Wawasan Kebangsaan Dalam Prespektif Quran Dan Hadis
Sunday, July 9, 2017
Edit
Untuk memahami wawasan Alquran wacana paham kebangsaan, salah satu pertanyaan yang sanggup muncul adalah, "Kata apakah yang bergotong-royong dipergunakan oleh Alquran untuk mengatakan konsep bangsa atau kebangsaan? Apakah sya'b, qaum, atau ummah?" Kata ‘qaum” dan “qaumiyah” sering dipahami dengan arti bangsa dan kebangsaan. Kebangsaan Arab dinyatakan oleh orang-orang Arab sampaumur ini dengan istilah Al-Qaumiyah Al-'Arabiyah.
Sebelumnya, Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku Mu'jam Al-Wasith menerjemahkan "bangsa" dengan kata ummah. Kata sya'b juga diterjemahkan sebagai "bangsa" mirip ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI, yaitu saat menafsirkan surat Al-Hujurat (49): 13. Apakah untuk memahami wawasan Alquran wacana paham kebangsaan perlu merujuk kepada ayat-ayat yang memakai kata-kata tersebut, sebagaimana ditempuh oleh sebagian orang selama ini ? Misalnya, dengan mengatakan Alquran surat Al-Hujurat 13 :
yaa ayyuhaa nnaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'inda laahi atqaakum inna laaha 'aliimun khabiir
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan mengakibatkan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S Al-Hujurat: 13)
Apakah dari ayat ini, nampak bahwa Islam mendukung paham kebangsaan lantaran Allah Swt telah membuat insan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa? Mestikah untuk mendukung atau menolak paham kebangsaan, kata qaum yang ditemukan dalam Alquran sebanyak 322 kali itu ditoleh? Dapatkah dikatakan bahwa pengulangan yang sedemikian banyak, merupakan bukti bahwa Alquran mendukung paham kebangsaan? Bukankah para Nabi menyeru masyarakatnya dengan, "Ya Qaumi" (Wahai kaumku/bangsaku), walaupun mereka tidak beriman kepada ajarannya? (Perhatikan contohnya Alquran surat Hud (11): 63, 64, 78, 84, dan lain lain!).
qaala yaa qawmi ara-aytum in kuntu 'alaa bayyinatin min rabbii waaataanii minhu rahmatan faman yanshurunii mina laahi in 'ashaytuhu famaa taziiduunanii ghayra takhsiir
Shaleh berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu kalau saya memiliki bukti yang konkret dari Tuhanku dan diberi-Nya saya rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong saya dari (azab) Allah kalau saya mendurhakai-Nya. Sebab itu kau tidak menambah apapun kepadaku selain daripada kerugian" (QS. Hud :63)
wayaa qawmi haadzihi naaqatu laahi lakum aayatan fadzaruuhaa ta'kul fii ardhi laahi walaa tamassuuhaa bisuu-in faya'khudzakum 'adzaabun qariib
"Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang mengatakan kebenaran) untukmu, alasannya ialah itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kau mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menimbulkan kau ditimpa azab yang dekat" (QS. Hud :64)
wajaa-ahu qawmuhu yuhra'uuna ilayhi wamin qablu kaanuu ya'maluuna ssayyi-aati qaala yaa qawmi haaulaa-i banaatii hunna athharu lakum fattaquu laaha walaa tukhzuuni fii dhayfii alaysa minkum rajulun rasyiid
"Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan semenjak dahulu mereka selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kau mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (QS. Hud :78)
wa-ilaa madyana akhaahum syu'ayban qaala yaa qawmi u'buduu laaha maa lakum min ilaahin ghayruhu walaa tanqushuu lmikyaala walmiizaana innii araakum bikhayrin wa-innii akhaafu 'alaykum 'adzaaba yawmin muhiith
"Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kau kurangi dosis dan timbangan, sesungguhnya saya melihat kau dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya saya khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)" (QS. Hud :84)
Di sisi lain, dapatkah dibenarkan pandangan sebagian orang yang bermaksud mempertentangkan Islam dengan paham kebangsaan, dengan menyatakan bahwa Allah SWT dalam Alquran memerintahkan Nabi saw untuk menyeru masyarakat tidak dengan kata qaumi, tetapi, "Ya ayyuhan nas" (wahai seluruh manusia), serta menyeru kepada masyarakat yang mengikutinya dengan "Ya ayyuhal ladzina 'amanu?" Benarkah dalam Al-Quran tidak ditemukan bahwa Nabi Muhammad saw memakai kata qaum untuk menunjuk kepada masyarakatnya, mirip yang ditulis sebagian orang?
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab untuk menemukan wawasan Alquran wacana paham kebangsaan, tidak cukup sekadar menoleh kepada kata-kata tersebut yang dipakai oleh Al-Quran, lantaran pengertian semantiknya sanggup berbeda dengan pengertian yang dikandung oleh kata bangsa atau kebangsaan. Kata sayyarah yang ditemukan dalam Alquran misalnya, masih dipakai sampaumur ini, meskipun maknanya kini telah bermetamorfosis mobil. Makna ini tentunya berbeda dengan maksud Alquran saat menceritakan ucapan saudara-saudara Nabi Yusuf A.s. yang membuangnya ke dalam sumur dengan impian dipungut oleh sayyarah yakni kafilah atau rombongan musafir. (Baca QS Yusuf [12]: 10).
qaala qaa-ilun minhum laa taqtuluu yuusufa wa-alquuhu fii ghayaabati ljubbi yaltaqithhu ba'dhu ssayyaarati in kuntum faa'iliin
Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kau bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, kalau kau hendak berbuat". (QS Yusuf : 10)
Kata sya'b, yang hanya sekali ditemukan dalam Quran, itu pun berbentuk plural, dan pada mulanya memiliki dua makna, cabang dan rumpun. Pakar bahasa Abu 'Ubaidah -- mirip dikutip oleh At-Tabarsi dalam tafsirnya-- memahami kata sya'b dengan arti kelompok non-Arab, sama dengan qabilah untuk suku-suku Arab. Betapapun, kedua kata yang disebutkan tadi, dan kata-kata lainnya, tidak mengatakan arti bangsa sebagaimana yang dimaksud pada istilah masa kini. Hal yang dikemukakan ini, tidak lantas mengakibatkan surat Al-Hujurat yang diajukan tertolak sebagai argumentasi pandangan kebangsaan yang direstui Quran. Hanya saja, cara pembuktiannya tidak sekadar menyatakan bahwa kata sya'b sama dengan bangsa atau kebangsaan.
Ayat-ayat Alquran yang membahas nilai-nilai wawasan kebangsaan, mirip halnya Alquran memerintahkan persatuan dan kesatuan sebagaimana dalam QS. Al-Anbiya’: 92; Q.S Al-Mu’minun: 52 dan Q.S Al-Imran: 105.
inna haadzihi ummatukum ummatan waahidatan wa-anaa rabbukum fau'buduu
Artinya: Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, ialah agama kau semua, agama yang satu, dan saya ialah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku."(Q.S. Al-Anbiya: 92)
wa-inna haadzihi ummatukum ummatan waahidatan wa-anaa rabbukum fattaquun
Artinya: “Telah akrab kepada insan hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)” (Q.S Al-Mu’minun: 52)
walaa takuunuu kalladziina tafarraquu wakhtalafuu min ba'di maa jaa-ahumu lbayyinaatu waulaa-ika lahum 'adzaabun 'azhiim
Artinya: “Dan janganlah kau mirip orang-orang yang berceraiberai dan berselisih setelah tiba keterangan yang terperinci kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang menerima siksa yang berat” (Q.S. Al-Imran: 105)
Selain ayat-ayat quran di atas, dalam hadis juga dijelaskan wacana konsep wawasan kebangsaan, di antaranya:
Musnad Ahmad 12162: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim telah menceritakan kepada kami al-Harits bin 'Umair dari Humaid, at-thowil dari Anas, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam kalau tiba dari suatu perjalanan dan melihat kedinding-dinding Madinah, ia percepat untanya dan kalau diatas kendaraannya, ditarik-tariknya, lantaran begitu cintanya kepada Madinah
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana wawasan kebangsaan dalam prespektif Alquran dan Hadis. Sumber Modul 6 Konsep Pendidikan huruf dalam Alquran Hadis , PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sebelumnya, Pusat Bahasa Arab Mesir pada 1960, dalam buku Mu'jam Al-Wasith menerjemahkan "bangsa" dengan kata ummah. Kata sya'b juga diterjemahkan sebagai "bangsa" mirip ditemukan dalam terjemahan Al-Quran yang disusun oleh Departemen Agama RI, yaitu saat menafsirkan surat Al-Hujurat (49): 13. Apakah untuk memahami wawasan Alquran wacana paham kebangsaan perlu merujuk kepada ayat-ayat yang memakai kata-kata tersebut, sebagaimana ditempuh oleh sebagian orang selama ini ? Misalnya, dengan mengatakan Alquran surat Al-Hujurat 13 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
yaa ayyuhaa nnaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'inda laahi atqaakum inna laaha 'aliimun khabiir
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang wanita dan mengakibatkan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S Al-Hujurat: 13)
Apakah dari ayat ini, nampak bahwa Islam mendukung paham kebangsaan lantaran Allah Swt telah membuat insan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa? Mestikah untuk mendukung atau menolak paham kebangsaan, kata qaum yang ditemukan dalam Alquran sebanyak 322 kali itu ditoleh? Dapatkah dikatakan bahwa pengulangan yang sedemikian banyak, merupakan bukti bahwa Alquran mendukung paham kebangsaan? Bukankah para Nabi menyeru masyarakatnya dengan, "Ya Qaumi" (Wahai kaumku/bangsaku), walaupun mereka tidak beriman kepada ajarannya? (Perhatikan contohnya Alquran surat Hud (11): 63, 64, 78, 84, dan lain lain!).
قَالَ يَٰقَوْمِ أَرَءَيْتُمْ إِن كُنتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّى وَءَاتَىٰنِى مِنْهُ رَحْمَةً فَمَن يَنصُرُنِى مِنَ ٱللَّهِ إِنْ عَصَيْتُهُۥ ۖ فَمَا تَزِيدُونَنِى غَيْرَ تَخْسِيرٍ
qaala yaa qawmi ara-aytum in kuntu 'alaa bayyinatin min rabbii waaataanii minhu rahmatan faman yanshurunii mina laahi in 'ashaytuhu famaa taziiduunanii ghayra takhsiir
Shaleh berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu kalau saya memiliki bukti yang konkret dari Tuhanku dan diberi-Nya saya rahmat (kenabian) dari-Nya, maka siapakah yang akan menolong saya dari (azab) Allah kalau saya mendurhakai-Nya. Sebab itu kau tidak menambah apapun kepadaku selain daripada kerugian" (QS. Hud :63)
وَيَٰقَوْمِ هَٰذِهِۦ نَاقَةُ ٱللَّهِ لَكُمْ ءَايَةً فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِىٓ أَرْضِ ٱللَّهِ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ قَرِيبٌ
wayaa qawmi haadzihi naaqatu laahi lakum aayatan fadzaruuhaa ta'kul fii ardhi laahi walaa tamassuuhaa bisuu-in faya'khudzakum 'adzaabun qariib
"Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang mengatakan kebenaran) untukmu, alasannya ialah itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kau mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menimbulkan kau ditimpa azab yang dekat" (QS. Hud :64)
وَجَآءَهُۥ قَوْمُهُۥ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِن قَبْلُ كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ هَٰٓؤُلَآءِ بَنَاتِى هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ فِى ضَيْفِىٓ ۖ أَلَيْسَ مِنكُمْ رَجُلٌ رَّشِيدٌ
wajaa-ahu qawmuhu yuhra'uuna ilayhi wamin qablu kaanuu ya'maluuna ssayyi-aati qaala yaa qawmi haaulaa-i banaatii hunna athharu lakum fattaquu laaha walaa tukhzuuni fii dhayfii alaysa minkum rajulun rasyiid
"Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan semenjak dahulu mereka selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kau mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (QS. Hud :78)
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ وَلَا تَنقُصُوا۟ ٱلْمِكْيَالَ وَٱلْمِيزَانَ ۚ إِنِّىٓ أَرَىٰكُم بِخَيْرٍ وَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيطٍ
wa-ilaa madyana akhaahum syu'ayban qaala yaa qawmi u'buduu laaha maa lakum min ilaahin ghayruhu walaa tanqushuu lmikyaala walmiizaana innii araakum bikhayrin wa-innii akhaafu 'alaykum 'adzaaba yawmin muhiith
"Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kau kurangi dosis dan timbangan, sesungguhnya saya melihat kau dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya saya khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)" (QS. Hud :84)
Di sisi lain, dapatkah dibenarkan pandangan sebagian orang yang bermaksud mempertentangkan Islam dengan paham kebangsaan, dengan menyatakan bahwa Allah SWT dalam Alquran memerintahkan Nabi saw untuk menyeru masyarakat tidak dengan kata qaumi, tetapi, "Ya ayyuhan nas" (wahai seluruh manusia), serta menyeru kepada masyarakat yang mengikutinya dengan "Ya ayyuhal ladzina 'amanu?" Benarkah dalam Al-Quran tidak ditemukan bahwa Nabi Muhammad saw memakai kata qaum untuk menunjuk kepada masyarakatnya, mirip yang ditulis sebagian orang?
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab untuk menemukan wawasan Alquran wacana paham kebangsaan, tidak cukup sekadar menoleh kepada kata-kata tersebut yang dipakai oleh Al-Quran, lantaran pengertian semantiknya sanggup berbeda dengan pengertian yang dikandung oleh kata bangsa atau kebangsaan. Kata sayyarah yang ditemukan dalam Alquran misalnya, masih dipakai sampaumur ini, meskipun maknanya kini telah bermetamorfosis mobil. Makna ini tentunya berbeda dengan maksud Alquran saat menceritakan ucapan saudara-saudara Nabi Yusuf A.s. yang membuangnya ke dalam sumur dengan impian dipungut oleh sayyarah yakni kafilah atau rombongan musafir. (Baca QS Yusuf [12]: 10).
قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا۟ يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِى غَيَٰبَتِ ٱلْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ ٱلسَّيَّارَةِ إِن كُنتُمْ فَٰعِلِينَ
qaala qaa-ilun minhum laa taqtuluu yuusufa wa-alquuhu fii ghayaabati ljubbi yaltaqithhu ba'dhu ssayyaarati in kuntum faa'iliin
Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kau bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, kalau kau hendak berbuat". (QS Yusuf : 10)
Kata sya'b, yang hanya sekali ditemukan dalam Quran, itu pun berbentuk plural, dan pada mulanya memiliki dua makna, cabang dan rumpun. Pakar bahasa Abu 'Ubaidah -- mirip dikutip oleh At-Tabarsi dalam tafsirnya-- memahami kata sya'b dengan arti kelompok non-Arab, sama dengan qabilah untuk suku-suku Arab. Betapapun, kedua kata yang disebutkan tadi, dan kata-kata lainnya, tidak mengatakan arti bangsa sebagaimana yang dimaksud pada istilah masa kini. Hal yang dikemukakan ini, tidak lantas mengakibatkan surat Al-Hujurat yang diajukan tertolak sebagai argumentasi pandangan kebangsaan yang direstui Quran. Hanya saja, cara pembuktiannya tidak sekadar menyatakan bahwa kata sya'b sama dengan bangsa atau kebangsaan.
Ayat-ayat Alquran yang membahas nilai-nilai wawasan kebangsaan, mirip halnya Alquran memerintahkan persatuan dan kesatuan sebagaimana dalam QS. Al-Anbiya’: 92; Q.S Al-Mu’minun: 52 dan Q.S Al-Imran: 105.
إِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱعْبُدُونِ
inna haadzihi ummatukum ummatan waahidatan wa-anaa rabbukum fau'buduu
Artinya: Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, ialah agama kau semua, agama yang satu, dan saya ialah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku."(Q.S. Al-Anbiya: 92)
وَإِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱتَّقُونِ
wa-inna haadzihi ummatukum ummatan waahidatan wa-anaa rabbukum fattaquun
Artinya: “Telah akrab kepada insan hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)” (Q.S Al-Mu’minun: 52)
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ تَفَرَّقُوا۟ وَٱخْتَلَفُوا۟ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
walaa takuunuu kalladziina tafarraquu wakhtalafuu min ba'di maa jaa-ahumu lbayyinaatu waulaa-ika lahum 'adzaabun 'azhiim
Artinya: “Dan janganlah kau mirip orang-orang yang berceraiberai dan berselisih setelah tiba keterangan yang terperinci kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang menerima siksa yang berat” (Q.S. Al-Imran: 105)
Selain ayat-ayat quran di atas, dalam hadis juga dijelaskan wacana konsep wawasan kebangsaan, di antaranya:
Musnad Ahmad 12162: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim telah menceritakan kepada kami al-Harits bin 'Umair dari Humaid, at-thowil dari Anas, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam kalau tiba dari suatu perjalanan dan melihat kedinding-dinding Madinah, ia percepat untanya dan kalau diatas kendaraannya, ditarik-tariknya, lantaran begitu cintanya kepada Madinah