Pengerian Nahi (Larangan), Bentuk Kata Nahi, Kaidah Nahi Dan Contohnya
Tuesday, July 21, 2020
Edit
a. Pengerian Al-Nahyu (Larangan)
Menurut bahasa An-Nahyu berarti larangan. Sedangkan berdasarkan istilah ialah:
“An-Nahyu (larangan) ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya)”.
Kedudukan yang lebih tinggi disini ialah Syaari’ (Allah Swt atau Rasul Nya) dan kedudukan yang lebih rendah ialah mukallaf.
Kaprikornus nahi ialah larangan yang tiba dari Allah atau Rasul Nya kepada mukallaf.
b. Bentuk Kata Nahi
1. Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiyah” / lam nahi = janganlah
“Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” (QS Al Baqarah : 188)
“Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Baqarah : 11)
2. Lafadh-lafadh yang dengan tegas bermakna larangan (mengharamkan).
Misalnya : حَرَّمَ، نَهَى،
Firman Allah SWT:
“Diharamkan bagi kau ibu-ibumu dan belum dewasa perempuanmu.” (QS. An Nisa’ : 23)
"dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS An Nahl :90)
c. Kaidah an-Nahyu.
1. Nahi Menunjukkan Haram.
“Pada asalnya nahi itu mengatakan haram”.
Menurut jumhur ulama, berdasarkan kaidah ini, apabila tidak ada dalil yang memalingkan nahi, maka tetaplah beliau mengatakan aturan haram.
Misalnya: Jangan shalat dikala mabuk, Jangan mendekati perbuatan zina.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau shalat, sedang kau dalam Keadaan mabuk, sehingga kau mengerti apa yang kau ucapkan, “ (QS. An Nisa’ (4): 43)
Kadang-kadang nahi (larangan) dipakai untuk beberapa arti (maksud) sesuai dengan perkataan itu, antara lain :
a. Karahah (الكراهه )
Misalnya :
“Janganlah mengerjakan shalat di kawasan peristirahatan unta.”(HR. Ahmad dan at-Thirmidzi)
Larangan dalam hadits ini tidak mengatakan haram, tetapi hanya makruh saja, lantaran tempatnya kurang higienis dan sanggup mengakibatkan shalatnya kurang khusyu’ alasannya ialah terganggu oleh unta.
b. Do’a (الدعاء )
Misalnya :
“Ya Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami cenderung kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran : 8)
Perkataan janganlah itu tidak mengatakan larangan, melainkan seruan hamba kepada Tuhanya.
c. Irsyad ( الارشاد) artinya bimbingan atau petunjuk.
Misalnya :
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kau menanyakan hal-hal yang jikalau diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” (QS. Al-Maidah : 101)
Larangan ini hanya merupakan pelajaran, semoga jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri.
d. Tahqir (التحقير ) artinya meremehkan atau menghina.
Misalnya :
“Dan janganlah sekali-kali kau mengatakan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir).” (QS.al-Hijr : 88)
e. Tay’is (التيئيس ) artinya putus asa.
Misalnya :
“Dan janganlah engaku membela diri pada hari ini (hari kiamat).” (QS.at-Tahrim : 7)
f. Tahdid ( التهديد) artinya mengancam.
Misalnya :
“Taidk usah engkau turuti perintah kami.”
g. I’tinas ( الائتناس ) artinya menghibur.
Misalnya :
“Jangan engkau bersedih, lantaran bekerjsama Allah beserta kita .”
2. Larangan Sesuatu, Suruhan bagi Lawannya.
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.
Contoh: Firman Allah Swt.
“Janganlah kau mempersekutukan Allah … (QS. Luqman, 13)
Ayat ini mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, sebagai kebalikan larangan mensekutukan-Nya.
3. Larangan yang Mutlak.
“Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa”
Dalam suatu larangan yang berbentuk mutlak, baik membawa kebinasaan maupun menjauhinya, gres mencapai hasil yang sempurna, apabila dijauhi yang membinasakan itu selama-lamanya. Misalnya: Perkataan orang bau tanah pada anaknya, “Jangan dekati singa itu” untuk melepaskan diri dari kebinasaan.
4. Larangan dalam Urusan Ibadah.
“Larangan mengatakan kebinasaan yang dihentikan dalam beribadah”.
Untuk mengetahui mana yang syah dan mana yang batil dalam urusan ibadah, harusnya setiap orang itu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
5. Larangan dalam Urusan Mu’amalah.
“Larangan yang mengatakan rusaknya perbuatan yang dihentikan dalam ber’aqad”
Misalnya menjual anak binatang yang masih dalam kandungan ibunya, berarti komitmen jual belinya tidak sah. Karena yang diperjualbelikan tidak terperinci dan belum memenuhi rukun jual beli.
Menurut bahasa An-Nahyu berarti larangan. Sedangkan berdasarkan istilah ialah:
اَلنَّهْيُ : طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الأَعْلىَ إِلىَ اْلأَدْنىَ
“An-Nahyu (larangan) ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya)”.
Kedudukan yang lebih tinggi disini ialah Syaari’ (Allah Swt atau Rasul Nya) dan kedudukan yang lebih rendah ialah mukallaf.
Kaprikornus nahi ialah larangan yang tiba dari Allah atau Rasul Nya kepada mukallaf.
b. Bentuk Kata Nahi
1. Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiyah” / lam nahi = janganlah
وَلاَ تَأْكُلُـوْا أَمْـوَالَكُمْ بَيْنَكُـمْ بِالْبَاطِلِ
“Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” (QS Al Baqarah : 188)
وَلاَ تُفْسِــدُوْا فىِ اْلأَرْضِ
“Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Baqarah : 11)
2. Lafadh-lafadh yang dengan tegas bermakna larangan (mengharamkan).
Misalnya : حَرَّمَ، نَهَى،
Firman Allah SWT:
حُرِّمَتْ عَـلَيْكُمْ أُمَّهتُكُمْ وَبَنَا تُكُمْ
“Diharamkan bagi kau ibu-ibumu dan belum dewasa perempuanmu.” (QS. An Nisa’ : 23)
وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
"dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS An Nahl :90)
c. Kaidah an-Nahyu.
1. Nahi Menunjukkan Haram.
اَلْاَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلتَّحْرِيْمِ
“Pada asalnya nahi itu mengatakan haram”.
Menurut jumhur ulama, berdasarkan kaidah ini, apabila tidak ada dalil yang memalingkan nahi, maka tetaplah beliau mengatakan aturan haram.
Misalnya: Jangan shalat dikala mabuk, Jangan mendekati perbuatan zina.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau shalat, sedang kau dalam Keadaan mabuk, sehingga kau mengerti apa yang kau ucapkan, “ (QS. An Nisa’ (4): 43)
Kadang-kadang nahi (larangan) dipakai untuk beberapa arti (maksud) sesuai dengan perkataan itu, antara lain :
a. Karahah (الكراهه )
Misalnya :
ولا تصلوا فى اعطا ن الابل (رواه احمد والترميذ
“Janganlah mengerjakan shalat di kawasan peristirahatan unta.”(HR. Ahmad dan at-Thirmidzi)
Larangan dalam hadits ini tidak mengatakan haram, tetapi hanya makruh saja, lantaran tempatnya kurang higienis dan sanggup mengakibatkan shalatnya kurang khusyu’ alasannya ialah terganggu oleh unta.
b. Do’a (الدعاء )
Misalnya :
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد اذ هد يتنا (ال عمران :۸
“Ya Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami cenderung kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran : 8)
Perkataan janganlah itu tidak mengatakan larangan, melainkan seruan hamba kepada Tuhanya.
c. Irsyad ( الارشاد) artinya bimbingan atau petunjuk.
Misalnya :
يا ايها الذين امنوا لا تسئلوا عن اشياء ان تبد لكم تسؤكم (المئدة :۱۰
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kau menanyakan hal-hal yang jikalau diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” (QS. Al-Maidah : 101)
Larangan ini hanya merupakan pelajaran, semoga jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri.
d. Tahqir (التحقير ) artinya meremehkan atau menghina.
Misalnya :
لاتمد ن عينك الى ما متعنا به ازوا جا منهم (الحجر :۸۸
“Dan janganlah sekali-kali kau mengatakan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir).” (QS.al-Hijr : 88)
e. Tay’is (التيئيس ) artinya putus asa.
Misalnya :
لاتعتذ ر وااليوم (التحريم :۷
“Dan janganlah engaku membela diri pada hari ini (hari kiamat).” (QS.at-Tahrim : 7)
f. Tahdid ( التهديد) artinya mengancam.
Misalnya :
لاتطع امرى
“Taidk usah engkau turuti perintah kami.”
g. I’tinas ( الائتناس ) artinya menghibur.
Misalnya :
لاتحزن ان الله معنا (التوبة :٤۰
“Jangan engkau bersedih, lantaran bekerjsama Allah beserta kita .”
2. Larangan Sesuatu, Suruhan bagi Lawannya.
اَلنَّهْيُ عَنِ الشَّيْئِ اَمْرٌ بِضِدِّهِ
“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.
Contoh: Firman Allah Swt.
لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ (لقمـان: 13
“Janganlah kau mempersekutukan Allah … (QS. Luqman, 13)
Ayat ini mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, sebagai kebalikan larangan mensekutukan-Nya.
3. Larangan yang Mutlak.
اَلنَّهْيُ اْلمُطْلَقُ يَقْتَضِى الدَّوَامِ فِى جَمِيْحِ اْلاَزِمِنَةِ
“Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa”
Dalam suatu larangan yang berbentuk mutlak, baik membawa kebinasaan maupun menjauhinya, gres mencapai hasil yang sempurna, apabila dijauhi yang membinasakan itu selama-lamanya. Misalnya: Perkataan orang bau tanah pada anaknya, “Jangan dekati singa itu” untuk melepaskan diri dari kebinasaan.
4. Larangan dalam Urusan Ibadah.
النَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فِى عِبَادَاتِ
“Larangan mengatakan kebinasaan yang dihentikan dalam beribadah”.
Untuk mengetahui mana yang syah dan mana yang batil dalam urusan ibadah, harusnya setiap orang itu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
5. Larangan dalam Urusan Mu’amalah.
اَلنَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فىِ اْلعُقُوْد
“Larangan yang mengatakan rusaknya perbuatan yang dihentikan dalam ber’aqad”
Misalnya menjual anak binatang yang masih dalam kandungan ibunya, berarti komitmen jual belinya tidak sah. Karena yang diperjualbelikan tidak terperinci dan belum memenuhi rukun jual beli.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal pengertian nahi munkar (larangan), bentuk kata nahi, Kaidah nahi dan contohnya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.