Pengertian Sunnah, Macam-Macam Sunnah Dan Pola Macam-Macam Sunnah
Tuesday, July 21, 2020
Edit
Pengertian Sunnah.
Menurut bahasa kata sunnah merupakan derivasi dari kata sanna – yasunnu – sunnatan. Kata itu berarti cara, jalan yang ditempuh, tradisi (adat kebiasaan), atau ketetapan, apakah hal itu baik atau tidak, terpuji atau tercela.
Menurut andal hadis, sunnah adalah:
“Segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, maupun perjalanan hidupnya, baik sebelum dia diangkat menjadi Rasul Saw maupun sesudahnya.”
Menurut andal seruan fikih, sunnah adalah:
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw. selain al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi penetapan aturan syara’ (hukum agama).”
Macam-macam Sunnah
1. Sunnah Qauliyah.
Sunnah Qauliyah ialah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang berisi banyak sekali tuntunan dan petunjuk syarak, peristiwa-peristiwa atau kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlak.
Dengan kata lain Sunnah Qauliyah yaitu sunnah Nabi Saw. yang hanya berupa ucapannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan. Yang dimaksud dengan pernyatan Nabi Saw. di sini ialah sabda Nabi Saw. dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, adakala dalam bentuk obrolan dengan para sahabat atau balasan yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk ain menyerupai khutbah.
Dilihat dari tingkatannya sunnah qauliyah menempati urutan pertama yang berarti kualitasnya lebih tinggi dari kualitas sunnah fi’liyah maupun taqririyah. Contoh sunnah qauliyah:
a. Hadis perihal doa Nabi Muhammad saw. kepada orang yang mendengar, menghafal dan memberikan ilmu.
Dari Zaid bin dabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku kemudian menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang memberikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dawud)
b. Hadis perihal berguru dan mengajarkan al-Qur’an.
Dari Usman ra, dari Nabi saw., dia bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian ialah seorang yang berguru al-Qur`an dan mengajarkannya.”. (HR. al-Bukhari)
c. Hadis perihal persatuan orang-orang beriman.
Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2. Sunnah Fi’liyah.
Sunnah fi’liyah ialah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Kualitas sunnah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunnah fi’liyah juga sanggup maknakan sunnah Nabi Saw. yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain menyerupai melaksanakan shalat manasik haji dan lain-lain.
Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina. Contohnya:
a. Hadis perihal tata cara shalat di atas kendaraan.
Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah saw. shalat di atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat yang fardhu, maka dia turun kemudian shalat menghadap kiblat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
b. Hadis perihal tata cara shalat.
“Shalatlah kalian menyerupai kalian melihat saya shalat.” (HR. al-Bukhari)
c. Hadis perihal tata cara manasik haji.
“Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kau dariku.” (HR. Muslim)
3. Sunnah Taqririyah.
Sunnah Taqririyah ialah sunnah yang berupa ketetapan Nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang tiba atau dilakukan para sahabatnya. Dengan kata lain sunnah taqririyah, yaitu sunnah Nabi Saw. yang berupa penetapan Nabi Saw. terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui Nabi saw. tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi Saw. cenderung mendiamkannya. Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan para sahabatnya tanpa memperlihatkan penegasan apakah dia membenarkan atau menyalahkannya. Contohnya:
a. Hadis perihal daging dab (sejenis biawak).
Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. disuguhi makanan, di antaranya daging dzab. Beliau tidak memakannya, sehingga Khalid ibn Walid bertanya, “Apakah daging itu haram ya Rasulullah?”. Beliau menjawab:
“Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, sebab itu saya tidak memakannya.” Khalid berkata, “Lalu saya pun menarik dan memakannya. Sementara Rasulullah Saw. melihat ke arahku.”. (Muttafaqun ‘alaih)
b. Hadis perihal Tayamum.
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. ia berkata: “Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air, kemudian mereka berdua bertayamum dengan bubuk yang higienis dan melaksanakan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), kemudian salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan hal itu. Maka dia berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: ‘Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup’. Dan dia juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: ‘Bagimu pahala dua kali’” (HR. ad-Darimi).
4. Sunnah Hammiyah.
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan. Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah hammiyah. Karena dalam diri Nabi saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat untuk melaksanakan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki dia seperti, “bahwa Nabi saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat jasmaniah dia yang dilukiskan oleh sahabat Anas ra. sebagai berikut:
Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, saya mendengar Anas bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; “Beliau ialah seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terperinci tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut dia tidak terlalu keriting dan tidak lurus.” (HR. Bukhari).
Termasuk juga dalam hal ini ialah silsilah dan nama-nama serta tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) dia contohnya ketika dia hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
“Saya mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata dikala Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu ialah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, sampai Rasulullah saw. wafat..” (HR Muslim)
Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah. Sementara berdasarkan Asy Syaukani tidak demikian, sebab hamm ini hanya kehendak hati yang tidak termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.
Dari sifat-sifat, keadaan-keadaan serta himmah tersebut yang paling sanggup dijadikan sandaran aturan sebagai sunnah ialah hamm. Sehingga kemudian sebagian ulama fiqh mengambilnya menjadi sunnah hammiyah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian sunnah, macam-macam sunnah dan pola macam-macam sunnah. Semoga kita sanggup mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Al-Qur'an Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujnjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.