Jangan Memaksakan Kehendakmu, Amirul Mukminin!
Monday, October 15, 2007
Edit
Ketika masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab r.a, Masjid Nabawi selalu disesakkan oleh jemaah kaum muslimin yang terus bertambah. Kemudian Umar r.a bertujuan untuk memperluas masjid tersebut mudah-mudahan bisa memuat kaum muslimin yang akan beribadah di dalamnya.
Semua rumah di sekeliling masjid sudah dibelinya, kecuali rumah Abbas bin Abdul Muthalib r.a atau Abul Fadhal (ayahnya Fadhal, putra sulungnya). Amirul Mukminin pun menemuinya dan berkata, "Wahai Abul Fadhal, menyerupai yang kaulihat bahwa masjid sudah tidak cukup memuat jemaah yang akan shalat di dalamnya. Aku sudah mendelegasikan untuk berbelanja tanah dan bangunan yang ada di sekitarnya untuk memperbesar bangunan masjid, kecuali rumahmu dan kamar-kamar Ummahatui Mu'minin (para istri nabi). Kami sulit dipercayai berbelanja dan membongkar kamar-kamar Ummahatul Mu'minin. Oleh alasannya itu, saya meminta kepadamu mudah-mudahan kau mau memasarkan rumahmu berapa pun harga yang kau mau dari Baitul Mal."
Abbas r.a. menjawab singkat, "Tidak mau!"
Bukan Umar r.a namanya jikalau ia patah semangat. Ia pun memamerkan tiga opsi bagi Abbas r.a,"Juallah rumahmu! Kau boleh meminta harga berapa pun dari Baitul Mal, saya akan membangunkanmu suatu bangunan lain dari Baitul Mal, atau kau berikan rumahmu selaku harta sedekah terhadap kaum muslimin!"
Abbas r.a tetap pada pendiriannya, "Aku tidak mau menerima semua itu!"
Melihat Abbas r.a yang keras kepala, Umar r.a meminta mudah-mudahan Abbas r.a menunjuk orang yang bisa menjadi penengah permasalahan mereka. Abbas r.a menunjuk Ubay bin Ka'ab r.a. yang lalu disetujui oleh Amirul Mukminin, Umar r.a.
Mereka berdua pun menemui Ubay bin Ka'ab r.a. Umar r.a berharap bahwa caranya ini sanggup menghasilkan Abbas r.a merelakan rumahnya untuk disedekahkan. Lagi pula bukankah ia dalam posisi yang benar alasannya ingin membangun masjid untuk kepentingan kaum muslimin beribadah terhadap Rabb-Nya? Umar r.a berkeyakinan bahwa Ubay r.a akan mendukung dirinya.
Setelah Ubay bin Ka'ab r.a mendengar permasalahan dari sudut pandang kedua belah pihak, ia mengisahkan, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Allah SWT pernah mewahyukan terhadap Nabi Daud a.s., 'Bangunlah untuk-Ku sebuoh rumah kawasan orang-orang menyebut nama-Ku di sana.' Nabi Daud a.s. menyiapkan untuk membangunnya di Baitul Magdis. Dalam perencanaannya itu, lokasi pembangunan tentang suatu rumah seorang Bani Israel. Nabi Daud memamerkan terhadap orang itu untuk memasarkan rumahnya, namun ia menolak ...."
Sampai di sini Umar r.a. merasa di atas angin alasannya ia percaya dirinyalah yang benar, sebagaimana posisi Nabi Daud a.s di saat itu. Kemudian Ubay r.a melanjutkan, "Terpikir oleh Nabi Daud a.s. untuk mengambilnya dengan paksa. Namun, lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya, 'Hai Daud! Aku menyuruhmu membangun untuk-Ku kawasan orang menyebut nama-Ku, sedangkan pemaksaan itu bukan sifat-Ku. Karena itu kau tidak usah membangunnya ..."
Umar r.a terkejut mendengar dongeng itu. Belum pernah sekalipun ia mendengar kisah tersebut dari Rasulullah saw. Sebelum Ubay r.a menyelesaikan kisahnya, Umar r.a. pribadi mencengkeram kerah baju Ubay r.a dan menyeretnya ke masjid sambil menghardik, "Aku mengharapkanmu untuk mendukungku, namun kau malah menyudutkanku! Kau mesti mengambarkan kebenaran kisahmu tadi!"
Umar r.a membawanya ke tengah-tengah majelis para sahabat, di antaranya ada Abu Dzar r.a. Umar r.a mengajukan pertanyaan ke majelis sahabat, "Saya berharap atas nama Allah, adakah di antara kalian yang pernah mendengar Rasulullah saw. mengatakan wacana Nabi Daud a.s yang ditugaskan oleh Allah SWT untuk mendirikan masjid mudah-mudahan disebut nama-Nya, lalu ia menegaskan Baitul Maqdis?"
Abu Dzar r.a. berkata, "Ya, saya pernah mendengarnya!" Begitu pula lainnya berkata sama, "Ya, saya juga mendengarnya!"
Jawaban para sobat menghasilkan Umar r.a tersadar, lalu berkata terhadap Abbas r.a, "Pergilah! Aku tidak akan menuntut rumahmu lagi!"
Melihat Umar r.a yang sudah melunak dan menyadari kesalahannya, Abbas r.a berkata, "Baiklah, kalau kau sudah merubah sikapmu, saya akan serahkan rumahku untuk disedekahkan bagi kepentingan kaum muslimin. Silakan perluas masjid mereka. Akan tetapi, jikalau kau mengambilnya dengan tekanan dan pemaksaan, saya tidak akan pernah merelakannya!"
Secara tidak langsung, Abbas r.a sudah mengoreksi perilaku Umar r.a yang bersikap adikara merampas hak rakyatnya mudah-mudahan menyanggupi keinginannya dengan cara paksa walaupun maksudnya untuk kemaslahatan umat.
Namun, di saat Abbas r.a menyaksikan Umar r.a. bisa menghargai hak rakyatnya untuk beropini dan menjaga miliknya, barulah ia merelakan rumahnya untuk disedekahkan.
Semua rumah di sekeliling masjid sudah dibelinya, kecuali rumah Abbas bin Abdul Muthalib r.a atau Abul Fadhal (ayahnya Fadhal, putra sulungnya). Amirul Mukminin pun menemuinya dan berkata, "Wahai Abul Fadhal, menyerupai yang kaulihat bahwa masjid sudah tidak cukup memuat jemaah yang akan shalat di dalamnya. Aku sudah mendelegasikan untuk berbelanja tanah dan bangunan yang ada di sekitarnya untuk memperbesar bangunan masjid, kecuali rumahmu dan kamar-kamar Ummahatui Mu'minin (para istri nabi). Kami sulit dipercayai berbelanja dan membongkar kamar-kamar Ummahatul Mu'minin. Oleh alasannya itu, saya meminta kepadamu mudah-mudahan kau mau memasarkan rumahmu berapa pun harga yang kau mau dari Baitul Mal."
Abbas r.a. menjawab singkat, "Tidak mau!"
Bukan Umar r.a namanya jikalau ia patah semangat. Ia pun memamerkan tiga opsi bagi Abbas r.a,"Juallah rumahmu! Kau boleh meminta harga berapa pun dari Baitul Mal, saya akan membangunkanmu suatu bangunan lain dari Baitul Mal, atau kau berikan rumahmu selaku harta sedekah terhadap kaum muslimin!"
Abbas r.a tetap pada pendiriannya, "Aku tidak mau menerima semua itu!"
Melihat Abbas r.a yang keras kepala, Umar r.a meminta mudah-mudahan Abbas r.a menunjuk orang yang bisa menjadi penengah permasalahan mereka. Abbas r.a menunjuk Ubay bin Ka'ab r.a. yang lalu disetujui oleh Amirul Mukminin, Umar r.a.
Mereka berdua pun menemui Ubay bin Ka'ab r.a. Umar r.a berharap bahwa caranya ini sanggup menghasilkan Abbas r.a merelakan rumahnya untuk disedekahkan. Lagi pula bukankah ia dalam posisi yang benar alasannya ingin membangun masjid untuk kepentingan kaum muslimin beribadah terhadap Rabb-Nya? Umar r.a berkeyakinan bahwa Ubay r.a akan mendukung dirinya.
Setelah Ubay bin Ka'ab r.a mendengar permasalahan dari sudut pandang kedua belah pihak, ia mengisahkan, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Allah SWT pernah mewahyukan terhadap Nabi Daud a.s., 'Bangunlah untuk-Ku sebuoh rumah kawasan orang-orang menyebut nama-Ku di sana.' Nabi Daud a.s. menyiapkan untuk membangunnya di Baitul Magdis. Dalam perencanaannya itu, lokasi pembangunan tentang suatu rumah seorang Bani Israel. Nabi Daud memamerkan terhadap orang itu untuk memasarkan rumahnya, namun ia menolak ...."
Sampai di sini Umar r.a. merasa di atas angin alasannya ia percaya dirinyalah yang benar, sebagaimana posisi Nabi Daud a.s di saat itu. Kemudian Ubay r.a melanjutkan, "Terpikir oleh Nabi Daud a.s. untuk mengambilnya dengan paksa. Namun, lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya, 'Hai Daud! Aku menyuruhmu membangun untuk-Ku kawasan orang menyebut nama-Ku, sedangkan pemaksaan itu bukan sifat-Ku. Karena itu kau tidak usah membangunnya ..."
Umar r.a terkejut mendengar dongeng itu. Belum pernah sekalipun ia mendengar kisah tersebut dari Rasulullah saw. Sebelum Ubay r.a menyelesaikan kisahnya, Umar r.a. pribadi mencengkeram kerah baju Ubay r.a dan menyeretnya ke masjid sambil menghardik, "Aku mengharapkanmu untuk mendukungku, namun kau malah menyudutkanku! Kau mesti mengambarkan kebenaran kisahmu tadi!"
Umar r.a membawanya ke tengah-tengah majelis para sahabat, di antaranya ada Abu Dzar r.a. Umar r.a mengajukan pertanyaan ke majelis sahabat, "Saya berharap atas nama Allah, adakah di antara kalian yang pernah mendengar Rasulullah saw. mengatakan wacana Nabi Daud a.s yang ditugaskan oleh Allah SWT untuk mendirikan masjid mudah-mudahan disebut nama-Nya, lalu ia menegaskan Baitul Maqdis?"
Abu Dzar r.a. berkata, "Ya, saya pernah mendengarnya!" Begitu pula lainnya berkata sama, "Ya, saya juga mendengarnya!"
Jawaban para sobat menghasilkan Umar r.a tersadar, lalu berkata terhadap Abbas r.a, "Pergilah! Aku tidak akan menuntut rumahmu lagi!"
Melihat Umar r.a yang sudah melunak dan menyadari kesalahannya, Abbas r.a berkata, "Baiklah, kalau kau sudah merubah sikapmu, saya akan serahkan rumahku untuk disedekahkan bagi kepentingan kaum muslimin. Silakan perluas masjid mereka. Akan tetapi, jikalau kau mengambilnya dengan tekanan dan pemaksaan, saya tidak akan pernah merelakannya!"
Secara tidak langsung, Abbas r.a sudah mengoreksi perilaku Umar r.a yang bersikap adikara merampas hak rakyatnya mudah-mudahan menyanggupi keinginannya dengan cara paksa walaupun maksudnya untuk kemaslahatan umat.
Namun, di saat Abbas r.a menyaksikan Umar r.a. bisa menghargai hak rakyatnya untuk beropini dan menjaga miliknya, barulah ia merelakan rumahnya untuk disedekahkan.