sendiri menjadi penengahnya. Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Naḥl : 125,
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui wacana siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk." (QS. an-Naḥl :125)
Pada prinsipnya, ada dua karakteristik dogma di masa pembentukan atau pertumbuhan Islam, yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran wacana tauhid disampaikan secara sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit dan bertele-tele. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini menggambarkan kesederhanaan itu. Rasulullah Saw.. ditanya: “Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni nirwana dan orang yang akan menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw.. menjawab: “Ya.” Kemudian ia ditanya lagi: “Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?” Beliau. menjawab: “Setiap orang akan dimudahkan untuk melaksanakan apa yang telah menjadi takdirnya.”
Namun begitu, insan telah dikurniakan nalar pikiran, maka begitu juga para sobat ada diantara dan kalangan mereka yang mempunyai watak suka mencari tahu dan berfikir yang telah mendorong sesetengah sobat untuk memikirkan dzat Allah Swt. Namun begitu, Rasulullah Saw., menengahi mereka berbuat demikian, sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada Abu Nu’aim. Nabi Saw. juga telah menengahi dan melarang daripada berbantah dalam kasus Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi Saw. menemui para sobat sedang waktu itu mereka sedang berdebat wacana kasus Qadar.
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan waktu itu kami berselisih dan bertengkar wacana soal qada’ dan qadar. maka baginda memarahi kami sehingga merah padam muka baginda, kemudian baginda bersabda “ Apakah ini yang disuruh kepada kamu? Atau apakah saya diutuskan lantaran itu ? sebetulnya orang-orang yang terdahulu daripada kau binasa apabila mereka itu berselisih didalam kasus yang ibarat ini. Aku berharap supaya kau sekalian tidak lagi berselisih mengenainya."
Dikatakan dogma di masa Rasul Saw.. bersifat integral, lantaran pedoman itu bekerjasama pribadi dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah dogma dibicarakan selalu dalam konteks ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya. Hal ini telah dipraktikkan oleh Nabi Saw.. dan para sobat semenjak periode Mekkah hingga periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni Islam ialah suatu tauhid praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan mereka, itulah yang tampak pada budpekerti tingkah laris mereka yang mulia.
Tauhid ini hanya sanggup diambil secara qudwah, yaitu dengan melihat referensi dari seorang insan yang sudah merealisasikannya, bukan dari sekadar teoriteori ilmiah. Permasalahan permasalahan wacana dogma dan tauhid selalu terjawab secara terang dan terang pada masa itu lantaran setiap ada perbedaan atau pertentangan, Rasulullah Saw., selalu turun tangan dan menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada wahyu.
Diantara sabda Nabi saw. yang membicarakan kasus dogma sebagai berikut :
a. Penjelasan bahwa Islam mempunyai 5 rukun yang harus dibangun, dan keislaman tidak tepat apabila tidak melaksanakan lima rukun Islam tersebut. Karena Nabi Muhammad Saw menjawab dengan demikian :
Rasulullah menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sebetulnya tiada Tuhan selain Allah dan sebetulnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah kalau engkau bisa melakukannya.”
b. Iman meliputi enam perkara, yaitu :
Rasulullah menjawab, “Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk”. Orang tadi berkata, “Engkau benar”.
c. Penjelasan wacana ihsan, yaitu insan beribadah kepada Allah Swt dengan peribadatan menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia ingin hingga kepada-Nya. Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika tidak hingga pada keadaan ini, maka kepada derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan ( rasa takut) terhadap siksa-Nya. Karna itu nabi besabda: “Jika kau tidak melihatnya, maka ia melihatmu”.
Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang bekerjasama dengan dogma justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah Swt. Dengan demikian perbuatan mereka seolah-olah direstui oleh Allah Swt dan merupakan kehendak Allah Swt. Sedangkan kaum munafik mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qadariyah. Tidak lain maksudnya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan Uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah Saw..
Di bawah ini beberapa penyimpangan dogma pada zaman Rasulullah :
a. Prasangka jelek kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum musyrikin menang pada perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah Swt dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum muslimin dari kaum kafir.
"Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah ibarat sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" (QS. Ali Imran :154)
b. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan ialah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan ialah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Akidah pada Masa Sahabat.
