Meneladani Sifat Terpuji Abizar Al-Ghifari
Friday, May 5, 2017
Edit
1. Sebelum Masuk Islam
Tidak diketahui niscaya kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal bersahabat jalur kaϐilah Makkah, Syria. Riwayat hitam masa kemudian Abizar tak lepas dari keberadaan keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar ketika itu, menjadikan agresi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abizar yang semula berjulukan Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melaksanakan agresi teror di negeri-negeri di sekitarnya. Kendati demikian, Jundab intinya berhati baik. Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya, insaf dan berhenti dari agresi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia meratapi segala perbuatan jahatnya itu, tapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menjadikan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abizar tak usang tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang menerima tantangan dari masyarakat setempat.
2.Masuk Islam
Mendengar datangnya agama Islam, Abizar pun berpikir perihal agama gres ini. Saat itu, fatwa Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abizar yang telah usang merindukan kebenaran, pribadi tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Makkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka’bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan seksama perbuatan dan fatwa Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekah dalam suasana saling bermusuhan.
Demikian halnya dengan Ka’bah yang masih dipenuhi berhala dan sering dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi daerah pertemuan yang populer. Nabi Saw juga tiba ke sana untuk shalat.
Seperti yang diperlukan semenjak lama, Abizar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan pada ketika itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang pejuang paling gigih dan berani.
Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan berhala. Dia berkata: “Saya sudah terbiasa bersembahyang semenjak tiga tahun sebelum menerima kehormatan melihat Nabi Besar Islam.” Sejak ketika itu, Abizar membaktikan dirinya kepada agama Islam.
3. Menjadi Sahabat Nabi
Mendapat kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses. Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diIslamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan terkemuka.
Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika beliau meninggalkan Madinah untuk terjun dalam “Perang pakaian compang-camping”, beliau diangkat sebagai imam dan eksekutif kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah Saw berkata:
“Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya.”
Ucapan Nabiternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela perilaku hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta.
Bagi Abizar, duduk perkara prinsip yakni duduk perkara yang tak sanggup ditawar-tawar. Itu sebabnya, hartawan yang bahagia memberi ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. Penafsirannya mengenai “Ayat Kanz” (tentang pemusatan kekayaan), dalam surat Attaubah, menjadikan kontradiksi pada masa pemerintahan Utsman, khalifah ketiga.
“Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa eksekusi yang sangat mengerikan akan mereka terima. Pada hari itu, kening, samping dan punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang dibakar hingga merah, panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun.”
Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, ketika itu.
Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Al-Quran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin. Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip insiden masa Nabi: “Suatu hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bahu-membahu Abizar, terlihat pegunungan Ohad.
Nabi berkata kepada Abizar, “Jika saya mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh itu, saya tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utang-utangku. Sisanya akan saya bagi-bagikan kepada hamba Allah”.
4. Pelayan Dhuafa dan Pelurus Penguasa
Semasa hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi perilaku hidup dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa jahiliyah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk Islam, kerap kali merampok orangrang kaya. Namun balasannya dibagi-bagikan kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama terakhir ini.
Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di daerah barunya, di Syria. Namun di daerah gres ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan pemberian kelas yang menerima hak istimewa, dan dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasadan kaum borjuis itu. Keteguhan prinsipnya itu menciptakan Abizar sebagai ‘duri dalam daging’ bagi penguasa setempat.
Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi saw yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah, “Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melaksanakan ‘israf’ (pemborosan).” Muawiyah hanya terpesona dan tidak menjawab peringatan itu.
Muawiyah berusaha keras biar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para hebat itu tidak mempengaruhinya. Muawiyah melarang rakyat berafiliasi atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu kepada khalifah Utsman. Ia menyampaikan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya sanggup membawa akhir yang serius.
Keberanian dan ketegasan perilaku Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, ibarat Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak berlebihan kalau sahabat Ali Ra, pernah berkata: “Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali.”
KD.
1.6 Menghayati keutamaan sifat sahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
2.6 Meneladani keutamaan sifat Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar alGhifari
3.7 Menganalisis kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
4.8 Menceritakan kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal meneladani sifat terpuji Abizar al-Ghifari. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak diketahui niscaya kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal bersahabat jalur kaϐilah Makkah, Syria. Riwayat hitam masa kemudian Abizar tak lepas dari keberadaan keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar ketika itu, menjadikan agresi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abizar yang semula berjulukan Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melaksanakan agresi teror di negeri-negeri di sekitarnya. Kendati demikian, Jundab intinya berhati baik. Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya, insaf dan berhenti dari agresi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia meratapi segala perbuatan jahatnya itu, tapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menjadikan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abizar tak usang tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang menerima tantangan dari masyarakat setempat.
2.Masuk Islam
Mendengar datangnya agama Islam, Abizar pun berpikir perihal agama gres ini. Saat itu, fatwa Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abizar yang telah usang merindukan kebenaran, pribadi tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Makkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka’bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan seksama perbuatan dan fatwa Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekah dalam suasana saling bermusuhan.
Demikian halnya dengan Ka’bah yang masih dipenuhi berhala dan sering dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi daerah pertemuan yang populer. Nabi Saw juga tiba ke sana untuk shalat.
Seperti yang diperlukan semenjak lama, Abizar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan pada ketika itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang pejuang paling gigih dan berani.
Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan berhala. Dia berkata: “Saya sudah terbiasa bersembahyang semenjak tiga tahun sebelum menerima kehormatan melihat Nabi Besar Islam.” Sejak ketika itu, Abizar membaktikan dirinya kepada agama Islam.
3. Menjadi Sahabat Nabi
Mendapat kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses. Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diIslamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan terkemuka.
Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika beliau meninggalkan Madinah untuk terjun dalam “Perang pakaian compang-camping”, beliau diangkat sebagai imam dan eksekutif kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah Saw berkata:
“Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya.”
Ucapan Nabiternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela perilaku hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Utsman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta.
Bagi Abizar, duduk perkara prinsip yakni duduk perkara yang tak sanggup ditawar-tawar. Itu sebabnya, hartawan yang bahagia memberi ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. Penafsirannya mengenai “Ayat Kanz” (tentang pemusatan kekayaan), dalam surat Attaubah, menjadikan kontradiksi pada masa pemerintahan Utsman, khalifah ketiga.
“Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa eksekusi yang sangat mengerikan akan mereka terima. Pada hari itu, kening, samping dan punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang dibakar hingga merah, panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun.”
Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, ketika itu.
Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Al-Quran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin. Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip insiden masa Nabi: “Suatu hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bahu-membahu Abizar, terlihat pegunungan Ohad.
Nabi berkata kepada Abizar, “Jika saya mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh itu, saya tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utang-utangku. Sisanya akan saya bagi-bagikan kepada hamba Allah”.
4. Pelayan Dhuafa dan Pelurus Penguasa
Semasa hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi perilaku hidup dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa jahiliyah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk Islam, kerap kali merampok orangrang kaya. Namun balasannya dibagi-bagikan kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama terakhir ini.
Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di daerah barunya, di Syria. Namun di daerah gres ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan pemberian kelas yang menerima hak istimewa, dan dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasadan kaum borjuis itu. Keteguhan prinsipnya itu menciptakan Abizar sebagai ‘duri dalam daging’ bagi penguasa setempat.
Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi saw yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah, “Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melaksanakan ‘israf’ (pemborosan).” Muawiyah hanya terpesona dan tidak menjawab peringatan itu.
Muawiyah berusaha keras biar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para hebat itu tidak mempengaruhinya. Muawiyah melarang rakyat berafiliasi atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu kepada khalifah Utsman. Ia menyampaikan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya sanggup membawa akhir yang serius.
Keberanian dan ketegasan perilaku Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, ibarat Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak berlebihan kalau sahabat Ali Ra, pernah berkata: “Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali.”
KD.
1.6 Menghayati keutamaan sifat sahabat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Gifari
2.6 Meneladani keutamaan sifat Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar alGhifari
3.7 Menganalisis kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
4.8 Menceritakan kisah keteladanan Shahabat: Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar al-Ghifari
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal meneladani sifat terpuji Abizar al-Ghifari. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.