Akar Problem Terorisme: Muslim Yang Terzalimi


Pendahuluan

Penyebutan istilah 'terorisme' di media terlihat cukup diskriminatif. Selalu saja capat 'terorisme' dilontarkan ketika terkait dengan Islam. Lain halnya kalau teror dilakukan bukan atas nama unsur-unsur Islam. Hal ini tidak lain karena, asal mula isu terorisme terlontar dari Barat guna menghadapi Islam. 


Memang benar segala macam bentuk teror tidak dibenarkan oleh aliran Islam. Namun hal yang fundamental yang perlu dipahami yaitu akar-akar timbulnya teror dari golongan Islam itu sendiri. Dari banyak sekali media kita sanggup menyimpulkan bahwa gerakan-gerakan militan 'teror' dari golongan umat Islam itu berawal dari afghanistan, dimana negara tersebut yaitu negara yang notabene merupakan negara yang masih terjajah (penuh konflik). Dengan kondisi perang yang terus berkelanjutan dan ditambah semakin mudahnya informasi global diperoleh, maka tidak heran muncul doktrin-doktrin radikal dalam nuansa peperangan. Dan akibatnya doktrin-doktrin radikal ini menyebar ke wilayah-wilayah umat Islam lainnya. 


suara-media.com: Terorisme dan Ketidakadilan Global

Isu Terorisme 

Masalah yang jarang disentuh oleh media massa ketika mengangkat isu terorisme yaitu ketidakadilan global. Padahal faktor ketidakadilan global menjadi salah satu pemicu serangan terhadab barat atau objek-objek yang dianggap berafiliasi dengan barat. Penjajahan yang dilakukan barat di dunia Islam, termasuk proteksi membabi buta barat terhadap penjajahan zionis Israel di Palestina, merupakan cerminan dari ketidakadilan itu.

Ketika 9 orang terbunuh jawaban pengeboman di hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton, banyak orang yang mengecam agresi tersebut. Sikap yang sama seharusnya muncul ketika ratusan ribu umat Islam terbunuh pasca invasi AS di Iraq. Mengutip laporan yang dimuat Jurnal Lancet, lebih dari 650 ribu warga sipil Iraq tewas semenjak invasi AS pada tahun 2003 dan jumlah itu tentu saja terus saja bertambah hingga kini.

Amerika serikat dimaklumi murka ketika gedung WTC diserang yang mengakibatkan sekitar 3000 orang terbunuh. Sebaliknya, tentu sanggup dimaklumi juga umat Islam murka ketika pasukan Amerika terus menerus membunuh rakyat sipil di Afghanistan dan Pakistan. PBB menyampaikan jumlah penduduk sipil yang tewas di Afghanistan tahun ini meningkat 24 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laporan PBB menyebutkan lebih dari 1.000 orang tewas dalam enam bulan pertama tahun ini. Jumlah korban serangan AS terhadap rakyat sipil di perbatasan Pakistan-Afghanistan pun terus meningkat.

Bandingkan pula perilaku dunia barat ketika Israel menyerang Gaza. Angka korban serangan Israel ke jalur Gaza semenjak 27 desember 2008 hingga 18 januari 2009 malah mencapai 1313 atau rata-rata 59 orang tewas perhari atau setiap jam lebih 2 orang tewas. Tidak hanya itu, Israel juga mengakui memakai senjata kimia yang mengerikan, yakni fosfor putih. Belum lagi yang terbunuh jawaban isolasi jalur Gaza oleh Israel. Alih-alih mengecam Israel, Amerika, Inggris dan sekutunya malah membela Israel. Untuk kasus Indonesia, ketidakadilan itu juga tampak dari perilaku yang diskriminatif terhadap pembunuhan umat Islam di Ambon, Poso, atau kerusuhan di Sampit.

Berkaitan dengan pengeboman pada juli 2005 di London, pemerintahan Inggris memperlihatkan peringatan bahwa keterlibatan dalam invasi AS ke Iraq telah meningkatkan adanya bahaya serangan jawaban terhadap Inggris. Laporan yang bocor dari Joint Terrorims Center (JTAC) Inggris, yang mendahului serangan tersebut, memperingatkan: "peristiwa-peristiwa yang terjadi di Iraq semakin menjadi motivasi dan fokus sejumlah teroris berkaitan dengan kegiatan di Inggris."

Pada april 2005, sebuah laporan yang ditulis oleh Joint Intelligence Committee (JIC) berjudul "International Terrorism Impact of Iraq" bahkan lebih eksplisit menyatakan: “kami menilai bahwa konflik yang terjadi di Iraq telah memperburuk bahaya terorisme internasional dan akan terus memperlihatkan dampak dalam jangka waktu yang lama. Konflik tersebut telah memperkuat kegigihan para teroris yang telah melaksanakan serangan ke negara-negara barat dan memotivasi orang-oran lain yang tidak melakukannya.”