Masa sobat khususnya pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq (11-13 H), dan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalahmasalah dogma belum muncul. Mereka merumuskan pedoman dogma sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw. dan mereka juga memahami ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa memperlihatkan penta’wilan. Oleh alasannya itu selama kurang lebih dua dekade ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan serius dalam kasus akidah.
Baca Juga :
Akan tetapi sesudah Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melaksanakan perubahan dalam sistem manajemen pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul kekacauan politik, yang mencapai titik puncak pada masa pemerintah Khalifah Ali bin Abi Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan menjadikan umat Islam terpecah belah. Perpecahan politik ini menimbulkan akhir munculnya banyak sekali pemikiran teologi, sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan banyak sekali aliran dalam ilmu kalam.
Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, corak dogma Islam yang dianut masyarakat muslim ketika itu masih tetap sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw.. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di selesai pemerintah Ali bin Abi Thalib ra, dengan munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian munculnya Murji’ah, Muktazilah dan Ahlussunah Waljama’ah.
Masa Rasulullah Saw. merupakan periode training dogma dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala kasus yang belum ada jawabannya dikembalikan pribadi kepada Rasulullah Saw. sehingga ia berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam.
Rasulullah Saw mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang mengakibatkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah Swt. berfirman dalam al-Anfal :46,
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kau berbantahbantahan, yang mengakibatkan kau menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. al-Anfal : 46)
Ketika Rasulullah Saw., masih hidup seluruh urusan agama Islam baik pemahaman, pengalaman pedoman Islam sanggup pribadi diterima dan melihat referensi Rasulullah Saw.. Apabila ada masalah-masalah urusan agama Islam bahkan urusan kemasyarakatan para sobat sanggup menanyakan pribadi kepada Rasulullah Saw., sehingga perbedaan pemahaman dan pandangan urusan agama Islam tidak terlihat dan terjadi. Para sobat mendapatkan dan memahami kandungan al-Quran dan hadis yang berkaitan dengan dogma dan sifat-sifat Allah Swt tanpa mempersoalkan makna di sebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi Saw. kepercayaan umat Islam ialah sangat kukuh dan teguh.
Dalam QS. al-Ikhlas, misalnya, dengan ayat itu sudah cukup kukuh untuk menjadi pegangan mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan dogma belum timbul secara pribadi atau belum muncul sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Namun begitu, semenjak zaman nabi perbahasan ilmu tauhid telah dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah. Tauhid merupakan kasus yang amat ditekankan oleh Nabi Saw.
Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan hingga pada pertengkaran, terutama dalam kasus dogma ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin ialah telah beriman kepada Allah Swt dan wahyu-Nya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka ialah satu (Esa).
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan sanggup menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Sehingga tidak hingga kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, lantaran Rasul sendiri menjadi penengahnya. Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Naḥl : 125,
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui wacana siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk." (QS. an-Naḥl :125)
Pada prinsipnya, ada dua karakteristik dogma di masa pembentukan atau pertumbuhan Islam, yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran wacana tauhid disampaikan secara sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit dan bertele-tele. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini menggambarkan kesederhanaan itu. Rasulullah Saw.. ditanya: “Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni nirwana dan orang yang akan menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw.. menjawab: “Ya.” Kemudian ia ditanya lagi: “Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?” Beliau. menjawab: “Setiap orang akan dimudahkan untuk melaksanakan apa yang telah menjadi takdirnya.”
Namun begitu, insan telah dikurniakan nalar pikiran, maka begitu juga para sobat ada diantara dan kalangan mereka yang mempunyai watak suka mencari tahu dan berfikir yang telah mendorong sesetengah sobat untuk memikirkan dzat Allah Swt. Namun begitu, Rasulullah Saw., menengahi mereka berbuat demikian, sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada Abu Nu’aim. Nabi Saw. juga telah menengahi dan melarang daripada berbantah dalam kasus Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi Saw. menemui para sobat sedang waktu itu mereka sedang berdebat wacana kasus Qadar.
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan waktu itu kami berselisih dan bertengkar wacana soal qada’ dan qadar. maka baginda memarahi kami sehingga merah padam muka baginda, kemudian baginda bersabda “ Apakah ini yang disuruh kepada kamu? Atau apakah saya diutuskan lantaran itu ? sebetulnya orang-orang yang terdahulu daripada kau binasa apabila mereka itu berselisih didalam kasus yang ibarat ini. Aku berharap supaya kau sekalian tidak lagi berselisih mengenainya."
Dikatakan dogma di masa Rasul Saw.. bersifat integral, lantaran pedoman itu bekerjasama pribadi dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah dogma dibicarakan selalu dalam konteks ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya. Hal ini telah dipraktikkan oleh Nabi Saw.. dan para sobat semenjak periode Mekkah hingga periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni Islam ialah suatu tauhid praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan mereka, itulah yang tampak pada budpekerti tingkah laris mereka yang mulia.
Tauhid ini hanya sanggup diambil secara qudwah, yaitu dengan melihat referensi dari seorang insan yang sudah merealisasikannya, bukan dari sekadar teoriteori ilmiah. Permasalahan permasalahan wacana dogma dan tauhid selalu terjawab secara terang dan terang pada masa itu lantaran setiap ada perbedaan atau pertentangan, Rasulullah Saw., selalu turun tangan dan menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada wahyu.
Diantara sabda Nabi saw. yang membicarakan kasus dogma sebagai berikut :
a. Penjelasan bahwa Islam mempunyai 5 rukun yang harus dibangun, dan keislaman tidak tepat apabila tidak melaksanakan lima rukun Islam tersebut. Karena Nabi Muhammad Saw menjawab dengan demikian :
Rasulullah menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sebetulnya tiada Tuhan selain Allah dan sebetulnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah kalau engkau bisa melakukannya.”
b. Iman meliputi enam perkara, yaitu :
Rasulullah menjawab, “Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk”. Orang tadi berkata, “Engkau benar”.
c. Penjelasan wacana ihsan, yaitu insan beribadah kepada Allah Swt dengan peribadatan menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia ingin hingga kepada-Nya. Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika tidak hingga pada keadaan ini, maka kepada derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan ( rasa takut) terhadap siksa-Nya. Karna itu nabi besabda: “Jika kau tidak melihatnya, maka ia melihatmu”.
Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang bekerjasama dengan dogma justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah Swt. Dengan demikian perbuatan mereka seolah-olah direstui oleh Allah Swt dan merupakan kehendak Allah Swt. Sedangkan kaum munafik mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qadariyah. Tidak lain maksudnya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan Uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah Saw..
Di bawah ini beberapa penyimpangan dogma pada zaman Rasulullah :
a. Prasangka jelek kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum musyrikin menang pada perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah Swt dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum muslimin dari kaum kafir.
وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۖ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ
"Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah ibarat sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" (QS. Ali Imran :154)
b. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan ialah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan ialah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Akidah pada Masa Sahabat.
Masa sobat khususnya pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq (11-13 H), dan pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalahmasalah dogma belum muncul. Mereka merumuskan pedoman dogma sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw. dan mereka juga memahami ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa memperlihatkan penta’wilan. Oleh alasannya itu selama kurang lebih dua dekade ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan serius dalam kasus akidah.
Baca Juga :
- Faktor-Faktor Timbulnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam
- Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
- Penyimpangan Akidah Umat Terdahulu
Akan tetapi sesudah Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melaksanakan perubahan dalam sistem manajemen pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul kekacauan politik, yang mencapai titik puncak pada masa pemerintah Khalifah Ali bin Abi Thalib, sehingga terjadi perang saudara dan menjadikan umat Islam terpecah belah. Perpecahan politik ini menimbulkan akhir munculnya banyak sekali pemikiran teologi, sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan banyak sekali aliran dalam ilmu kalam.
Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan Khulafaurrasyidin, corak dogma Islam yang dianut masyarakat muslim ketika itu masih tetap sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw.. Munculnya perdebatan pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di selesai pemerintah Ali bin Abi Thalib ra, dengan munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian munculnya Murji’ah, Muktazilah dan Ahlussunah Waljama’ah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana dogma pada masa Nabi Muhammad Saw dan dogma pada masa sahabat. Sumber buku Siswa Kelas X MA Ilmu Kalam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.