Pengertian Upah, Hukum, Rukun, Syarat Dan Hikmah Disyariatkan Upah Dalam Islam

1. Pengertian Upah.
Upah dalam bahasa Arab disebut dengan Ujrah. Upah dalam istilah yakni derma sesuatu sebagai imbalan dari jerih payah seseorang dalam bentuk imbalan di dunia dan dalam bentuk imbalan di akhirat. Dan ini berbeda sekali pengertian upah dalam istilah barat, yaitu Gaji biasa atau minimum yang dibayarkan pribadi atau tidak langsung, oleh pengusaha kepada pekerja hanya dalam kaitan dengan hubungan kerja, tidak mempunyai keterkaitan erat antara upah dengan moral, dan tidak mempunyai dimensi dunia dan akhirat.

Upah yang diberikan hendaknya berdasarkan tingkat kebutuhan dan taraf kesejahteraan masyarakat setempat. Pada masa khalifah Umar r.a honor pegawai diubahsuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Jika tingkat biaya hidup masyarakat setempat meningkat, maka upah para pegawai maka upah para pegawai harus dinaikkan, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup

2. Hukum Upah.
Pemberian upah hukumnya mubah, tetapi bila hal itu sudah menyangkut hak seseorang sebagai mata pencaharian berarti wajib. Sebagai karyawan/pegawai yakni pemegang amanah majikan/pemilik perusahaan, maka ia wajib untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Allah swt berfirman:

وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ 

Artinya :  “Dan jikalau kau ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kau memperlihatkan pembayaran berdasarkan yang patut." (QS. Al Baqarah: 233)

Sabda nabi saw:

حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: احتجم النبى صل الله عليه وسلم واعطى الحجام اجره (رواه البخاري

Artinya: ”Hadist dari Ibnu Thawus dari ayanya dari Ibnu Abbas  r.a dia  berkata bahwa Nabi Saw pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar upahnya”. (HR.Bukhari)

Upah merupakan hak pekerja yang harus dibayarkan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Menunda-nunda pembayaran upah tidak dibenarkan dalam aliran Islam, alasannya termasuk perbuatan aniaya. Nabi saw bersabda:

ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَزْمَ لْقِيَامَةِ رَجُلٌ اَعْطَى بِيْ ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اِسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يَعْطِهِ أَجْرَهُ (رواه البخارى)

Artinya : “Tiga orang (tiga golongan) yang saya musuhi nanti pada hari kiamat, yaitu (1) orang yang memberi kepadaku kemudian menarik kembali, (2) orang yang menjual orang merdeka kemudian makan harganya (3) orang yang mengupahkan dan telah selesai, tetapi tidak memperlihatkan upahnya.” (HR. Bukhari)

3. Rukun dan Syarat Upah mengupah.
a. Pengupah dan pihak pekerja (Mu’jir dan Musta’jir), syaratnya,

1) Berakal dan mummayiz, namun tidak disyaratkan baligh. Maka tidak dibenarkan mempekerjakan orang gila, belum dewasa yang belum mumayiz dan tidak berakal
2) Ada kerelaan dari keduanya untuk melaksanakan janji ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melaksanakan janji itu, maka akadnya tidak sah
3) Cakap dalam mengendalikan hasrat

b. Shighat (Ijab Qabul)
Shiqat yakni ucapan yang dilontarkan oleh pihak pengupah dan pekerja. Dalam sighat ada ijab dan kabul. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa sedangkan kabul merupakan tanggapan persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu’jir. Misalnya, anda bersedia bekerja pada proyek ini dalam waktu dua bulan dengan upah perharinya Rp.20.000,- dan jenis pekerjaannya yaitu pekerjaan jalan? kemudian buruh menjawab “ya”, saya bersedia

c. Upah atau Imbalan.
Yaitu uang dan sebagainya yang di bayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu. Pembayaran upah ini boleh berupa uang dan boleh berupa benda, dan diisyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, sesuai dengan perjanjian.

d. Adanya Kemanfaatan.
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus mempunyai manfaat yang terang menyerupai mengerjakan pekerjaan proyek, membajak sawah dan sebagainya. Sebelum melaksanakan sebuah janji ijarah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ijarah harus diketahui secara terang semoga terhindar dari perselisihan dikemudian hari baik jenis, sifat barang yang akan disewakan ataupun pekerjaan yang akan dilakukan

4.  Mensegerakan Membayat Upah.
Secara umum, pemberian/penyerahan upah dilakukan seketika pekerjaan itu selesai. Sama halnya dengan jual beli yang pembayarannya pada waktu itu juga. Tetapi pada waktu membuat surat perjanjian boleh dibicarakan dan diputuskan untuk mendahulukan pembayaran upah atau mengakhirkannya. Makara pembayaran upah itu diubahsuaikan dengan suara surat perjanjian pada dikala akan melaksanakan janji upah mengupah.

Namun demikian, memperlihatkan upah lebih dahulu yakni lebih baik, dalam rangka membina saling pengertian percaya mempercayai. Lebih-lebih apabila upah mengupah itu antara majikan dan karyawan yang pada umumnya sangat memerlukan uang untuk kebutuhan biaya makan keluarga dan dirinya sehari-hari.

Yang paling penting yakni semoga kedua belah pihak mematuhi perjanjian yang telah disetujui dan ditanda tangani bersama. Karyawan atau buruh hendaknya mematuhi ketentuan dalam perjanjian, baik perjanjian itu tertulis atau perjanjian lisa. Majikan wajib pula memperlihatkan upah sebagaimana yang telah ditentukan sebelum sempurna pada waktu yang telah ditentukan.
Hadits Nabi Saw :

أَعْطُوْا الْأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَجِفَ عَرَقَهُ (رواه ابن ماجه

Artinya : “Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

5. Hikmah Disyariatkan Upah.
Tujuan dibolehkan ujrah pada dasarnya yakni untuk mendapat laba materil. Namun itu bukanlah tujuan final lantaran perjuangan yang dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Adapun hikmah diadakannya ujaah antara lain:

a. Membina Ketentraman dan Kebahagiaan.
Dengan adanya ijarah akan bisa membina kolaborasi antara mu’jir dan mus’tajir. Sehingga akan membuat kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang menggunakan jasa, maka yang memberi jasa sanggup memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi maka musta’jir tidak lagi galau ketika hendak beribadah kepada Allah Swt.

Dengan transaksi upah-mengupah sanggup berdampak positif terhadap masyarakat terutama dibidang ekonomi, lantaran masyarakat sanggup mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih sanggup memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan aman.

b. Memenuhi Nafkah Keluarga.
Salah satu kewajiban seorang muslim yakni memperlihatkan nafkah kepada keluarganya, yang mencakup istri, belum dewasa dan tanggung jawab lainnya. Dengan adanya upah yang diterima musta’jir maka kewajiban tersebut sanggup dipenuhi. Allah Swt berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Artinya: ”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. (QS. al-Baqarah: 233)

c. Memenuhi Hajat Hidup Masyarakat.
Dengan adanya transaksi ijarah khususnya perihal pemakaian jasa, maka akan bisa memenuhi hajat hidup masyarkat baik yang ikut bekerja maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ujrah merupakan janji yang mempunyai unsur tolong menolong antar sesama.

d. Menolak Kemungkaran.
Diantara tujuan ideal berusaha yakni sanggup menolak kemungkaran  yang kemungkinan besar akan dilakukan oleh yang menganggur. Pada pada dasarnya hikmah ijarah yaitu untuk memudahkan insan dalam memenuhi.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian upah, aturan upah, rukun upah, syarat upah dan hikmah disyariatkan upah dalam Islam. Sumber Buku Fiqih Kelas IX MTS Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel