Kisah Percintaan Zainab Putri Rasul Muhammad Saw
Friday, September 14, 2012
Edit
Assalamualaikum wr wb. alhamdulilah pada peluang kali ini kami memperlihatkan kisah cinta putri rasul saw , yang sungguh indah dan menujukan kebesaran Alah swt inilah artikel Kisah Percintaan Zainab Putri Rasul Muhammad Saw selaku berikut :
Cinta tak cukup untuk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan sudah berbeda, tak kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yang telah
terpisahkan sekian lama.
Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibundanya, seorang perempuan bangan Quraisy, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu, ketika ayahnya memasuki usia tiga puluh tahun. Dia berjulukan Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibunya, sang putri yang memukau ini disunting oleh seorang pemuda, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid, saudari perempuan Khadijah. Ketika itu, Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung untuk pengantin putrinya. Dari ijab kabul itu, lahir Umamah dan ‘Ali, dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha untuk menyambutnya. Namun, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yang berbeda…
Orang-orang musyrik pun mendesak Abul ‘Ash untuk menceraikan Zainab, tetapi Abul ‘Ash dengan tegas menolak mentah-mentah seruan mereka. Akan tetapi, Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan untuk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, terukir insiden Badr. Dalam peperangan itu, terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha untuk keleluasaan suaminya. Ketika menyaksikan kalung itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yang sudah tiada. Betapa terharu hati ia mengingat putri yang dicintainya. Lalu ia berkata pada para shahabat, “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yang dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash untuk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bareng salah seorang Anshar sembari berkata, “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj hingga berjumpa dengan Zainab, kemudian bawalah dia kemari.”
Berpisahnya Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam, meninggalkan suaminya yang masih berkubang dalam kesyirikan.
Menjelang insiden Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bareng rombongan jualan menenteng barang-barang barang jualan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu berjumpa dengan seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan jualan itu. Pasukan muslimin pun sukses memukau mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, tetapi Abul ‘Ash sukses meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan rahasia menemui istrinya, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat bangun menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu, Zainab radhiallahu ‘anha berseru dengan bunyi lantang, “Wahai kaum muslimin, sebenarnya saya sudah memperlihatkan tunjangan terhadap Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari bertanya, “Kalian mendengar apa yang saya dengar?” “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Sesungguhnya saya tidak mengenali apa pun hingga saya mendengar apa yang gres saja kalian dengar.”
Kemudian ia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putrinya dan berpesan, “Wahai putriku, muliakanlah dia, tetapi jangan sekali-kali dia mendekatimu alasannya dirimu tidak halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya dia tiba semata untuk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka, “Sesungguhnya Abul ‘Ash tergolong keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian sudah mengambil hartanya selaku fai’ yang diberikan Allah terhadap kalian. Namun saya ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya dan tidak menyusut sedikit pun. Segera dia menenteng harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab, “Semoga Allah memperlihatkan akibat yang bagus padamu. Engkau sungguh-sungguh seorang yang mulia dan menyanggupi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan, “Sesungguhnya saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad yaitu hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam ketika itu, kecuali saya khawatir kalian mengira bahwa saya menyantap harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu terhadap kalian masing-masing, saya masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah, hingga berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi Islam.
Enam tahun bukanlah jangka waktu yang sebentar. Akhir penantian yang sekian usang pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercintanya, Zainab radhiallahu ‘anhu terhadap suaminya, Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu, dengan nikahnya yang dahulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan sekarang bareng meniti jalan mereka …
Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menetapkan taqdir-Nya. Tak usang setelah konferensi itu, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb-nya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, meninggalkan kekasihnya untuk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yang memandikan jenazahnya, ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Darinya terpapar kisah dimandikannya mayat Zainab radhiallahu ‘anha, sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu, rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazahnya dikemas dengan kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu sudah pergi.
Subhaallah inilah kisah cinta sejati yang pantas kita buat referensi kalau jodoh pasti tak akan berpisah semoga artikel Kisah Percintaan Zainab Putri Rasul Muhammad Saw ini berfaedah trimakasi.