Seharusnya siapapun yang menginginkan kekerasan global dihentikan, juga harus dengan tegas meminta AS dan negara-negara imperialis lainnya menghentikan kebijakan yang eksploitatif dan diskriminatif terhadap dunia Islam. Masyarakat barat sendiri seharusnya meminta penguasa mereka supaya menarik tentara negaranya dari Iraq, Afghanistan, dan negeri Islam lainnya. Termasuk menghentikan proteksi membabi buta terhadap Israel.

Bagi umat Islam, ketidakadilan global ini harus dihentikan. Berharap pada negara-negara imperialis untuk menghentikan kejahatan mereka sangatlah sulit. Karena selama barat masih mengadopsi ideologi kapitalisme, penjajahan akan menjadi metode baku yang tidak berubah. Tidak ada pilihan lagi, kecuali umat Islam bersatu membangun kekuatan global khilafah Islam yang akan melindungi umat Islam dari bulan-bulanan negara imperialis.

(red: itulah alasan sebagian umat Islam berkeinginan berpengaruh untuk membangun khilafah global. )

Isu Terorisme & Serangan Terhadap Islam

Sebenarnya isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya yaitu perang melawan Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh Islam mencoba membidik Islam dan kaum Muslimin di balik isu terorisme. Mereka takut dengan bangkitnya kaum muslimin. Dengan demikian mereka berusaha sekuat tenaga dan dengan banyak sekali macam cara untuk menghancurkan kebangkitan kaum Muslimin, salah satunya dengan melancarkan perang melawan terorisme.

Saat ini umat Islam menjadi tertuduh dan semua ketakutan dengan segala hal ihwal Islam, alasannya selalu dikait-kaitkan dengan isu terorisme. Para pelajar, penggagas Islam dan semisalnya menjadi resah. Mereka khawatir dituduh dan dianggap sebagai sarang dan penyedia serta membantu kegiatan terorisme.

Gerakan-gerakan dakwah pun dicurigai meskipun gerakan dakwah itu terbuka dan tak ada sangkut pautnya dengan teroris. Beberapa orang pun mengawasi ketat anak remajanya yang mau berangkat mengaji. Padahal hal itu tak pernah terjadi sebelumnya. Mereka menanyakan ngajinya sama siapa, tempatnya di mana, dan segala macam secara berulang-ulang.

Sikap paranoid ini muncul belakangan di beberapa daerah. Ini terjadi sesudah televisi dengan sangat gencar berbagi isu terorisme semenjak penyerbuan di Temanggung, Jawa Tengah. Bukannya obyektif, pemberitaan di media massa cenderung menstigmatisasi negatif Islam dan kaum muslimin.

Belum terperinci benar siapa pelakunya, media massa pribadi menyorot pesantren. Pesantren dianggap mengajarkan jihad dan ini menjadi pandangan gres para teroris. Media massa pun sibuk mencari latar belakang orang-orang yang diduga teroris dengan melaksanakan interogasi dan inkuisisi terhadap almamater, keluarga, dan para tetangga.

Tampa disaring, isu isu pribadi disiarkan. Padahal tidak semua sumber isu yang didapatkannya layak disiarkan.

Hal yang sama tidak pernah dilakukan terhadap para koruptor. Adakah media massa yang pernah mengaitkan koruptor dengan almamaternya? Kemudian menyatakan bahwa unversitas X telah mengajarkan korupsi? Atau mencari guru dan dosennya alasannya dianggap sebagai pandangan gres untuk korupsi?

Sikap media ini tidak lepas dari upaya pihak-pihak tertentu untuk mengakibatkan media sebagai corong dalam menyerang Islam dan kaum muslimin. Lihat saja bagaimana media massa seolah jadi ‘orang bodoh’ dan berdasarkan saja dengan isyarat sumber-sumber mereka. Sikap kritis mereka hilang. Bahkan untuk mencari alternatif narasumber lagi. Sampai-sampai ketika sumber-sumber isu mereka memberitakan isu yang salah pun, ditelan mentah-mentah. Perhatikan ketika penyerangan di Temanggung terjadi, dalam siaran langsungnya, mereka ibarat koor menyanyikan lagu bahwa teroris yang terbunuh yaitu gembong teroris Noordin M Top. Ternyata bukan.

Telah terjadi trial by the press (pengadilan oleh meda massa), yang dampaknya jauh lebih kejam. Media pun tergiring oleh frame berpikir musuh-musuh Islam yang menggeneralisasi para teroris dengan Islam. Isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya disebarluaskan dan dikerjakan oleh media massa yang pada hakikatnya untuk menghilangkan kebangkitan Islam.

