Ajaran Islam Untuk Orang Renta Sehabis Anak Lahir
Sunday, June 2, 2013
Edit
Assalamualaikum wr wb. alhamdulilah para hadirin blog Muhammadmawhiburrahman yang terhormat pada potensi kali ini kami memperlihatkan postingan tentang Ajaran Islam Untuk Orang Tua Setelah Anak Lahir sebagai berikut :
Saya ingin mengajukan pertanyaan tentang keharusan seorang kandidat orang renta yang Insya Allah akan mendapat seorang anak.
1. Sewaktu istri akan melahirkan, apa yang semestinya dijalankan oleh kandidat bapaknya?
2. Setelah anak lahir di dunia (dan Insya Allah istri & anaknya dalam kondisi selamat juga sehat wal'afiat), apa saja yang disunnahkan oleh Rasullulah?
Jawab: Dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan dunia yang demikian pesat, tidak hanya kita yang perlu merencanakan bekal mental-spiritual, biar tidak tergelincir dalam dosa dan kebutaan hati, lebih-lebih lagi yaitu generasi yang lebih muda, yang mau menghadapi perubahan-perubahan yang lebih singkat lagi. Pendidikan, pengajaran dan praktek agama yang mengisi rohani sanggup kita rasakan pentingnya. Untuk itu ajaran-ajaran Islam sudah merencanakan banyak sekali perangkat, di antaranya yaitu pendidikan dan praktek agama sejak bayi dilahirkan.
1. Seorang kandidat ayah atau ibu amat was-was menanti kelahiran bayinya. Pada sat-saat menyerupai itu mereka berdoa sebagaimana Nabi Zakaria (Ali Imran 38) "Tuhanku, karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu keturunan yang baik. Sungguh Engkau Maha Mendengar permohonan."
2. Dan di saat datang waktunya sang bayi lahir, terurailah senyum tawa, melihat sang bayi yang lucu, yang gres lahir dan ibu bayi yang selamat. Tak lupa diucapkan "alhamdulillah" selaku rasa syukur ke hadirat Allah.
3. Sejak di saat itu pendidikan dan praktek agama bagi sang bayi dimulai. Dengan sarat gesit sang ayah mengumandangkan azan di indera pendengaran kanan dan iqamah (qamat) di indera pendengaran kiri. Agar kalimat-kalimat tauhidlah yang pertama-tama ia dengar, sehingga pada final hayatnya kalimat kalimat itu pulalah yang mau ia dengar dan ia ucapkan.
4. Pada hari ketujuh selaku sebutan rasa syukur dan selaku bekal bagi sang bayi dilaksanakan upacara "aqiqah". Ia ialah kesaksian dari anggota penduduk atas kehadirannya dan penerimaan mereka. Ia ialah arahan dan cita-cita bahwa sang bayi nantinya siap untuk berkorban dan memberi faedah bagi masyarakatnya.
Kata "aqiqah" berarti memotong, sebab pada di saat itu diiris ternak untuk jamuan dan diiris rambut sang bayi. Hukum mengerjakan "aqiqah" yaitu sunnah muakkadah, atau sunnah yang kuat. Kata tergadai dalam hadits tadi diartikan oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai, "orangtua tidak mendapat syafaat dari anaknya hingga dilaksanakan "aqiqah" untuknya". Sehingga upacara "aqiqah" menurut para ulama sanggup dilaksanakan hingga anak menjadi besar atau baligh.
Jumlah ternak yang dipotong, dua ekor kambing untuk anak pria dan seekor untuk anak perempuan. Kambing yang sudah berumur setahun, yang sehat, yang tidak cacat, dengan cita-cita biar sang anak sehat dan tidak cacat, dan diniatkan diiris untuk kurban sang bayi. Daging kambing disunnahkan untuk diolah dengan diaduk bumbu yang manis, dengan cita-cita sang anak berkembang dengan akhlaq yang elok. Lalu disuguhkan terhadap para undangan. Hanya belahan kakinya, disunnahkan untuk diberikan pada sang bidan yang ikut melahirkan sang anak.
Rambut sang bayi diiris botak dan disunnahkan untuk menyediakan sedekah seberat timbangan rambut tadi dengan emas atau perak. Sang bayi juga diberi masakan yang manis, kurma yang dihaluskan, dengan cita-cita akan menjadi anak yang bagus dan generasi penerus yang mengerjakan kebajikan.
5. Sang bayi juga diberi nama yang baik. Dalam suatu hadits disebutkan: "Merupakan sebagian dari hak seorang anak atas orangtuanya yaitu mendidiknya dengan baik dan menyediakan nama yang baik."
Perlu kami garis bawahi di sini tentang santunan nama. Nama yang terbaik bagi seorang bayi pria yaitu Abdullah dan Abdurrahman. Setelah itu nama para rasul, nabi (seperti Muhammad SAW), malaikat, orang-orang yang salih dan yang berarti yang baik. Semua itu dengan cita-cita bahwa sang bayi nantinya akan berkembang dengan menyebabkan namanya selaku referensi. Kalau namanya Abdullah, maka di saat ia hendak berbuat tak baik, dan tak sengaja dipanggil, ia akan teringat peraturan-peraturan Allah, dan tak jadi berbuat aniaya. Dan begitulah seterusnya.
Saya ingin mengajukan pertanyaan tentang keharusan seorang kandidat orang renta yang Insya Allah akan mendapat seorang anak.
1. Sewaktu istri akan melahirkan, apa yang semestinya dijalankan oleh kandidat bapaknya?
2. Setelah anak lahir di dunia (dan Insya Allah istri & anaknya dalam kondisi selamat juga sehat wal'afiat), apa saja yang disunnahkan oleh Rasullulah?
Jawab: Dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan dunia yang demikian pesat, tidak hanya kita yang perlu merencanakan bekal mental-spiritual, biar tidak tergelincir dalam dosa dan kebutaan hati, lebih-lebih lagi yaitu generasi yang lebih muda, yang mau menghadapi perubahan-perubahan yang lebih singkat lagi. Pendidikan, pengajaran dan praktek agama yang mengisi rohani sanggup kita rasakan pentingnya. Untuk itu ajaran-ajaran Islam sudah merencanakan banyak sekali perangkat, di antaranya yaitu pendidikan dan praktek agama sejak bayi dilahirkan.
1. Seorang kandidat ayah atau ibu amat was-was menanti kelahiran bayinya. Pada sat-saat menyerupai itu mereka berdoa sebagaimana Nabi Zakaria (Ali Imran 38) "Tuhanku, karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu keturunan yang baik. Sungguh Engkau Maha Mendengar permohonan."
2. Dan di saat datang waktunya sang bayi lahir, terurailah senyum tawa, melihat sang bayi yang lucu, yang gres lahir dan ibu bayi yang selamat. Tak lupa diucapkan "alhamdulillah" selaku rasa syukur ke hadirat Allah.
3. Sejak di saat itu pendidikan dan praktek agama bagi sang bayi dimulai. Dengan sarat gesit sang ayah mengumandangkan azan di indera pendengaran kanan dan iqamah (qamat) di indera pendengaran kiri. Agar kalimat-kalimat tauhidlah yang pertama-tama ia dengar, sehingga pada final hayatnya kalimat kalimat itu pulalah yang mau ia dengar dan ia ucapkan.
4. Pada hari ketujuh selaku sebutan rasa syukur dan selaku bekal bagi sang bayi dilaksanakan upacara "aqiqah". Ia ialah kesaksian dari anggota penduduk atas kehadirannya dan penerimaan mereka. Ia ialah arahan dan cita-cita bahwa sang bayi nantinya siap untuk berkorban dan memberi faedah bagi masyarakatnya.
Kata "aqiqah" berarti memotong, sebab pada di saat itu diiris ternak untuk jamuan dan diiris rambut sang bayi. Hukum mengerjakan "aqiqah" yaitu sunnah muakkadah, atau sunnah yang kuat. Kata tergadai dalam hadits tadi diartikan oleh Imam Ahmad bin Hambal sebagai, "orangtua tidak mendapat syafaat dari anaknya hingga dilaksanakan "aqiqah" untuknya". Sehingga upacara "aqiqah" menurut para ulama sanggup dilaksanakan hingga anak menjadi besar atau baligh.
Jumlah ternak yang dipotong, dua ekor kambing untuk anak pria dan seekor untuk anak perempuan. Kambing yang sudah berumur setahun, yang sehat, yang tidak cacat, dengan cita-cita biar sang anak sehat dan tidak cacat, dan diniatkan diiris untuk kurban sang bayi. Daging kambing disunnahkan untuk diolah dengan diaduk bumbu yang manis, dengan cita-cita sang anak berkembang dengan akhlaq yang elok. Lalu disuguhkan terhadap para undangan. Hanya belahan kakinya, disunnahkan untuk diberikan pada sang bidan yang ikut melahirkan sang anak.
Rambut sang bayi diiris botak dan disunnahkan untuk menyediakan sedekah seberat timbangan rambut tadi dengan emas atau perak. Sang bayi juga diberi masakan yang manis, kurma yang dihaluskan, dengan cita-cita akan menjadi anak yang bagus dan generasi penerus yang mengerjakan kebajikan.
5. Sang bayi juga diberi nama yang baik. Dalam suatu hadits disebutkan: "Merupakan sebagian dari hak seorang anak atas orangtuanya yaitu mendidiknya dengan baik dan menyediakan nama yang baik."
Perlu kami garis bawahi di sini tentang santunan nama. Nama yang terbaik bagi seorang bayi pria yaitu Abdullah dan Abdurrahman. Setelah itu nama para rasul, nabi (seperti Muhammad SAW), malaikat, orang-orang yang salih dan yang berarti yang baik. Semua itu dengan cita-cita bahwa sang bayi nantinya akan berkembang dengan menyebabkan namanya selaku referensi. Kalau namanya Abdullah, maka di saat ia hendak berbuat tak baik, dan tak sengaja dipanggil, ia akan teringat peraturan-peraturan Allah, dan tak jadi berbuat aniaya. Dan begitulah seterusnya.