Cinta tak cukup untuk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan sudah berbeda, tak kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yang telah
terpisahkan sekian lama.
Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibundanya, seorang perempuan bangan Quraisy, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu, ketika ayahnya memasuki usia tiga puluh tahun. Dia berjulukan Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semasa hidup ibunya, sang putri yang memukau ini disunting oleh seorang pemuda, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid, saudari perempuan Khadijah. Ketika itu, Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung untuk pengantin putrinya. Dari ijab kabul itu, lahir Umamah dan ‘Ali, dua putra-putri Abul ‘Ash.
Tatkala cahaya Islam merebak, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha untuk menyambutnya. Namun, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yang berbeda…
Orang-orang musyrik pun mendesak Abul ‘Ash untuk menceraikan Zainab, tetapi Abul ‘Ash dengan tegas menolak mentah-mentah seruan mereka. Akan tetapi, Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan untuk bertolak ke bumi hijrah.
Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, terukir insiden Badr. Dalam peperangan itu, terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.
Penduduk Makkah pun mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha untuk keleluasaan suaminya. Ketika menyaksikan kalung itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yang sudah tiada. Betapa terharu hati ia mengingat putri yang dicintainya. Lalu ia berkata pada para shahabat, “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah!”
Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yang dijadikan harta tebusan itu.
Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash untuk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bareng salah seorang Anshar sembari berkata, “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj hingga berjumpa dengan Zainab, kemudian bawalah dia kemari.”
Berpisahnya Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam, meninggalkan suaminya yang masih berkubang dalam kesyirikan.
Menjelang insiden Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bareng rombongan jualan menenteng barang-barang barang jualan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu berjumpa dengan seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan jualan itu. Pasukan muslimin pun sukses memukau mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, tetapi Abul ‘Ash sukses meloloskan diri.
Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan rahasia menemui istrinya, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta perlindungan.
Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat bangun menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu, Zainab radhiallahu ‘anha berseru dengan bunyi lantang, “Wahai kaum muslimin, sebenarnya saya sudah memperlihatkan tunjangan terhadap Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”
Usai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari bertanya, “Kalian mendengar apa yang saya dengar?” “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Sesungguhnya saya tidak mengenali apa pun hingga saya mendengar apa yang gres saja kalian dengar.”
Kemudian ia Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putrinya dan berpesan, “Wahai putriku, muliakanlah dia, tetapi jangan sekali-kali dia mendekatimu alasannya dirimu tidak halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya dia tiba semata untuk mencari hartanya.”
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka, “Sesungguhnya Abul ‘Ash tergolong keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian sudah mengambil hartanya selaku fai’ yang diberikan Allah terhadap kalian. Namun saya ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami akan kembalikan harta itu padanya.”
Seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya dan tidak menyusut sedikit pun. Segera dia menenteng harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab, “Semoga Allah memperlihatkan akibat yang bagus padamu. Engkau sungguh-sungguh seorang yang mulia dan menyanggupi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan, “Sesungguhnya saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad yaitu hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam ketika itu, kecuali saya khawatir kalian mengira bahwa saya menyantap harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu terhadap kalian masing-masing, saya masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah, hingga berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi Islam.
Enam tahun bukanlah jangka waktu yang sebentar. Akhir penantian yang sekian usang pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercintanya, Zainab radhiallahu ‘anhu terhadap suaminya, Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu, dengan nikahnya yang dahulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan sekarang bareng meniti jalan mereka …
Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menetapkan taqdir-Nya. Tak usang setelah konferensi itu, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb-nya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, meninggalkan kekasihnya untuk selamanya.
Di antara para shahabiyyah yang memandikan jenazahnya, ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Darinya terpapar kisah dimandikannya mayat Zainab radhiallahu ‘anha, sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu, rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazahnya dikemas dengan kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu sudah pergi.
Subhaallah inilah kisah cinta sejati yang pantas kita buat referensi kalau jodoh pasti tak akan berpisah semoga artikel Kisah Percintaan Zainab Putri Rasul Muhammad Saw ini berfaedah trimakasi.