Ketaatan Anak Saleh

Ismail a.s berkembang menjadi cukup umur yang tampan. Di usianya yang masih belia, terlihat kelembutan hati dan kebijaksanaan terpancar dari wajahnya. Saat-saat senang ia rasakan di saat Allah SWT mempertemukan kembali dengan ayahnya yang sudah terpisah selama bertahun-tahun.

Meskipun sebenarnya hal itu bukan kehendak sang ayah untuk meninggalkan Ismail bayi dan sang istri di suatu padang gersang dan tandus di masa lampau. Justru pada di saat itu hati Ibrahim a.s sedang terpaut cinta yang dalam terhadap putra semata wayangnya tersebut.

Kini ayah dan anak dipersatukan kembali oleh Allah. Ismail a.s mencicipi kembali curahan cinta dan kasih sayang seorang ayah. Akan tetapi, belum usang mereka melepas rindu dan kasih sayang, Allah SWT menurunkan perintah selanjutnya.

Ibrahim a.s berimajinasi menyembelih putra semata wayangnya yang begitu ia cintai. Tentu saja mimpi itu menjadikannya ragu-ragu alasannya ayah mana yang tega membunuh putra tercintanya. Benarkah mimpi itu tiba dari Allah SWT atau hanyalah kecerdikan busuk setan terkutuk?

Ketika Allah SWT meyakinkan bahwa mimpi itu benar dan itu merupakan perintah yang mesti dijalankan, tanpa mengajukan pertanyaan lagi Ibrahim a.s pribadi mematuhinya. Ibrahim a.s menyodorkan perintah Allah SWT ini terhadap putranya, Ismail.

Dialog antara mereka berdua ini diabadikan dalam Al-Qur'an, "Maka di saat anak itu hingga (pada umur) sanggup berupaya bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungsuhnya saya berimajinasi bahwa saya menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang ditugaskan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku tergolong orang yang sabar." (QS Ash-Shaffat [37]: 102)

Subhanallah, kecintaan mereka terhadap Allah SWT melahirkan ketaatan yang nrimo dan murni. Ismail a.s tanpa ragu siap mempertaruhkan nyawanya jikalau memang itu yang diinginkan Allah SWT.

Keduanya beranjak ke suatu kawasan untuk mengerjakan perintah Allah SWT itu. Ibrahim a.s memandang putranya untuk terakhir kali. Ismail merebahkan tubuhnya dengan wajah menghadap ke tanah. Dalam posisi tersebut, sang ayah tidak akan menyaksikan wajah anaknya yang kesakitan, sedangkan bagi Ismail, ia tidak akan menyaksikan prosesi penyembelihan dirinya.

Tatkala pisau akan ditebaskan di leher Ismail, Allah SWT memiliki rencana lain. Atas kehendak-Nya, Ismail diganti dengan seekor domba yang besar. Kesabaran mereka sungguh sungguh teruji. Mereka sungguh-sungguh sanggup mengerjakan perintah Allah dengan sarat kesabaran.

Selanjutnya Allah SWT mengabarkan kisah mereka dalam Al-Qur'an, "Maka di saat keduanya sudah berserah diri dan ia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk mengerjakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! sungguh, engkau sudah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi respon terhadap orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini sungguh-sungguh suatu cobaan yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kelompok orang-orang yang tiba kemudian, "Selamat makmur bagj Ibrahim." Demikianlah Kami memberi respon terhadap orang-orang yang berbuat baik." (QS Ash-Shaffat [37]: 103-110)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel