Pengertian Khas (Khusus), Dalalah Khas, Aturan Lafadz Khas Dan Contohnya
Tuesday, July 21, 2020
Edit
1. Pengertian Khas.
Khas ialah lafadh yang memperlihatkan arti yang tertentu, khusus, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu kebalikan dari ‘Am.
"Suatu lafadh yang dipasangkan pada satu arti yang sudah diketahui (ma’lum) dan manunggal."
Menurut istilah, definisi khas adalah:
Al-khas yaitu lafadh yang diciptakan untuk memperlihatkan pada perseorangan tertentu, ibarat Muhammad. Atau memperlihatkan satu jenis, ibarat lelaki. Atau memperlihatkan beberapa satuan terbatas, ibarat tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafadh-lafadh lain yang memperlihatkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak meliputi semua satuan-satuan itu.
2. Hukum lafadz Khas dan Contohnya.
Lafadz khas dalam nash syara’ yaitu menunjuk pada dalalah qath’iyah (dalil yang pasti) terhadap makna khusus yang dimaksud dan hokum yang ditunjukkan yaitu qath’I selama tidak ada dalil yang memalingkan pada makna lain.
Contohnya :
“Barang siapa tidak menemukann (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib baginya berpuasa tiga hari dalam masa haji.” (QS.al-Baqarah : 196)
Lafadz tsalatsa yaitu khas alasannya mustahil diartikan kurang atau lebih dari tiga hari. Sehingga maknanya bersifat qath’iyah dan hukumnya pun bersifat qath’i.
Sabda Rasulullah Saw :
“Pada setiap empat puluh ekor kambing, wajib zakatnya seekor kambing.” (HR. AbuDawud).
Lafadz arbaina syatan dan syatun yaitu lafadz khas alasannya yang pertama memperlihatkan kadar zakat kambing 40 ekor dan kedua memperlihatkan kadar wajibnya zakat yaitu seekor kambing.
3. Dalalah Khas.
Dalalah khas menunjuk kepada dalalah qath’iyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan aturan yang ditunjukkannya yaitu qath’iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada makna yang lain. Misalnya, firman Allah:
”tetapi bila ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji ” (QS. Al Baqarah (2) : 196
Kata tsalatsah (tiga) dalam ayat di atas yaitu khas, yang mustahil diartikan kurang atau lebih dari makna yang dikehendaki oleh lafadh itu. Oleh alasannya itu dalalah maknanya yaitu qath’iy dan dalalah hukumnya pun qath’iy.
Akan tetapi, apabila ada qarinah, maka lafadh khas harus ditakwilkan kepada maksud makna yang lain. Sebagai pola hadis Nabi yang berbunyi:
Salim pernah membacakan kepadaku sebuah kitab wacana sedekah yang ditulis oleh Rasulullah Saw sebelum Allah Azza Wa Jalla mewafatkannya. Lalu saya mendapat di dalamnya bahwa pada setiap empat puluh kambing sampai seratus dua puluh ekor kambing, zakatnya yaitu satu ekor kambing. (HR. Ibnu Majah).
Menurut jumhur ulama, arti kata empat puluh ekor kambing dan seekor kambing, keduanya yaitu lafadh khas. Karena kedua lafadh tersebut mustahil diartikan lebih atau kurang dari makna yang ditunjuk oleh lafadh itu sendiri.
Dengan demikian, dalalah lafadh tersebut yaitu qath’iy. Tetapi berdasarkan Ulama Hanafiyah, dalam hadis tersebut terdapat qarinah yang mengalihkan kepada arti yang lain. Yaitu bahwa fungsi zakat yaitu untuk menolong fakir miskin. Pertolongan itu sanggup dilakukan bukan hanya dengan memperlihatkan seekor kambing, tetapi juga sanggup dengan menyerahkan harga seekor kambing yang dizakatkan.
Khas ialah lafadh yang memperlihatkan arti yang tertentu, khusus, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu kebalikan dari ‘Am.
هُوَ اللَّفْظُ الْمَوْضُوْعُ لِمَعْنًى وَاحِدٍ مَعْلُوْمٍ عَلَى الإِنْفِرَادِ
"Suatu lafadh yang dipasangkan pada satu arti yang sudah diketahui (ma’lum) dan manunggal."
Menurut istilah, definisi khas adalah:
Al-khas yaitu lafadh yang diciptakan untuk memperlihatkan pada perseorangan tertentu, ibarat Muhammad. Atau memperlihatkan satu jenis, ibarat lelaki. Atau memperlihatkan beberapa satuan terbatas, ibarat tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafadh-lafadh lain yang memperlihatkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak meliputi semua satuan-satuan itu.
2. Hukum lafadz Khas dan Contohnya.
Lafadz khas dalam nash syara’ yaitu menunjuk pada dalalah qath’iyah (dalil yang pasti) terhadap makna khusus yang dimaksud dan hokum yang ditunjukkan yaitu qath’I selama tidak ada dalil yang memalingkan pada makna lain.
Contohnya :
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
“Barang siapa tidak menemukann (binatang qurban atau tidak mampu), maka wajib baginya berpuasa tiga hari dalam masa haji.” (QS.al-Baqarah : 196)
Lafadz tsalatsa yaitu khas alasannya mustahil diartikan kurang atau lebih dari tiga hari. Sehingga maknanya bersifat qath’iyah dan hukumnya pun bersifat qath’i.
Sabda Rasulullah Saw :
فى كل ا ربعين شا ة (رواه ابو داود
“Pada setiap empat puluh ekor kambing, wajib zakatnya seekor kambing.” (HR. AbuDawud).
Lafadz arbaina syatan dan syatun yaitu lafadz khas alasannya yang pertama memperlihatkan kadar zakat kambing 40 ekor dan kedua memperlihatkan kadar wajibnya zakat yaitu seekor kambing.
3. Dalalah Khas.
Dalalah khas menunjuk kepada dalalah qath’iyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan aturan yang ditunjukkannya yaitu qath’iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada makna yang lain. Misalnya, firman Allah:
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
”tetapi bila ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji ” (QS. Al Baqarah (2) : 196
Kata tsalatsah (tiga) dalam ayat di atas yaitu khas, yang mustahil diartikan kurang atau lebih dari makna yang dikehendaki oleh lafadh itu. Oleh alasannya itu dalalah maknanya yaitu qath’iy dan dalalah hukumnya pun qath’iy.
Akan tetapi, apabila ada qarinah, maka lafadh khas harus ditakwilkan kepada maksud makna yang lain. Sebagai pola hadis Nabi yang berbunyi:
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَأَنِي سَالِمٌ كِتَابًا كَتَبَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّدَقَاتِ قَبْلَ أَنْ يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَوَجَدْتُ فِيهِ فِي أَرْبَعِينَ شَاةً شَاةٌ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَإِذَا زَادَتْ وَاحِدَةً
Salim pernah membacakan kepadaku sebuah kitab wacana sedekah yang ditulis oleh Rasulullah Saw sebelum Allah Azza Wa Jalla mewafatkannya. Lalu saya mendapat di dalamnya bahwa pada setiap empat puluh kambing sampai seratus dua puluh ekor kambing, zakatnya yaitu satu ekor kambing. (HR. Ibnu Majah).
Menurut jumhur ulama, arti kata empat puluh ekor kambing dan seekor kambing, keduanya yaitu lafadh khas. Karena kedua lafadh tersebut mustahil diartikan lebih atau kurang dari makna yang ditunjuk oleh lafadh itu sendiri.
Dengan demikian, dalalah lafadh tersebut yaitu qath’iy. Tetapi berdasarkan Ulama Hanafiyah, dalam hadis tersebut terdapat qarinah yang mengalihkan kepada arti yang lain. Yaitu bahwa fungsi zakat yaitu untuk menolong fakir miskin. Pertolongan itu sanggup dilakukan bukan hanya dengan memperlihatkan seekor kambing, tetapi juga sanggup dengan menyerahkan harga seekor kambing yang dizakatkan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana pengertian khas (khusus), dalalah khas, aturan lafadz khas dan contohnya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.