Pidato Bahasa Arab Ihwal Kebersihan Dan Artinya

Sahabat yang biar selalu dalam lindungan Allah -ta'ala-. Pada kesempatan ini saya akan kembali membagikan bahan gres untuk kategori pidato bahasa Arab (خَطَابَةٌ).

Khathaabah merupakah salah satu pokok pembahasan sastra Arab. Di zaman Jahiliyyah seorang penyair dan oratar yaitu aset berharga suatu suku. Di tangan merekalah kehormatan dan kemuliaan suku berada. Keduanya yaitu juru bicara yang mewakili sukunya.

Dahulu kedudukan penyair lebih tinggi daripada orator. Namun sesudah syair berkembang dan orang menjadikannya sebagai profesi untuk mencari mata pencahariaan, hasilnya seorang khatib lebih mulia kedudukannya dibanding penyair.

Pidato merupakan salah satu sarana yang dipakai untuk memberikan suatu gosip kepada khalayak ramai, baik yang berisi usul atau larangan atau yang lain-lainnya. Banyak keahlian yang diharapkan dalam berorasi, bukan hanya sekedar pandai berbicara saja.

Dengan orasi yang hebat, satu pasukan perang bisa mengalahkan musuh yang tidak sebanding dengan mereka. Sebagaimana khutbah Hani bin Mas'ud Asy-Syaibani yang bisa memperabukan semangat bangsa Arab sehingga mereka bisa mengalahkan salah satu negara super power di zamannya, yaitu bangsa Persia.

Baca juga: Quss bin Saidah, dan Orasi Terkenalnya di Pasar Ukaz.

Atau sebaliknya dengan orasi yang hebat pula, dua bangsa atau suku yang sebelumnya saling berperang dan membunuh, mereka bisa berdamai dan menghentikan peperangan yang sudah berjalan puluhan tahun. Itulah kehebatan kekuatan lisan, fashahah (kefasihan) dan balaghah (bahasa yang singkat namun makna dan kandungan luas dan dalam).
 yang biar selalu dalam lindungan Allah  Pidato Bahasa Arab Tentang Kebersihan dan Artinya
Sahabat yang budiman. Di bawah ini saya ingin menyajikan kepada Anda pola pidato bahasa Arab dengan tema kebersihan. Tidak hanya teksnya yang berbahasa Arab, namun dilengkapi dengan goresan pena latin dan artinya dalam bahasa Indonesia. Langsung saja. Selamat membaca.
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ القَائِلِ :{إِنَّ اللهُ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الـمُتَطَهِّرِيْنَ}، وَالصَّلاَة ُوَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِيْنَ القَائِلُ : (الطَّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ) ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ ، أَمَّا بَعْدُ
alhamdulillahi rabbil-‘aalamiinal-qaa-ili : {innallaha yuhibbut-tawwabiina wa yuhibbul-mutathahhiriina}, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa asyarafil-anbiyaa-i wal-mursaliinal-qaa-ili : (ath-thahuuru syathrul-iimaani), wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi-ihsaanin ilaa yawmid-diini, amma ba’du

Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam yang berfirman: {Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri}, dan shalawat serta salam tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia yang bersabda: "Suci itu sebagian dari iman", kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang senantiasa mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan, amma ba’du

... أَيُّهَا الحَفْلُ الكَرِيْمُ
ayyuhal-haflul-kariimu...

Hadirin yang mulia ...

إِنَّ الإِسْلَامَ دِيْنٌ شَامِلٌ ، لَا يَأْمُرُ بِأَمْرٍ إِلَّا بِمَا فِيْهِ صَلَاحُ العِبَادِ وَالبِلَادِ ، وَلَا يَنْهَى عَنْ شَيْءٍ إِلَّا بِمَا فِيْهِ شَرُّهُمْ وَفَسَادُهُمْ ؛ وَإِنَّ الإِسْلَامَ دِيْنُ طَهَارَةٍ وَنَظَافَةٍ بِأَوْسَعِ مَعَانِيْهَا الظَّاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ
innal-islaama diinun syaamilun, laa ya`muru bi-amrin illaa bimaa fiihi shalaahul-‘ibaadi wal-bilaadi, wa laa yanhaa ‘an syai-in illaa bimaa fiihi syarruhum wa fasaaduhum; wa innal-islaama diinu thahaaratin wa nazhaafatin bi-awsa’i ma’aaniihaazh-zhaahirati wal-baathinati.

Sesungguhnya Islam yaitu agama sempurna, tidak memerintahkan sesuatu melainkan ada kemaslahatan untuk insan dan negara, dan tidak melarang dari sesuatu melainkan ada keburukan dan kerusakan. Dan sebenarnya Islam yaitu agama kesucian dan kebersihan dalam artian luas yang zahir maupun batin.

نَظَافَةُ القُلُوْبِ وَاللِّسَانِ مِنَ الشِّرْكِ وَالخُرَافَاتِ وَالحِقْدِ وَالحَسَدِ وَالرَّذَائِلِ وَالكَذِبِ وَالشَّتْمِ ، وَنَظَافَةُ الأَبْدَانِ وَالثِّيَابِ وَالـمَكَانِ مِنَ الأَوْسَاخِ وَالأَقْذَارِ وَالنَّجَاسَاتِ . قَالَ تَعَالَى جَامِعًا بَيْنَ الأَمْرَيْنِ :{وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ * وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ} الآيَةُ
nazhaafatul-quluubi wal-lisaani minasy-syirki wal-khuraafaati wal-hiqdi wal-hasadi war-radzaa-ili wal-kadzibi wasy-syatmi, wa nazhaafatul-abdaani wats-tsiyaabi wal-makaani minal-awsaakhi wal-aqdzaari wan-najaasaati. qaala ta’aala jaami’an baynal-amraini: {wa tsiyaabaka fathahhir, war-rujza fahjur} al-aayatu.

Kebersihan hati dan verbal dari kesyirikan, khurafat, dengki, iri, perbuatan hina, dusta, dan celaan; kebersihan badan, pakaian, dan kawasan dari hal-hal yang kotor, jorok, dan najis. Allah -ta’ala- menggabungkan kedua hal tersebut dalam firman-Nya: {dan bersihkanlah pakaianmu * dan tinggalkanlah (menyembah) berhala}.

لِذَا كَانَ اهْتِمَامُ الإِسْلَامِ بِأَمْرِ الطَّهَارَةِ وَالنَّظَافَةِ كَبِيْرًا ؛ لَقَدْ جَعَلَهَا شَعِيْرَةً مِنْ شَعَائِرِهِ العَظِيْمَةِ وَفَرِيْضَةً مِنْ فَرَائِضِهِ الأَكِيْدَةِ ؛ وَدَعَا الـمُسْلِمِيْنَ إِلَى العِنَايَةِ وَالاهْتِمَامِ بِهَا ، بَلْ جَعَلَهَا شَرْطًا مِنْ شَرَائِطِ أَعْظَمِ العِبَادَاتِ وَهِيَ الصَّلَاةُ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُوْرُ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي وَابْنُ مَاجَه
lidzaa kaanahtimaamul-islaami bi-amrith-thahaarati wan-nazhaafati kabiiran; laqad ja’alahaa sya’iiratan min sya’aa-irihil-‘azhiimati wa fariidhatan min faraa-idhihil-akiidati; da’al-muslimiina ilal-‘inaayati walihtimaami bihaa, bal ja’alahaa syarthan min syaraa-ithi a’zhamil-‘ibaadaati wahiyash-shalaatu. qaala rasuulullahi shallallahu ‘alayhi wa sallama: (miftaahush-shalaatith-thahuuru) rawaahu abuu daawuda wat-tirmidzii wabnu maajah.

