Kemajuan Dinasti Abasiyyah Dalam Bidang Agama Serta Tokoh-Tokohnya
Wednesday, May 17, 2017
Edit
Perkembangan Ilmu Keagamaan masa Dinasti Bani Abbasiyah
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan Agama. Ilmu-ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan tokoh-tokoh agama yang kuat hingga kini ini. (ilmu Agama: ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi dan ilmu Tasawuf)
a. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat alasannya ilmu ini sangat diharapkan terutama oleh orang-orang non Arab yang gres masuk Islam. Mereka butuh wacana makna dan penafsiran al-Qur'an. Hal ini yang menjadikan beberapa anutan muncul dalam ilmu tafsir. Penafsiran Al Qur'an pun berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran “Bil al Ma’sur dan “Bi al Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang pertama menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu para kaum Muslimin menafsirkan Qur'an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, tabi’in. Di antara karya besar Tafsir yakni Al-Farra’ yang merupakan karya Tafsir pertama dengan diadaptasi dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At Tabari yang menghimpun kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya. Kemudian muncul golongan Ulama yang menafsirkan Al Qur'an secara rasional, menyerupai Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para mahir Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah yakni Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut anutan Tafsir bi al Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari anutan tafsir Bi Al Aqli yakni Amar Ibnu Muhammad al-Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.
Muncullah bermacam-macam metode penafsiran Quran dengan ragam madrasahnya, di antaranya metode tafsir Quran bi al-ma’tsur. Metode ini fokus pada riwayat-riwayat yang sahih, baik menggunakan ayat dengan ayat, hadis, dan perkataan sahabat atau tabiin. Ada beberapa tokoh yang dikenal memomulerkan metode ini. Berikut ini jejak terakhir para imam mufasir bi al-ma’tsur:
1) Imam at-Thabari
Tokoh yang wafat pada 923 M/310 H ini mengarang kitab tafsir monumental, yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al Qur’an. Tafsir yang lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari ini menjadi acuan para ulama pada masa berikutnya, menyerupai al-Baghawi, as-Suyuthi, dan juga Ibnu Katsir.
2) Ibnu Katsir
Selain disebut sebagai sejarawan lewat karyanya al-Bidayah wa an-Nihayah, tokoh yang lahir di Busra 1301 M di Busro, Suriah ini dikenal juga sebagai seorang mufasir andal. Pemikir dan ulama Muslim ini mengarang kitab tafsir berjudul Tafsir al-Qurad al-Azhim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsir. Makam yang berada di Damaskus, Suriah ini, sebetulnya yakni makam Ibnu Taimaiyah, guru Ibnu Katsir, tetapi makam Ibnu Katsir bersebelahan dengan makam sang guru. Ibnu Katsir wafat pada 1372 M di Damaskus Suriah.
3) As-Suyuthi
Imam as-Suyuthi dimakamkan tidak jauh dari makam Imam as-Syafii di el-Qarafa el-Kubra. Selain dikenal sebagai pakar fikih Mazhaf Syafi’i, pemilik nama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari itu dikenal pula sebagai mufasir. Di antara karyanya di bidang tafsir yakni kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. Kitab tokoh kelahiran Kairo, pada 849 H/ 1445 M ini di bidang Quran yakni al-Itqan fi ‘Ulum al-Alquran
b. Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber aturan sesudah Al Qur’an berkembang dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilhami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara teratur dan sistemik
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal menyerupai Al Qur’an. Oleh alasannya itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara sistemik dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek periwayatannya, sanad, matan yang karenanya sanggup diketahui apakah Hadis itu shahih, hasan, dhoif juga terjadi pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada Daulah Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-kitab yang masih sanggup kita pelajari hingga kini ini. Di antara kitab-kitab Hadis yang disusun pada waktu itu ialah kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis disusun oleh enam ulama Hadis, yaitu Imam Muslim (wafat 261 H). ia menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat 256 H), Imam Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H), Abu Daud (wafat 275 H).
Dari enam mahir Hadis di atas ada dua yang dianggap paling otentik (shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal dengan “Shahihaini”.
c. Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat kawasan yang luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan pemerintahan ketika itu. Seperti anutan Mu’tazilah dijadikan anutan resmi pemerintah Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada ketika itu sangat besar untuk membela Islam dari paham- paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek bahasan yang mencakup keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa ini para Ulama kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama anutan yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-ayat mutasabihat. Sedangkan anutan rasionalis menggunakan /ra’yu dalam mengartikan ayat. Di antara ulama ilmu kalam yang populer ialah Abu Huzail al- Allaf (wafat 235 H), An-Nazzam (wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim mereka dari an Mu‟tazila. Sedangkan yang mewakili kelompok salaf yakni Amru bin Ubaid.
