Masa Kelahiran dan Masa Pengasuhan Nabi Muhammad Saw.
Thursday, September 10, 2015
Edit
Nabi Muhammad saw. lahir di tengah-tengah masyarakat yang rusak, baik moral atau kemasyarakatannya. Nabi Muhammad lahir dari seorang ayah yang bernama Abdullah, putra Abdul Muttalib dan ibunda- nya bernama Siti Aminah binti Wahhab bin Abdul Manaf. Jika dilacak, silsilah Nabi Muhammad Saw. akan sampai kepada Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim a.s.
Abdullah, sebagaimana penduduk Mekah berprofesi sebagai pedagang. Dalam perjalanan berdagang, Abdullah sakit lalu wafat. Pada saat itu Aminah, istrinya sedang mengandung Nabi Muhammad. Jadi, Nabi Muhammad lahir sebagai seorang yatim. Beliau tidak dapat bertatap muka dengan ayahandanya.
Nabi Muhammad lahir di Mekah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah yang bertepatan dengan 20 April 570 M. Ketika Siti Aminah melahirkan bayi laki-laki, Abdul Muttalib, kakek Muhammad bersukacita. Abdul Muttalib menggendong Muhammad yang masih bayi untuk tawaf mengelilingi Kakbah. Ia memberi nama sang cucu Muhammad, sebuah nama yang saat itu masih asing untuk penduduk Mekah. Dengan memberi nama Muhammad, Abdul Muttalib berharap cucunya kelak menjadi orang yang terpuji.
Para bayi di Mekah tidak diasuh dan disusui oleh ibundanya sendiri. Begitu juga dengan Nabi Muhammad. Pada saat masih bayi, beliau diasuh ibundanya dan Halimah as-Sa’diyah. Halimah berasal dari suku Saad yang tinggal di pegunungan berhawa sejuk. Kehadiran bayi Muhammad membawa berkah untuk keluarga Halimah. Air susu kambing yang pada awalnya tidak keluar menjadi keluar lagi, kambing yang dahulu kurus menjadi gemuk, dan beberapa karunia lainnya. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 52–53)
Di desa yang berhawa sejuk itulah Nabi Muhammad melewati masa kanak-kanaknya bersama anak-anak Halimah. Setelah tidak lagi menyusu, tibalah saatnya mengembalikan Muhammad kepada Aminah, ibundanya. Aminah menerima Muhammad dengan sukacita. Baru beberapa saat Muhammad diasuh oleh ibundanya, wabah penyakit melanda Mekah. Aminah khawatir jika Muhammad turut terserang wabah, beliau dikembalikan kepada Halimah. Halimah menerima Muhammad dengan suka cita. Muhammad berada di bawah asuhan Halimah hingga berumur 4 tahun.
Tiba saatnya Muhammad kembali ke pangkuan Aminah, ibundanya. Berat rasanya Halimah melepas Muhammad kembali kepada ibundanya. Akan tetapi, apa mau dikata, Muhammad wajib dikembalikan. Aminah menerima Muhammad, putranya, dengan sukacita. Setelah usia Muhammad dapat memahami lingkungan sekitar, Aminah menceritakan mengenai ayahnya yang telah wafat dalam perjalanan dagang. Pada suatu hari, Aminah mengajak Muhammad berziarah ke pusara Abdullah. Aminah dan Muhammad didampingi oleh Ummu Aiman.
Mereka bertiga bertolak menuju pusara Abdullah sambil bersilaturahmi kepada sanak saudara. Setelah dirasa cukup, mereka pun kembali ke Mekah. Setibanya di Desa Abwa, Aminah jatuh sakit lalu wafat dan dimakamkan di desa itu. (Muhammad Husain Haekal. 2005: halaman 56–57)
Nabi Muhammad telah menjadi yatim piatu dalam usia enam tahun. Didampingi Ummu Aiman, Muhammad kembali ke Mekah. Selanjutnya, Muhammad diasuh oleh Abdul Muttalib, kakeknya. Abdul Muttalib mengasuh Muhammad penuh kasih sayang. Akan tetapi, tidak lama berselang, Abdul Muttalib pun wafat. Nabi Muhammad lalu diasuh oleh Abu Talib, pamannya.
Abu Talib bukanlah orang kaya yang bergelimang harta. Kehidupan ekonomi Abu Talib pas-pasan sehingga dia harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan yang demikian, Muhammad membantu meringankan beban sang paman dengan menggembala kambing. Selain itu, Nabi Muhammad juga senang hati membantu sang paman berdagang. Beliau turut dalam kafilah dagang menuju negeri Syam. Dalam perjalanan dagang itu, Muhammad selalu dinaungi oleh segumpal awan. Dengan demikian, beliau tidak merasakan panas matahari yang menyengat. Ketika Muhammad berhenti, awan itu turut berhenti. Jika Muhammad berjalan kembali, awan itu pun turut berjalan lagi.
Dalam perjalanan itu, rombongan menginap di rumah seorang pendeta yang bernama Buhairah. Sang pendeta melihat tanda-tanda kenabian dalam diri Muhammad. Oleh sebab itu, ia berpesan agar Abu Talib menjaga keponakannya dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya, rombongan melanjutkan perjalanan untuk berdagang. Demikianlah, Muhammad adalah seorang pekerja keras yang tidak segan-segan membantu berdagang atau mengembala kambing. Muhammad secara tidak langsung belajar cara berdagang dari Abu Talib, pamannya. Muhammad tumbuh menjadi seorang pemuda yang jujur dan berbudi pekerti luhur.
Sumber : Pendidikan Agama Islam Kelas VII, Husni Thoyar