Strategi Dan Metode Dakwah Khalifah Debu Bakar
Wednesday, July 5, 2017
Edit
Strategi dan Metode Dakwah Abu Bakar,
1. Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi harapan meluap untuk memperlihatkan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika mempunyai harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun insan tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian saat Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya dia duduk di mimbar sedang Umar bangkit di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan kebanggaan terhadap Allah Swt sebagai pemilik segala kebanggaan dan senjung.
Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, saya telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah saya hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan sesudah para sahabat wafat dan tolong-menolong Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jikalau kalian berpegang teguh dengannya, Allah niscaya akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan tolong-menolong Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia yaitu sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua saat ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang- orang segera membai’at Abu Bakar secara umum sesudah sebelumnya dibai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan sesudah memuji Allah Pemilik segala pujian, dia berkata: “Amma ba’du, hai sekalian insan tolong-menolong saya telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan saya bukanlah yang terbaik, maka jikalau saya berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jikalau saya bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran yaitu amanah, sementara dusta yaitu suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian tolong-menolong berpengaruh di sisiku sampai saya sanggup mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang berpengaruh di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku sampai saya akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali saya timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah saya selama saya mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jikalau saya tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
2. Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan seni administrasi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menjadikan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran alasannya gugur di medan peperangan. Oleh alasannya itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di aneka macam media menyerupai pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan kiprah tersebut, alasannya belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, alasannya alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akibatnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan kiprah pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang sanggup dinikmati oleh peradaban insan kini yaitu usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi pola dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an sampai menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi ajaran utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh alasannya itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan seni administrasi dakwah gres yaitu dakwah melalui goresan pena menyerupai menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk goresan pena mempunyai rentang waktu yang relative panjang alasannya tak lekang oleh zaman dan sanggup dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
3. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang dipakai dalam memakai situasi kemungkaran. Kata tangan sanggup diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai seni administrasi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.
Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat beropini untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta dukungan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir beropini demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ashShiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”.
Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah saya akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat yaitu harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89).
Abu Bakar juga memakai kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
4. Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal.
Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan pribadi oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang kiprah ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada menyerupai Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memperlihatkan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya menciptakan semoga bagaimana Abu Bakar ashShiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Disamping Baitul Mal dan forum peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk forum Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukanpasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang administrator Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di tempat kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan sentra ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70).
5. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang sanggup ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun sesudah menjabat sebagai khalifah.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga populer tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras semenjak dahulu. Sebagai pengusaha sukses semenjak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mendapatkan jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya yaitu orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk usaha Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa senang menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melaksanakan pekerjaan-pekerjan orang kecil menyerupai memerah susu, meskipun ia yaitu pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan alasannya ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia mempunyai segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal seni administrasi dan metode dakwah Khalifah Abu Bakar. Sumber Modul 3 Perkembangan Islam Masa Khulajaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
1. Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi harapan meluap untuk memperlihatkan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika mempunyai harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun insan tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian saat Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya dia duduk di mimbar sedang Umar bangkit di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan kebanggaan terhadap Allah Swt sebagai pemilik segala kebanggaan dan senjung.
Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, saya telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah saya hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan sesudah para sahabat wafat dan tolong-menolong Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jikalau kalian berpegang teguh dengannya, Allah niscaya akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan tolong-menolong Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia yaitu sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua saat ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang- orang segera membai’at Abu Bakar secara umum sesudah sebelumnya dibai’at di Saqifah.
Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan sesudah memuji Allah Pemilik segala pujian, dia berkata: “Amma ba’du, hai sekalian insan tolong-menolong saya telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan saya bukanlah yang terbaik, maka jikalau saya berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jikalau saya bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran yaitu amanah, sementara dusta yaitu suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian tolong-menolong berpengaruh di sisiku sampai saya sanggup mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang berpengaruh di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku sampai saya akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali saya timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah saya selama saya mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jikalau saya tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
2. Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan seni administrasi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menjadikan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran alasannya gugur di medan peperangan. Oleh alasannya itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di aneka macam media menyerupai pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan kiprah tersebut, alasannya belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, alasannya alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akibatnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan kiprah pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang sanggup dinikmati oleh peradaban insan kini yaitu usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi pola dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an sampai menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi ajaran utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh alasannya itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan seni administrasi dakwah gres yaitu dakwah melalui goresan pena menyerupai menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk goresan pena mempunyai rentang waktu yang relative panjang alasannya tak lekang oleh zaman dan sanggup dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
3. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang dipakai dalam memakai situasi kemungkaran. Kata tangan sanggup diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai seni administrasi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.
Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat beropini untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta dukungan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir beropini demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ashShiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”.
Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah saya akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat yaitu harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89).
Abu Bakar juga memakai kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
4. Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal.
Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan pribadi oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang kiprah ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada menyerupai Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memperlihatkan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya menciptakan semoga bagaimana Abu Bakar ashShiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Disamping Baitul Mal dan forum peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk forum Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukanpasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang administrator Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di tempat kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan sentra ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70).
5. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang sanggup ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun sesudah menjabat sebagai khalifah.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga populer tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras semenjak dahulu. Sebagai pengusaha sukses semenjak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mendapatkan jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya yaitu orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk usaha Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa senang menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melaksanakan pekerjaan-pekerjan orang kecil menyerupai memerah susu, meskipun ia yaitu pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan alasannya ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia mempunyai segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal seni administrasi dan metode dakwah Khalifah Abu Bakar. Sumber Modul 3 Perkembangan Islam Masa Khulajaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.