Kaprikornus ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata membuatkan pemikiran agama tetapi membuatkan juga pemikiran sosial, politik dan membuatkan pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama maupun bidang kemasyarakatan yang karenanya mempunyai kegunaan bagi perkembangan dan kemajuan negara.
d. Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah yakni terdapatnya empat ulama’ Fiqh yang populer pada ketika itu dan hingga sekarang, yaitu Imam Abu Hanifah (wafat 129 H, Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H). keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling populer dalam dunia Islam dan penyebarannya paling luas hingga sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang pengaruhnya cukup populer ketika itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini bertambah hanya dua generasi. Madhab lain yakni madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut madhab Dhahiriyah alasannya pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur an dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil aturan fiqih yang kemudian menjadi anutan tersendiri, yaitu:
1) Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis), alasannya mereka menghendaki aturan yang orisinil dari Rasulullah dan mereka menolak aturan berdasarkan akal. Pemuka anutan ini yakni Imam Malik, Imam Syafi’i dan pengikut Sufyan As Sauri.
2) Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan nalar pikiran dalam mengistimbatkan aturan di samping menggunakan al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan Fuqaha’Irak.
Dari sini kita sanggup melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada ketika itu sangat maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama populer dan kirab-kitab termashur menyerupai yang kita lihat kini ini, di antaranya yakni Al-Muwatta’ , Al-Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e. Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan berkembang ilmu Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh dampak yang besar bagi kebudayaan Islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca dzikir berulang- ulang. Hal ini berlangsung di mana-mana khususnya di masjid, kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf yang berkembang hingga kala 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah yang dibawa oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
1) Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465 H). kitabnya yang populer yakni Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
2) Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang terkanal yakni Awariful Ma’arif.
Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama Tasawwuf yang populer yang lahir di Thus kala ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang populer yakni Ihya’Ulumuddin yang memuat adonan antara ilmu tasawwuf dan ilmu kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al munqizu mina Dhalal dll.
Dari uraian di atas wacana kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman Abasiyyah kita harus mengakui betapa besar dukungan ilmu agama pada ketika itu terhadap kehidupan keberagaman hingga ketika ini. Di antara yang kuat yakni ilmu Lughah (ilmu bahasa) yang mencakup ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini akan sangat mempunyai kegunaan khususnya dalam menterjemah bahasa gila dan karyakarya sastra.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama serta tokoh-tokohnya. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan Agama. Ilmu-ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan tokoh-tokoh agama yang kuat hingga kini ini. (ilmu Agama: ilmu Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi dan ilmu Tasawuf)
a. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat alasannya ilmu ini sangat diharapkan terutama oleh orang-orang non Arab yang gres masuk Islam. Mereka butuh wacana makna dan penafsiran al-Qur'an. Hal ini yang menjadikan beberapa anutan muncul dalam ilmu tafsir. Penafsiran Al Qur'an pun berkembang tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran “Bil al Ma’sur dan “Bi al Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang pertama menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu para kaum Muslimin menafsirkan Qur'an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan para sahabat, tabi’in. Di antara karya besar Tafsir yakni Al-Farra’ yang merupakan karya Tafsir pertama dengan diadaptasi dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At Tabari yang menghimpun kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya. Kemudian muncul golongan Ulama yang menafsirkan Al Qur'an secara rasional, menyerupai Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para mahir Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah yakni Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut anutan Tafsir bi al Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari anutan tafsir Bi Al Aqli yakni Amar Ibnu Muhammad al-Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.
Muncullah bermacam-macam metode penafsiran Quran dengan ragam madrasahnya, di antaranya metode tafsir Quran bi al-ma’tsur. Metode ini fokus pada riwayat-riwayat yang sahih, baik menggunakan ayat dengan ayat, hadis, dan perkataan sahabat atau tabiin. Ada beberapa tokoh yang dikenal memomulerkan metode ini. Berikut ini jejak terakhir para imam mufasir bi al-ma’tsur:
1) Imam at-Thabari
Tokoh yang wafat pada 923 M/310 H ini mengarang kitab tafsir monumental, yaitu Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al Qur’an. Tafsir yang lebih dikenal dengan Tafsir at-Thabari ini menjadi acuan para ulama pada masa berikutnya, menyerupai al-Baghawi, as-Suyuthi, dan juga Ibnu Katsir.
2) Ibnu Katsir
Selain disebut sebagai sejarawan lewat karyanya al-Bidayah wa an-Nihayah, tokoh yang lahir di Busra 1301 M di Busro, Suriah ini dikenal juga sebagai seorang mufasir andal. Pemikir dan ulama Muslim ini mengarang kitab tafsir berjudul Tafsir al-Qurad al-Azhim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Ibn Katsir. Makam yang berada di Damaskus, Suriah ini, sebetulnya yakni makam Ibnu Taimaiyah, guru Ibnu Katsir, tetapi makam Ibnu Katsir bersebelahan dengan makam sang guru. Ibnu Katsir wafat pada 1372 M di Damaskus Suriah.
3) As-Suyuthi
Imam as-Suyuthi dimakamkan tidak jauh dari makam Imam as-Syafii di el-Qarafa el-Kubra. Selain dikenal sebagai pakar fikih Mazhaf Syafi’i, pemilik nama lengkap Abdurrahman bin Kamaluddin Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin, Jalaluddin al-Misri as-Suyuthi asy-Syafi'i al-Asy'ari itu dikenal pula sebagai mufasir. Di antara karyanya di bidang tafsir yakni kitab ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. Kitab tokoh kelahiran Kairo, pada 849 H/ 1445 M ini di bidang Quran yakni al-Itqan fi ‘Ulum al-Alquran
b. Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber aturan sesudah Al Qur’an berkembang dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang mengilhami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis. Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama Hadis berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara teratur dan sistemik
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal menyerupai Al Qur’an. Oleh alasannya itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara sistemik dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek periwayatannya, sanad, matan yang karenanya sanggup diketahui apakah Hadis itu shahih, hasan, dhoif juga terjadi pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada Daulah Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-kitab yang masih sanggup kita pelajari hingga kini ini. Di antara kitab-kitab Hadis yang disusun pada waktu itu ialah kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis disusun oleh enam ulama Hadis, yaitu Imam Muslim (wafat 261 H). ia menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat 256 H), Imam Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H), Abu Daud (wafat 275 H).
Dari enam mahir Hadis di atas ada dua yang dianggap paling otentik (shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal dengan “Shahihaini”.
c. Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat kawasan yang luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan pemerintahan ketika itu. Seperti anutan Mu’tazilah dijadikan anutan resmi pemerintah Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada ketika itu sangat besar untuk membela Islam dari paham- paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek bahasan yang mencakup keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa ini para Ulama kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama anutan yang mengikuti pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-ayat mutasabihat. Sedangkan anutan rasionalis menggunakan /ra’yu dalam mengartikan ayat. Di antara ulama ilmu kalam yang populer ialah Abu Huzail al- Allaf (wafat 235 H), An-Nazzam (wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim mereka dari an Mu‟tazila. Sedangkan yang mewakili kelompok salaf yakni Amru bin Ubaid.
Kaprikornus ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata membuatkan pemikiran agama tetapi membuatkan juga pemikiran sosial, politik dan membuatkan pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama maupun bidang kemasyarakatan yang karenanya mempunyai kegunaan bagi perkembangan dan kemajuan negara.
d. Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah yakni terdapatnya empat ulama’ Fiqh yang populer pada ketika itu dan hingga sekarang, yaitu Imam Abu Hanifah (wafat 129 H, Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H). keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling populer dalam dunia Islam dan penyebarannya paling luas hingga sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang pengaruhnya cukup populer ketika itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh sejarawan dan pengulas Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini bertambah hanya dua generasi. Madhab lain yakni madhab Dhahiriyah yang dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut madhab Dhahiriyah alasannya pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur an dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil aturan fiqih yang kemudian menjadi anutan tersendiri, yaitu:
1) Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis), alasannya mereka menghendaki aturan yang orisinil dari Rasulullah dan mereka menolak aturan berdasarkan akal. Pemuka anutan ini yakni Imam Malik, Imam Syafi’i dan pengikut Sufyan As Sauri.
2) Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan nalar pikiran dalam mengistimbatkan aturan di samping menggunakan al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam Abu Hanifah dan Fuqaha’Irak.
Dari sini kita sanggup melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada ketika itu sangat maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama populer dan kirab-kitab termashur menyerupai yang kita lihat kini ini, di antaranya yakni Al-Muwatta’ , Al-Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e. Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan berkembang ilmu Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh dampak yang besar bagi kebudayaan Islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca dzikir berulang- ulang. Hal ini berlangsung di mana-mana khususnya di masjid, kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf yang berkembang hingga kala 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah yang dibawa oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
1) Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi (wafat 465 H). kitabnya yang populer yakni Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
2) Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang terkanal yakni Awariful Ma’arif.
Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama Tasawwuf yang populer yang lahir di Thus kala ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang populer yakni Ihya’Ulumuddin yang memuat adonan antara ilmu tasawwuf dan ilmu kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al munqizu mina Dhalal dll.
Dari uraian di atas wacana kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman Abasiyyah kita harus mengakui betapa besar dukungan ilmu agama pada ketika itu terhadap kehidupan keberagaman hingga ketika ini. Di antara yang kuat yakni ilmu Lughah (ilmu bahasa) yang mencakup ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan, Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini akan sangat mempunyai kegunaan khususnya dalam menterjemah bahasa gila dan karyakarya sastra.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama serta tokoh-tokohnya. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.