Prinsip Prinsip Ibadah Dan Tujuan Ibadah Dalam Islam
Tuesday, May 30, 2017
Edit
A. Prinsip prinsip ibadah dalam Islam
Ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt. dibangun di atas landasan yangg kokoh, yaitu :
a. Niat beribadah hanya kepada Allah Swt.
iyyaaka na'budu wa-iyyaaka nasta'iin
"Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan." (Qs. Al-Fatihah :5)
b. Ibadah yang nrimo kepada Allah Swt. semata haruslah higienis dari tendensitendensi lainnya. Apabila sedikit saja ada niatan beribadah bukan hanya alasannya ialah Allah, tapi alasannya ialah sesuatu yang lain, ibarat riya' atau ingin dipuji orang lain, maka rusaklah ibadah itu.
qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya'mal 'amalan shaalihan walaa yusyrik bi'ibaadati rabbihi ahadaa
Katakanlah: Sesungguhnya saya ini insan biasa ibarat kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa bahwasanya dewa kau itu ialah dewa yang maha Esa”. “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh & janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi : 110)
c. Keharusan untuk menimbulkan Rasulullah Saw. sebagai contoh dan pembimbing dalam ibadah.
laqad kaana lakum fii rasuuli laahi uswatun hasanatun liman kaana yarjuu laaha walyawma l-aakhira wadzakara laaha katsiiraa
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yg baik bagi kalian bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari selesai zaman dan ia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab : 21)
d. Ibadah itu mempunyai batas kadar dan waktu yang dihentikan dilampaui. Sebagaimana firman Allah Swt.:
inna shshalaata kaanat 'alaa lmu'miniina kitaaban mawquutaa
“Sesungguhnya shalat kewajiban yg telah ditentukan waktunya” (QS. An-Nisaa' : 103)
e. Keharusan menimbulkan ibadah dibangun di atas kecintaan, ketundukan, ketakutan dan pengharapan kepada Allah Swt..
ulaa-ika ladziina yad'uuna yabtaghuuna ilaa rabbihimu lwasiilata ayyuhum aqrabu wayarjuuna rahmatahu wayakhaafuuna 'adzaabahu inna 'adzaaba rabbika kaana mahtsuuraa
“Orang-orang yg mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yg lebih akrab (kepada Allah) & mengharapkan rahmat-Nya & takut akan azab-Nya” (QS. Al-Isra' : 57)
f. Beribadah dalam keseimbangan antara dunia akhirat, artinya proporsional tidak hanya semata-semata kehidupan darul abadi saja yang dikejar tetapi kehidupan dunia juga tidak dilupakan sebagai sarana beribadah kepada Allah Swt.
wabtaghi fiimaa aataaka laahu ddaara l-aakhirata walaa tansa nashiibaka mina ddunyaa wa-ahsin kamaa ahsana laahu ilayka walaa tabghi lfasaada fii l-ardhi inna laaha laa yuhibbu lmufsidiin
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash : 77)
g. Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada insan semenjak baligh dalam keadaan terpelajar hingga meninggal dunia.
yaa ayyuhaa ladziina aamanuu ittaquu laaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa wa-antum muslimuun
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran : 102)
h. Tidak mempersulit (`adamul haraj) Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah Swt.:
yuriidu laahu bikumu lyusra walaa yuriidu bikumu l'usra
“Allah menghendaki akomodasi bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. al-Baqarah : 185)
B. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah ialah untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta mengharapkan ridha dari Allah Swt.. Sehingga ibadah disamping untuk kepentingan yang bersifat ukhrawi juga untuk kepentingan dan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat yang bersifat duniawi.
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, ialah hambahamba Allah Swt. Hamba sebagaimana yang dikemukakan di atas ialah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah Swt atas hamba-Nya ialah kepemilikan mutlak dan sempurna, oleh alasannya ialah itu mahluk tidak sanggup berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Allah Swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya ibarat kebebasan menentukan walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah Swt. Atas dasar kepemilikan mutlak Allah Swt itu, lahir kewajiban mendapatkan semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah Swt bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi insan diciptakan oleh Allah untuk beribadah. hal ini sanggup difahami dari firman Allah Swt. :
afahasibtum annamaa khalaqnaakum 'abatsan wa-annakum ilaynaa laa turja'uun
“Maka apakah kau mengira, bahwa bahwasanya Kami membuat kau secara mainmain (saja), dan bahwa kau tidak akan dikembalikan kepada Kami.”(QS al-Mu’minun :115)
Karena Allah Swt maha mengetahui wacana bencana manusia, maka biar insan terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya insan diberi kewajiban ibadah biar menusia itu mencapai taqwa.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana prinsip prinsip ibadah dan tujuan ibadah dalam Islam. Sumber buku Siswa Kelas X MA Fiqih Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Ibadah yang disyariatkan oleh Allah Swt. dibangun di atas landasan yangg kokoh, yaitu :
a. Niat beribadah hanya kepada Allah Swt.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
iyyaaka na'budu wa-iyyaaka nasta'iin
"Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan." (Qs. Al-Fatihah :5)
b. Ibadah yang nrimo kepada Allah Swt. semata haruslah higienis dari tendensitendensi lainnya. Apabila sedikit saja ada niatan beribadah bukan hanya alasannya ialah Allah, tapi alasannya ialah sesuatu yang lain, ibarat riya' atau ingin dipuji orang lain, maka rusaklah ibadah itu.
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya'mal 'amalan shaalihan walaa yusyrik bi'ibaadati rabbihi ahadaa
Katakanlah: Sesungguhnya saya ini insan biasa ibarat kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa bahwasanya dewa kau itu ialah dewa yang maha Esa”. “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh & janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS. Al-Kahfi : 110)
c. Keharusan untuk menimbulkan Rasulullah Saw. sebagai contoh dan pembimbing dalam ibadah.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
laqad kaana lakum fii rasuuli laahi uswatun hasanatun liman kaana yarjuu laaha walyawma l-aakhira wadzakara laaha katsiiraa
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yg baik bagi kalian bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari selesai zaman dan ia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab : 21)
d. Ibadah itu mempunyai batas kadar dan waktu yang dihentikan dilampaui. Sebagaimana firman Allah Swt.:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
inna shshalaata kaanat 'alaa lmu'miniina kitaaban mawquutaa
“Sesungguhnya shalat kewajiban yg telah ditentukan waktunya” (QS. An-Nisaa' : 103)
e. Keharusan menimbulkan ibadah dibangun di atas kecintaan, ketundukan, ketakutan dan pengharapan kepada Allah Swt..
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
ulaa-ika ladziina yad'uuna yabtaghuuna ilaa rabbihimu lwasiilata ayyuhum aqrabu wayarjuuna rahmatahu wayakhaafuuna 'adzaabahu inna 'adzaaba rabbika kaana mahtsuuraa
“Orang-orang yg mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yg lebih akrab (kepada Allah) & mengharapkan rahmat-Nya & takut akan azab-Nya” (QS. Al-Isra' : 57)
f. Beribadah dalam keseimbangan antara dunia akhirat, artinya proporsional tidak hanya semata-semata kehidupan darul abadi saja yang dikejar tetapi kehidupan dunia juga tidak dilupakan sebagai sarana beribadah kepada Allah Swt.
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
wabtaghi fiimaa aataaka laahu ddaara l-aakhirata walaa tansa nashiibaka mina ddunyaa wa-ahsin kamaa ahsana laahu ilayka walaa tabghi lfasaada fii l-ardhi inna laaha laa yuhibbu lmufsidiin
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash : 77)
g. Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada insan semenjak baligh dalam keadaan terpelajar hingga meninggal dunia.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
yaa ayyuhaa ladziina aamanuu ittaquu laaha haqqa tuqaatihi walaa tamuutunna illaa wa-antum muslimuun
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran : 102)
h. Tidak mempersulit (`adamul haraj) Prinsip ini didasarkan kepada firman Allah Swt.:
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ
yuriidu laahu bikumu lyusra walaa yuriidu bikumu l'usra
“Allah menghendaki akomodasi bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. al-Baqarah : 185)
B. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah ialah untuk membersihkan dan mensucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. serta mengharapkan ridha dari Allah Swt.. Sehingga ibadah disamping untuk kepentingan yang bersifat ukhrawi juga untuk kepentingan dan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat yang bersifat duniawi.
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, ialah hambahamba Allah Swt. Hamba sebagaimana yang dikemukakan di atas ialah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah Swt atas hamba-Nya ialah kepemilikan mutlak dan sempurna, oleh alasannya ialah itu mahluk tidak sanggup berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Allah Swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya ibarat kebebasan menentukan walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah Swt. Atas dasar kepemilikan mutlak Allah Swt itu, lahir kewajiban mendapatkan semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah Swt bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi insan diciptakan oleh Allah untuk beribadah. hal ini sanggup difahami dari firman Allah Swt. :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَٰكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
afahasibtum annamaa khalaqnaakum 'abatsan wa-annakum ilaynaa laa turja'uun
“Maka apakah kau mengira, bahwa bahwasanya Kami membuat kau secara mainmain (saja), dan bahwa kau tidak akan dikembalikan kepada Kami.”(QS al-Mu’minun :115)
Karena Allah Swt maha mengetahui wacana bencana manusia, maka biar insan terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya insan diberi kewajiban ibadah biar menusia itu mencapai taqwa.