Oleh karenanya perhatian Islam terhadap perkara kesucian dan kebersihan sangatlah besar; Islam menjadikannya sebagai syiar di antara syiar-syiarnya yang agung, dan sebagai kewajian di antara kewajiban-kewajibanyan yang pasti; Islam menyeru kaum Muslimin untuk menjaga dan memperhatikannya, bahkan menjadikannya sebagai salah satu syarat sahnya amalan yang paling agung, yaitu shalat. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Kunci shalat yaitu bersuci”, hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ الَّتِي هِيَ ثَانِي أَرْكَانِ الإِسْلَامِ ، فَإِنَّهَا لَا تَصِحُّ إِلَّا بِشُرُوْطٍ ، وَمِنْهَا رَفْعُ الحَدَثِ بِالوُضُوْءِ . وَالوُضُوْءُ لَا يَكُوْنُ رَافِعًا لِلحَدَثِ وَمُنَظِّفًا لِلْبَدَنِ فَحَسْبُ ، بَلْ وَمُكَفِّرًا لِلذُّنُوْبِ وَالسَّيِّئَاتِ أَيْضًا . بَلْ جَعَلَ النَّبِيُّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الـمُحَافَظَةَ عَلَى الوُضُوْءِ دَلِيْلًا عَلَى قُوَّةِ إِيْمَانِ الـمُؤْمِنِ وَزِيَادَتِهِ ، حَيْثُ قَالَ : (وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الوُضُوْءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ) . رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه
ash-shalawaatul-khamsul-latii hiyaa tsaanii arkaanil-islaami, fa-innahaa laa tashihhu illaa bisyuruuthin, wa minhaa raf’ul-hadatsi bil-wudhuu-i. Wal-wudhuu-u laa yakuunu raafi’an lil-hadatsi fahasbu, bal wa mukaffiran lidz-dzunuubi was-sayyi-aati aydhan. bal ja’alan-nabiyyu shallallahu ‘alayhi wa sallamal-muhaafazhata ‘alal-wudhuu-i daliilan ‘alaa quwwati iimaanil-mu’min wa ziyaadatihi haitsu qaala: (wa laa yuhaafizhu ‘alal-wudhuu-i illaa mu`min) rawaahubnu maajah.

Shalat 5 waktu yang merupakan rukun Islam kedua, sebenarnya tidak akan dianggap sah melainkan sesudah (terpenuhi) beberapa syarat, salah satunya yaitu ‘mengangkat hadats’ dengan wudhu. Wudhu tidak hanya sanggup mengangkat hadats atau membersihakan tubuh saja, tapi  sanggup menggugurkan dosa dan kesalahan juga. Bahkan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun mengakibatkan penjagaan terhadap wudhu sebagai tanda kuatnya keimanan seorang Mukmin dan bertambahnya, dimana ia bersabda: “Dan tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang Mukmin”, hadits riwayat Ibnu Majah.

... أَيُّهَا الحَفْلُ الكَرِيْمُ
ayyuhal-haflul-kariimu...

Hadirin yang mulia ...

نَعَمْ هُنَاكَ فَضْلٌ عَظِيْمٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حَافَظَ عَلَى طَهَارَةِ بَدَنِهِ ، وَلَكِنْ هُنَاكَ أَيْضًا تَحْذِيْرٌ شَدِيْدٌ لِـمَنْ تَهَاوَنَ فِي هَذَا الجَانِبِ . مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بِقَبْرَيْنِ وَقَالَ فِيْهِمَا : (إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي باِلنَّمِيْمَةِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ البَوْلِ) وَفِي لَفْظٍ : (لَا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ) رَوَاهُ البُخَارِي وَمُسْلِمٌ
na’am hunaaka fadhlun ‘azhiimun ‘alaa kulli muslimin haafazha ‘alaa thahaarati badanihi, wa laakinna hunaaka aydhan tahdziirun syadiidun liman tahaawana fii haadzal-jaanibi. marran-nabiyyu shallallahu ‘alayhi wa sallama dzaata yawmin biqabraini wa qaala fiihimaa: (innahumaa layu’adzdzabaani, wa maa yu’adzdzabaani fii kabiirin, ammaa ahaduhumaa fakaana yamsyi bin-namiimati, wa ammal-aakharu fakaana laa yastanzihu minal-bawli), wa fii lafzhin: (laa yastatiru minal-bawli) rawaahul-bukhaariyyu wa muslimun.

Iya betul di sana ada keutamaan yang besar bagi setiap muslim yang menjaga kebersihan tubuhnya, akan tetapi di sana ada juga peringatan keras bagi siapa saja yang meremehkan perkara ini. Suatu hari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melewati dua kuburan dan berkomentar: “Sungguh dua orang ini sedang diadzab dalam kubur, dan mereka tidak diadzab alasannya yaitu sesuatu yang mereka anggap besar, (naum besar di disi Allah). Yang pertama (diadzab karena) melaksanakan namimah (mengadu domba), dan kedua (diadzab alasannya yaitu tidak) bersuci ketika buang air kecil”, dan dalam riwayat lain (disebutkan): “Tidak menutupi auratnya ketika buang air”, hadits riwayat Bukhari dan Muslim.

وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَقِّ مَنْ قَصَّرَ فِي الوُضُوْءِ وَلَمْ يُعَمِّمْ جَمِيْعَ أَعْضِاءِ الوُضُوْءِ بَالـمَاءِ لَـمَّا اِسْتَعْجَلَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ فِي الوُضُوْءِ وَرَأَى أَعْقَابَـهُمْ تَلُوْحُ لَـمْ يَـمَسَّهَا الـمَاءُ : (وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ) فَأَمَرَهُمْ بِإِسْبَاغِ الوُضُوْءِ أَيْ بِإِتْمَامِهِ ، رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
wa qaala rasuulullahi shallallahu ‘alayhi wa sallama fii haqqi man qashshara fil-wudhuu-i wa lam yu’ammim jamii’a a’dhaa-il-wudhuu-i bil-maa-i lammasta’jalash-shahaabatu radhiyallahu ‘anhum fil-wudhuu-I wa ra-aa a’qaabahum taluuhu lam yamassamal-maa-u: (waylun lil-a’qaabi minan-naari), fa-amarahum bi-isbaaghil-wudhuu-i ay bi-itmaamihi, rawaahul-bukhaariyyu wa muslimun.

Dan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah menyampaikan perihal siapa saja yang menyepelekan wudhu dan tidak meratakan air ke seluruh anggota tubuh yang harus dibasuh, (yaitu) ketika para sahabat -radhiallahu 'anhum- tergesa-gesa ketika berwudhu dan Beliau melihat tumit-tumit mereka berkilauan belum terbasuh air, “Celaka bagi tumit-tumit (yang tidak terkena air) dari neraka”, Ia memerintahkan mereka untuk isbaaghul wudhu atau menyempurnakannya, hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
... أَيُّهَا الحَفْلُ الكَرِيْمُ
ayyuhal-haflul-kariimu...

Hadirin yang mulia ...

فَكَمَا حَتَّمَ الإِسْلَامُ عَلَى العِبَادِ طَهَارَةَ الأَبْدَانِ وَالثِّيَابِ وَالـمَكَانِ ، حَتَّمَ عَلَيْهِمْ أَيْضًا طَهَارَةَ القُلُوْبِ مِنَ الأَضْغَانِ وَالأَحْقَادِ . يَقُوْلُ الرَّبُّ تَعَالَى {قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا * وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا} . وَيَقُوْلُ الـمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
fakamaa hattamal-islaamu ‘alal-‘ibaadi thahaaratal-abdaani wats-tsiyaabi wal-makaani, hattama ‘alayhim aydhan thahaaratal-quluubi minal-adhghaani wal-ahqaadi. yaquulur-rabbu ta’aala {qad aflaha man zakkaahaa * wa qad khaaba man dassaahaa}. wa yaquulul-mushthafaa shallallahu ‘alayhi wa sallama: (inallaaha laa yanzhuru ilaa ajsaadikum wa laa ilaa shuwarikum wa laakin yanzhuru ilaa quluubikum) rawaahu muslimun.

Sebagaimana Islam mewajibkan hamba (menjaga) kesucian tubuh, pakaian, dan tempat, (Islam) juga mewajibkan (menjaga) kesucian hati dari permusuhan dan kedengkian. Rabb –ta’ala- berfirman: {Sungguh beruntunglah orang yang mensucikannya (jiwa) itu * Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya}. Dan Musthafa (Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan melihat tubuh dan rupa kalian, namun Dia melihat kepada hati kalian”, hadits riwayat Muslim.