Ironisnya, media massa seolah maklum saja dengan tindakan brutal Amerika dan sekutunya menebar bom dan janjkematian di mana-mana. Media massa tidak pernah menyebut mereka sebagai teroris, meski korban tewas jauh lebih banyak dan massif.

Media memang telah menjadi alat bagi kapitalisme global dalam mempertahankan hegemoninya. Di masa informasi dimana kemenangan ditentukan oleh penguasa sumber-sumber informasi, media massa yaitu salah satu pilar kapitalisme.

Barat paham betul bahwa Islam yaitu musuh berikutnya sesudah komunisme runtuh. Islam yaitu ancaman. Karenanya, kebangkitan Islam mesti dihalang-halangi. Caranya sanggup melalui hard dan soft power. Untuk itu barat dan antek-anteknya mendekonstruksi persepsi masyarakat terhadap Islam untuk melahirkan perilaku moderat bahkan liberal. Mereka tidak mau Islam tampil apa adanya sesuai Al Alquran dan As Sunnah. Sikap moderat dan liberal ini dianggap pas dengan hegemoni dan determinasi barat.

Sangat tidak mengherankan bila di tengah isu terorisme yang sedang hangat kini tiba-tiba muncul pernyataan beberapa tokoh yang mencoba menggeneralisasi bahwa terorisme itu yaitu harapan menerapkan syariah Islam dalam Daulah Islam. Mereka mencoba menebar ‘pukat harimau’ untuk menjaring penggagas pergerakan Islam.

Mereka tampaknya tutup mata-atau memang sengaja terhadap fakta bahwa tidak semua gerakan yang memperjuangkan syariah Islam dan khilafah oke dengan agresi terorisme. Modus mereka ini sama dan sebangun dengan gaya Amerika dan barat umumnya melihat Islam pasca peristiwa WTC pada September 2001.

Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan oleh pihak asing. Tujuannya yaitu melemahkan umat Islam Indonesia sehingga Islam tidak sanggup bangun menjadi sebuah kekuatan yang besar di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.

Oleh alasannya itu perlu waspada terhadap segala budi kancil musuh-musih Islam tersebut. Para pengembang dakwah harus terus istiqomah mendakwahkan Islam dan mengembalikan kejayaan Islam dengan metode dakwah yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW.

Siapa Teroris Sebenarnya ? Sadarlah Wahai Kaum Muslimin…!

Jadi, siapakah terorisme yang bahwasanya ? Kalau kita mau meneliti sejarah, maka terlalu banyak dan panjang catatan insiden sejarah Amerika yang sanggup mengambarkan bahwa Amerika yaitu teroris sejati. Amerika dengan proteksi sekutunya NATO, berhasil menekan PBB untuk mengembargo Irak.

Jika definisi teror yaitu membunuh rakyat sipil yang tak berdosa; anak-anak, perempuan dan orang tua, maka mereka atau Amerika yaitu teroris paling pertama, teratas dan terjahat yang dikenal oleh sejarah umat manusia. Mereka telah membantai jutaan rakyat sipil tak berdosa di seluruh dunia; Jepang, Vietnam, Afghanistan, Iraq, Palestina, Chechnya, Indonesia dan banyak negara lainnya.

Jika definisi teror yaitu membom tempat-tempat dan kepentingan-kepentingan umum, mereka yaitu pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang mengajarkan, memulai dan menekuni hal itu.

Jika definisi teror yaitu menebarkan ketakutan demi meraih kepentingan politik, maka merekalah yang pertama, teratas dan terjahat yang melaksanakan hal itu di seluruh penjuru dunia.

Jika definisi teror yaitu pembunuhan misterius terhadap lawan politik, maka mereka yaitu pihak pertama, teratas dan terjahat yang melaksanakan hal itu.

Jika definisi mendukung teroris yaitu membiayai, melatih dan memberi proteksi kepada para pelaku kejahatan, maka mereka yaitu pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang melaksanakan hal itu. Mereka sanggup berada di balik banyak sekali perebutan kekuasaan di seluruh penjuru dunia. Aliansi Utara di Afghanistan, John Garang di Sudan, Israel di bumi Islam Palestina, Serbia dan Kroasia di bekas negara Yugoslavia, dan banyak pola lainnya merupakan bukti konkrit tak terbantahkan bahwa The Real Terrorist yaitu Amerika dan sekutu-sekutunya!

Dengan demikian, sesudah ummat mengetahui rencana apa di balik isu terorisme, siapa teroris sebenarnya, maka mereka juga harus tetap sabar, tawakal, dan yakin bahwa Islam niscaya menang. Hal ini sebagaimana janji Allah SWT dalam firmanNya :

“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar (Islam) untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS At Taubah, 9 : 33 & QS Ash Shaff, 61 : 9)

Wallahu’alam bis Showab!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel