Hukum Dalam Islam: Apa Sih Riba Itu?
Friday, February 24, 2012
Edit
Riba berdasarkan etimologi (bahasa) berasal dari kata riba-yarbu-ribaan (Mulawarman, 2006:257) yang artinya bertambah dan berkembang. Riba yang dimaksud disini yakni tumbuh dan berkembang yang dipengaruhi oleh nilai,lingkungan atau efek subyektivitas.
Pertumbuhan dan pertambahan atas sesuatu yang dilakukan dengan sengaja. Sedangkan berdasarkan Ibnu Al-Arabi AlMaliki dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an menyerupai dikutip oleh Antonio (1999:59),pengertian riba secara bahasa yakni tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Dari pengertian-pengertian riba dan tahap-tahap penurunan ayat-ayat berkaitan dengan riba tersebut diatas sanggup disimpulkan bahwa riba yakni pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam hutang dibayar lebih dari pokoknya, alasannya si peminjam tidak bisa membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau dosis yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul alasannya adanya perbedaan, perubahan, atau perhiasan antara yang diserahkan ketika ini dengan yang diserahkan kemudian.
Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul alasannya adanya perbedaan, perubahan, atau perhiasan antara yang diserahkan ketika ini dengan yang diserahkan kemudian.
Adapun jenis-jenis barang ribawi, diantaranya adalah: 1) Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya, serta 2) Bahan kuliner pokok menyerupai beras, gandum, dan jagung serta materi kuliner perhiasan menyerupai sayur-sayuran dan buah-buahan. secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dengan Islam.
Menurut Antonio (1999:62), secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a) riba hutang-piutang yang terdiri dari riba qardh dan riba jahiliyyah, dan
b) riba jual-beli yang terdiri dari riba fadhl dan riba nasi’ah.
Pengertian dari Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Riba Jahiliyyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya, alasannya si peminjam tidak bisa membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau dosis yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul alasannya adanya perbedaan, perubahan, atau perhiasan antara yang diserahkan ketika ini dengan yang diserahkan kemudian.
Adapun jenis-jenis barang ribawi, diantaranya adalah: 1) Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya, serta 2) Bahan kuliner pokok menyerupai beras, gandum, dan jagung serta materi kuliner perhiasan menyerupai sayur-sayuran dan buah-buahan. Terdapat beberapa pandangan dari kalangan non muslim mengenai riba, (dalam Antonio,1999:69), diantaranya yakni Konsep bunga di kalangan Yahudi. Kitab Levicitus (Imamat) pasal 35 ayat 7 menyatakan:
“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, semoga saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kamu berikan dengan meminta riba”.
Yang kedua yakni konsep bunga di Kalangan Yunani dan Romawi. Para hebat filsafat Yunani dan Romawi menganggap bahwa bunga yakni sesuatu yang hina dan keji. Sedangkan pandangan Para Reformis Nasrani (Abad XIV – Tahun 1836) mengungkapkan beberapa pendapat menyerupai yang diungkapkan oleh Calvin sehubungan dengan bunga antara lain: 1) Dosa apabila bunga memberatkan, 2) Uang sanggup membiak, 3) Tidak mengakibatkan pengambil bunga sebagai profesi, 4) Jangan mengambil bunga dari orang miskin.