Sejarah Geshichte Des Korans
Tuesday, June 4, 2013
Edit
Sejarah "Geshichte des Korans". Oleh banyak akademisi, secara diskursif, Qur'anic Studies di Barat diklasifikasikan menjadi 2 fase. Pertama, Abad Pertengahan Akhir yang terentang semenjak era 12 hingga 16 M. Dalam fase ini, pendekatan ideologis menjadi mainstream. Fase kedua, Abad Kebangkitan dan Pencerahan. Satu fase di mana kajian kritis-historis al-Qur’an demikian erat bersinergi dengan kajian filologis (philological study) yang terinspirasi oleh penerapan sistem bibilical criticism yang tengah menjadi demam isu metodologi yang digandrungi.
Setelah penggunaan biblical criticsm dipelopori oleh Abraham Geiger (1810-1874), para pengkaji al-Qur'an dari Barat yang hidup pada era 19 memicu sistem ini selaku mainstream. Dan pada era kedua inilah, menyebut dan merujuk pada nama Theodor Nöldeke (1836-1930) dalam kancah diskursus Qur'anic Studies di Barat, ialah suatu keniscayaan. Boleh jadi, alasannya yakni buku inspiratifnya yang tebal berjudul "Geshichte des Korans" itulah, Nöldeke ditempatkan selaku sarjana besar nan otoritatif dalam ranah Qur'anic Studies di Barat hingga era yang paling canggih sekalipun.
Apresiasi memang banyak terlahir untuk Nöldeke dan "Geshichte des Korans"-nya. Beberapa sarjana besar menyebutnya selaku buku dengan bekal metodologi brilian yang melebihi zamannya dan sarat akan data dan fakta akurat berkenaan dengan studi al-Qur’an di Barat. Sayangnya, tak banyak pihak yang paham benar dengan sejarah "Geshichte des Korans" ini.
Buku monumental ini, sejatinya memiliki sejarah yang tidak mengecewakan panjang. Pada awalnya, buku "Geshichte des Korans" ialah suatu disertasi doktoral Nöldeke yang diajukan pada tahun 1860. Ia hanyalah buku setebal 200 halaman. Sebuah buku yang mulanya berencana menyediakan catatan serta kritik atas rancangan wahyu dan nabi yang termuat dalam buku karangan Gustav Weill berjudul Das Leben Muhammeds dan karya Sprenger berjudul Das Leben und die Lehre des Mohammad. Selepas dipublikasikan secara luas untuk pertama kalinya pada tahun 1898, buku setebal 200 halaman itu dirasa masih banyak memiliki kekurangan. Fakta ini mendorong salah satu murid Nöldeke, Friedrich Schwally (m. 1919) tergerak untuk menyertakan wacana-wacana gres seputar diskursus al-Qur’an. Hasilnya, pada tahun 1909, terbitlah volume pertama dari buku "Geshichte des Korans" ini. Momen inilah yang memicu buku "Geshichte des Korans" direspon dengan hangat oleh publik.
Tahun 1920, volume kedua dari buku "Geshichte des Korans" selaku hasil suntingan, penambahan dan jerih payah August Fischer (1865-1949) terbit. Nampaknya, keinginan intelektual Nöldeke akan diskursus seputar al-Qur'an belum tersalurkan sepenuhnya. Terbukti, ia mengusulkan pada Gotthelf Bergstresser (m.1934) untuk menyediakan catatan dan penambahan data bagi buku "Geshichte des Korans". Sayangnya, perjuangan mulia Bergstresser terhenti di tengah jalan alasannya yakni final hidup lebih dahulu menjemputnya. Tak lama, upaya intelektual Bergstresser dilanjutkan oleh muridnya, Otto Pretzl (m. 1941). Dan pada tahun 1937, volume ketiga buku "Geshichte des Korans" sukses diterbitkan. Akhirnya, di tahun 2000, terbitlah untuk pertama kalinya buku "Geshichte des Korans" secara lengkap yang menampung tiga volume buku tersebut. Tak heran, jikalau buku ini balasannya menjadi karya persyaratan bagi para orientalis, utamanya dalam sejarah kritis gubahan dan penyusunan al-Quran.
Setelah penggunaan biblical criticsm dipelopori oleh Abraham Geiger (1810-1874), para pengkaji al-Qur'an dari Barat yang hidup pada era 19 memicu sistem ini selaku mainstream. Dan pada era kedua inilah, menyebut dan merujuk pada nama Theodor Nöldeke (1836-1930) dalam kancah diskursus Qur'anic Studies di Barat, ialah suatu keniscayaan. Boleh jadi, alasannya yakni buku inspiratifnya yang tebal berjudul "Geshichte des Korans" itulah, Nöldeke ditempatkan selaku sarjana besar nan otoritatif dalam ranah Qur'anic Studies di Barat hingga era yang paling canggih sekalipun.
Apresiasi memang banyak terlahir untuk Nöldeke dan "Geshichte des Korans"-nya. Beberapa sarjana besar menyebutnya selaku buku dengan bekal metodologi brilian yang melebihi zamannya dan sarat akan data dan fakta akurat berkenaan dengan studi al-Qur’an di Barat. Sayangnya, tak banyak pihak yang paham benar dengan sejarah "Geshichte des Korans" ini.
Buku monumental ini, sejatinya memiliki sejarah yang tidak mengecewakan panjang. Pada awalnya, buku "Geshichte des Korans" ialah suatu disertasi doktoral Nöldeke yang diajukan pada tahun 1860. Ia hanyalah buku setebal 200 halaman. Sebuah buku yang mulanya berencana menyediakan catatan serta kritik atas rancangan wahyu dan nabi yang termuat dalam buku karangan Gustav Weill berjudul Das Leben Muhammeds dan karya Sprenger berjudul Das Leben und die Lehre des Mohammad. Selepas dipublikasikan secara luas untuk pertama kalinya pada tahun 1898, buku setebal 200 halaman itu dirasa masih banyak memiliki kekurangan. Fakta ini mendorong salah satu murid Nöldeke, Friedrich Schwally (m. 1919) tergerak untuk menyertakan wacana-wacana gres seputar diskursus al-Qur’an. Hasilnya, pada tahun 1909, terbitlah volume pertama dari buku "Geshichte des Korans" ini. Momen inilah yang memicu buku "Geshichte des Korans" direspon dengan hangat oleh publik.
Tahun 1920, volume kedua dari buku "Geshichte des Korans" selaku hasil suntingan, penambahan dan jerih payah August Fischer (1865-1949) terbit. Nampaknya, keinginan intelektual Nöldeke akan diskursus seputar al-Qur'an belum tersalurkan sepenuhnya. Terbukti, ia mengusulkan pada Gotthelf Bergstresser (m.1934) untuk menyediakan catatan dan penambahan data bagi buku "Geshichte des Korans". Sayangnya, perjuangan mulia Bergstresser terhenti di tengah jalan alasannya yakni final hidup lebih dahulu menjemputnya. Tak lama, upaya intelektual Bergstresser dilanjutkan oleh muridnya, Otto Pretzl (m. 1941). Dan pada tahun 1937, volume ketiga buku "Geshichte des Korans" sukses diterbitkan. Akhirnya, di tahun 2000, terbitlah untuk pertama kalinya buku "Geshichte des Korans" secara lengkap yang menampung tiga volume buku tersebut. Tak heran, jikalau buku ini balasannya menjadi karya persyaratan bagi para orientalis, utamanya dalam sejarah kritis gubahan dan penyusunan al-Quran.