إِذَنْ يَتَـجَلَّى لَنَا مَدَى اهْتِمَامِ الإِسْلَامِ وَعِنَايَتِهِ الفَائِقَةِ بِالنَّظَافَةِ ، سَوَاءٌ كَانَتْ حِسِّيَّةً أَوْ مَعْنَوِيَّةً . فَلْيُحَافِظِ الـمُسْلِمُ عَلَى النَّظَافَةِ وَالطَّهَارَةِ ، وَلْيَحْتَسِبِ الأَجْرَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وِلْيُظْهِرْ لِلنَّاسِ جَمِيْعًا صُوْرَةً جَمِيْلَةً رَائِعَةً لِلإِسْلَامِ وَالـمُسْلِمِيْنَ مُـتَمَثِّلَةً فِي نَظَافَةِ ظَاهِرِهِ وَبَاطِنِهِ ، حَتَّى يَكُوْنَ شَامَةً بَيْنَ النَّاسِ
idzan yatajallaa lanaa madahtimaamil-islaami wa ‘inaayatihil-faa-iqati bin-nazhaafati, sawaa-un kaanat hissiyyatan aw ma’nawiyyatan. fal-yuhaafizhil-muslimu ‘alan-nazhaafati wath-thahaarati, wal-yahtasibil-ajra ‘indallahi azza wa jalla, wal-yuzh-hir lin-naasi jamii’an shuuratan jamiilatan raa-i’atan lil-islaami wal-muslimiina mutamatstsilatan fii nazhaafati dhaahirihi wa baathinihi, hattaa yakuuna syaammatan baynan-naasi.

Jadi terperinci bagi kita seberapa jauh perhatian Islam dan penjagaannya yang berlebih terhadap kebersihan, baik yang nampak maupun tersembunyi. Maka hendaklah seorang Muslim menjaga kebersihan dan kesucian, mengharapkan pahala di sisi Allah –azza wa jalla-, dan memberikan kepada seluruh umat insan potret indah dan menyenangkan akan Islam dan Muslimin yang tercermin pada kebersihan zahir dan batinnya, sehingga terlihat nampak terperinci di kalangan manusia.

... أَيُّهَا الحَفْلُ الكَرِيْمُ
ayyuhal-haflul-kariimu...

Hadirin yang mulia ...


وَفِي الخِتَامِ ، أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ ، فَمَا كَانَ مِنْ حَقٍّ فَمِنَ اللهِ العَلِيِّ العَلِيْمِ ، وَمَا كَانَ مُخَالِفًا لَهُ فَمِنِّي وَمِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
wa fil-khitaami, aquulu maa tasma’uuna, famaa kaana min haqqin faminallahil-‘aliyyil-‘azhiimi, wa maa kaana mukhaalifan lahu, faminnii wa minasy-syaithaanir-rajiimi, wa shallallahu wa sallama ‘alaa nabiyyinaa wa habiibinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallama, wa aakhiru da’waanaa anil-hamdu lillahi rabbil-‘aalamiina.

Dan sebagai penutup, ini yang bisa saya sampaikan, yang baik itu datangnya dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui, dan yang menyelisihinya itu datangnya dari diri langsung dan setan yang terkutuk, dan biar Allah bershalawat dan bersalam atas Nabi dan kekasih kita Muhammad, keluarga, dan sabahat-sahabatnya. Dan doa epilog kami yaitu “alhamdulillahirabbil-‘aalaamiin”.
Jika Anda ingin menyimak bacaan dari naskah pidato di atas, silahkan lihat video di bawah ini:
Dan berikut ini saya lampirkan teks atau naskah bahasa Arabnya saja dalam format PDF untuk memudahkan Anda dalam membaca atau menghafalnya. Silahkan unduh melalui tautan di bawah ini:
Sebagai catatan saja, pola khutbah di atas bukan murni karangan saya. Tetap ringkasan dan kumpulan dari beberapa khutbah berbahasa Arab dari situs-situs timur tengah. Namun ada dua tiga paragraf yang itu merupakan hasil kreasi dan buatan saya pribadi. Seperti belahan mukaddimah, penutup, dan di belahan isi ada juga.

Baca juga: Pidato Bahasa Arab perihal Ilmu dan Artinya.

Demikian pola pidato bahasa Arab (500 kata) dengan tema kebersihan dan terjemahannya. Semoga sajian di atas bisa diambil pelajaran dan manfaatnya. Kurang lebihnya mohon maaf, dan terima kasih atas kunjunganya. Wa jazaakumullahu khairan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel