Ibn Fûrak Pakar Ilmu Kalam Yang Tenggelam
Sunday, August 30, 2015
Edit
Ibn Fûrak Pakar Ilmu Kalam Yang Tenggelam. Diskursus ilmu kalam dalam bentangan sejarah tradisi peradaban Islam yakni diskursus yang lebih sering menyuguhkan hiruk-pikuk, juga letupan yang meninggalkan serpihan aliran berupa sekte keagamaan, mazhab fikih dan jalan sufistik. Diskursus yang meluas menjadi pertentangan dengan spektrum yang tak tersekat ruang dan waktu. Mengalirkan darah, membunuh kebersamaan dan memberangus sisi-sisi kemanusiaan.
Itu yang terjadi di tepian yang kelam. Di seberang yang benderang, kajian kalam menyebabkan fanatisme keagamaan dalam bingkai positif. Wacana-wacana ilmu kalam bermetamorfosis jernih dalam fungsi sentralnya selaku tameng dalam menjaga keabsahan rancangan ketuhanan ala Islam. Secara simultan, dialektika dalam ilmu kalam dengan signifikan melahirkan banyak generasi sarjana muslim klasik brilian.
Sejarah sudah menyebut Mu'tazilah selaku pioner kajian kalam. Sedang kaum Sunni dengan kelompok Asy'ariah dan Maturidiah kerap memamerkan antitesa atas ide pihak Mu'tazilah. Salah satu pakar kalam dari kelompok Asy'ariah yakni Ibn Fûrak. Sosok sarjana raksasa yang menjadi pusat tumpuan dalam rangka mengetahui aliran Asy'ari. Selain al-Baqilani, al-Juwayni dan al-Ghazali tentunya.
Para penikmat kajian kalam mengenalnya selaku Muhammad ibn al-Hasan ibn Fûrak al-Anshari. Ulama besar yang hidup pada kala keempat Hijriah. Tak banyak literatur klasik yang menunjukkan kehidupannya. Salah satunya yakni buku Thabaqat al-Syafi'iyyah karangan Taj al-Din al-Subkiy. Dalam bukunya itu, al-Subkiy lebih banyak menerangkan kebanggaan atas ketokohan Ibn Furak. Ujarnya, Ibn Furak yakni seorang sarjana besar yang berkompeten dalam kajian fikih, ushul fikih, bahasa dan kalam sekaligus.
Tokoh kalam penganut mazhab Syafii ini, oleh sebagian versi, dilahirkan di kota Isfihan. Dan menghabiskan masa remajanya dengan berguru di Baghdad dan Bashrah. Tak puas dengan iklim pendidikan di Irak, Ibn Furak menentukan hijrah ke wilayah al-Rayy. Sebuah kota yang kelak melahirkan sarjana besar berjulukan Fakhruddin al-Razi. Di wilayah tersebut, kesanggupan intelektual Ibn Furak, khususnya bidang fikih, makin terasah dan bahkan meraih kematangannya akhir perjumpaannya dengan para ulama Naisabur. Di Naisabur, Ibnu Furak memimpin suatu madrasah yang berniat mencetak para fuqaha.
Selain dimengerti selaku seorang pendidik, Ibn Furak juga ialah penulis yang produktif. Beberapa data sejarah menyebutkan bahwa karya-karyanya meraih jumlah 100 lebih. Baik yang membicarakan fikih, kalam, ushul fikih maupun tata bahasa. Seperti "Risalat fi ‘Ilm al-Tawhid", "al-Nidhami fi Ushul al-Din", "Gharib al-Qur'an" dan "al-Hudud fi al-Ushul". Salah satu karyanya yang memperoleh apresiasi luas yakni Mujarrad Maqalat al-Syaikh Abi Hasan al-Asy'ari. Satu buku yang ditempatkan selaku gerbang utama dikala hendak mengkaji dan mengerti aliran al-Asy'ari.
Jika dicermati mendalam, buku tersebut bisa mengambarkan kepakaran Ibn Furak dalam kajian kalam, utamanya mazhab Asy'ariah. Tak berlebihan jikalau banyak yang menilai buku Ibn Furak ini selaku satu-satunya parameter dalam menyeleksi keabsahan pendapat-pendapat yang disandarkan pada al-Asy'ari. Sebab dalam kajian kalam terjadi fenomena yang memprihatinkan dengan adanya manipulasi atas pendapat-pendapat al-Asy'ari. Beberapa sarjana dari kelompok Salafiyyah dengan semena-mena mengklaim bahwa al-Asy'ari sudah beralih dari mazhabnya sendiri menuju mazhab tajsim.
Argumen yang disodorkan kelompok Salafiyyah itu yakni suatu buku yang berjudul "Risalat ila Ahl al-Tsighr" yang diklaim selaku buku karangan al-Asy'ari. Padahal, jikalau diteliti, Ibn Furak tak pernah menempatkan "Risalat ila Ahl al-Tsighr" selaku salah satu peninggalan al-Asy'ari. Secara meyakinkan Ibn Furak mengemukakan bahwa buku yang ditulis terakhir oleh al-Asy'ari yakni "Risalat fi Istihsan al-Khawdh fi ‘Ilm al-Kalam".
Kepiawaian Ibn Furak dalam penguasaan aliran al-Asy'ari terperinci banyak terbantu oleh sosok Abu ‘Abdillah ibn Mujahid; murid al-Asy'ari. Selain terhadap Abu ‘Abdillah ibn Mujahid, Ibn Furak bareng dengan al-Baqilani dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy juga mendalami ilmu kalam pada Abu al-Hasan al-Bahiliy yang notabene ialah murid al-Asy'ari generasi pertama.
Kiprah intelektual Ibn Furak tercatat dalam pembelaannya atas kelompok Sunni melawan penunjang Abu ‘Abdillah ibn Karram. Beberapa kali, Ibn Furak bepergian ke luar kota Naysbur untuk menghadiri usul diskusi ataupun debat terbuka. Hingga suatu ketika, dalam perjalanan pulang dari Ghuznat menuju Naysabur, Ibn Furak diracun. Dia meninggal dan dikebumikan di Hirat pada tahun 406 H.
Itu yang terjadi di tepian yang kelam. Di seberang yang benderang, kajian kalam menyebabkan fanatisme keagamaan dalam bingkai positif. Wacana-wacana ilmu kalam bermetamorfosis jernih dalam fungsi sentralnya selaku tameng dalam menjaga keabsahan rancangan ketuhanan ala Islam. Secara simultan, dialektika dalam ilmu kalam dengan signifikan melahirkan banyak generasi sarjana muslim klasik brilian.
Sejarah sudah menyebut Mu'tazilah selaku pioner kajian kalam. Sedang kaum Sunni dengan kelompok Asy'ariah dan Maturidiah kerap memamerkan antitesa atas ide pihak Mu'tazilah. Salah satu pakar kalam dari kelompok Asy'ariah yakni Ibn Fûrak. Sosok sarjana raksasa yang menjadi pusat tumpuan dalam rangka mengetahui aliran Asy'ari. Selain al-Baqilani, al-Juwayni dan al-Ghazali tentunya.
Para penikmat kajian kalam mengenalnya selaku Muhammad ibn al-Hasan ibn Fûrak al-Anshari. Ulama besar yang hidup pada kala keempat Hijriah. Tak banyak literatur klasik yang menunjukkan kehidupannya. Salah satunya yakni buku Thabaqat al-Syafi'iyyah karangan Taj al-Din al-Subkiy. Dalam bukunya itu, al-Subkiy lebih banyak menerangkan kebanggaan atas ketokohan Ibn Furak. Ujarnya, Ibn Furak yakni seorang sarjana besar yang berkompeten dalam kajian fikih, ushul fikih, bahasa dan kalam sekaligus.
Tokoh kalam penganut mazhab Syafii ini, oleh sebagian versi, dilahirkan di kota Isfihan. Dan menghabiskan masa remajanya dengan berguru di Baghdad dan Bashrah. Tak puas dengan iklim pendidikan di Irak, Ibn Furak menentukan hijrah ke wilayah al-Rayy. Sebuah kota yang kelak melahirkan sarjana besar berjulukan Fakhruddin al-Razi. Di wilayah tersebut, kesanggupan intelektual Ibn Furak, khususnya bidang fikih, makin terasah dan bahkan meraih kematangannya akhir perjumpaannya dengan para ulama Naisabur. Di Naisabur, Ibnu Furak memimpin suatu madrasah yang berniat mencetak para fuqaha.
Selain dimengerti selaku seorang pendidik, Ibn Furak juga ialah penulis yang produktif. Beberapa data sejarah menyebutkan bahwa karya-karyanya meraih jumlah 100 lebih. Baik yang membicarakan fikih, kalam, ushul fikih maupun tata bahasa. Seperti "Risalat fi ‘Ilm al-Tawhid", "al-Nidhami fi Ushul al-Din", "Gharib al-Qur'an" dan "al-Hudud fi al-Ushul". Salah satu karyanya yang memperoleh apresiasi luas yakni Mujarrad Maqalat al-Syaikh Abi Hasan al-Asy'ari. Satu buku yang ditempatkan selaku gerbang utama dikala hendak mengkaji dan mengerti aliran al-Asy'ari.
Jika dicermati mendalam, buku tersebut bisa mengambarkan kepakaran Ibn Furak dalam kajian kalam, utamanya mazhab Asy'ariah. Tak berlebihan jikalau banyak yang menilai buku Ibn Furak ini selaku satu-satunya parameter dalam menyeleksi keabsahan pendapat-pendapat yang disandarkan pada al-Asy'ari. Sebab dalam kajian kalam terjadi fenomena yang memprihatinkan dengan adanya manipulasi atas pendapat-pendapat al-Asy'ari. Beberapa sarjana dari kelompok Salafiyyah dengan semena-mena mengklaim bahwa al-Asy'ari sudah beralih dari mazhabnya sendiri menuju mazhab tajsim.
Argumen yang disodorkan kelompok Salafiyyah itu yakni suatu buku yang berjudul "Risalat ila Ahl al-Tsighr" yang diklaim selaku buku karangan al-Asy'ari. Padahal, jikalau diteliti, Ibn Furak tak pernah menempatkan "Risalat ila Ahl al-Tsighr" selaku salah satu peninggalan al-Asy'ari. Secara meyakinkan Ibn Furak mengemukakan bahwa buku yang ditulis terakhir oleh al-Asy'ari yakni "Risalat fi Istihsan al-Khawdh fi ‘Ilm al-Kalam".
Kepiawaian Ibn Furak dalam penguasaan aliran al-Asy'ari terperinci banyak terbantu oleh sosok Abu ‘Abdillah ibn Mujahid; murid al-Asy'ari. Selain terhadap Abu ‘Abdillah ibn Mujahid, Ibn Furak bareng dengan al-Baqilani dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy juga mendalami ilmu kalam pada Abu al-Hasan al-Bahiliy yang notabene ialah murid al-Asy'ari generasi pertama.
Kiprah intelektual Ibn Furak tercatat dalam pembelaannya atas kelompok Sunni melawan penunjang Abu ‘Abdillah ibn Karram. Beberapa kali, Ibn Furak bepergian ke luar kota Naysbur untuk menghadiri usul diskusi ataupun debat terbuka. Hingga suatu ketika, dalam perjalanan pulang dari Ghuznat menuju Naysabur, Ibn Furak diracun. Dia meninggal dan dikebumikan di Hirat pada tahun 406 H.