Hari Sabtunya Orang Yahudi
Friday, August 24, 2007
Edit
Dan tanyakanlah terhadap Bani Israel tentang negeri yang terletak di bersahabat bahari dikala mereka melanggar hukum pada hari Sabtu, di waktu tiba terhadap mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak tiba terhadap mereka. Demikianlah Kami menjajal mereka disebabkan mereka berlaku fasik.
Dan (ingatlah) dikala suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kau menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai argumentasi (pelepas tanggung jawab) terhadap Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa".
Maka tatkala mereka melalaikan apa yang diperingatkan terhadap mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan terhadap orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka senantiasa berbuat fasik.
Maka tatkala mereka bersikap arogan terhadap apa yang mereka tidak boleh mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kau monyet yang hina". Dan (ingatlah), dikala Tuhanmu memberitahukan, bahwa bekerjsama Dia akan mengirim terhadap mereka (orang-orang Yahudi) hingga hari simpulan zaman orang-orang yang mau menimpakan terhadap mereka azab yang seburuk-buruknya.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan bekerjsama Dia yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, biar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'Raaf: 63-68)
Kisah ini menceritakan tentang suatu desa orang-orang Yahudi yang terletak di pesisir lautan, yakni suatu desa pesisir di antara desa-desa yang mereka diami. Orang-orang Yahudi lokal sudah ditugaskan Allah untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari Sabtu dan mereka dibolehkan untuk menangkap pada hari-hari lain dalam sepekan.
Allah sudah menguji mereka dengan keharusan ini, di mana ikan-ikan itu menjauhi mereka dan jarang dijumpai pada hari-hari dibolehkannya menangkap ikan, sementara pada hari Sabtu ikan-ikan itu justru banyak mengunjungi mereka dengan terapung-apung di sekeliling mereka.
Setan pun membisiki hati sekelompok orang dari penduduk desa dan membujuk mereka untuk menangkap ikan. Akan tetapi, bagaimana caranya mereka sanggup mengelak dari perintah Allah tersebut? Setan berbincang alibi, cara tipu daya, serta membimbing mereka tips biar sanggup menangkap ikan pada hari Sabtu.
Penduduk desa itu terbagi menjadi dua kalangan dalam menghadapi kalangan yang melanggar batas tersebut. Kelompok pertama yakni orang-orang saleh dari para dai yang menjalankan keharusan mereka dalam dakwah dan memprotes orang-orang yang menyiasati perintah-perintah Allah dengan banyak sekali alibi, pelanggaran, dan perburuan mereka pada hari Sabtu.
Kelompok kedua yakni orang-orang yang berdiam diri, yang membisu menyaksikan pelanggaran orang-orang yang melebihi batas, dan mereka justru melontarkan celaan dan penentangan terhadap orang-orang saleh yang berdakwah, dengan argumentasi bahwa tidak ada keuntungannya menasihati dan memperingatkan sekelompok orang yang memang sudah selayaknya binasa dan akan memperoleh azab.
Orang-orang saleh itu menerangkan terhadap orang-orang yang mencela mereka dan mendiamkan kemungkaran itu bahwa mereka memprotes kemungkaran itu dengan tujuan melepaskan tanggung jawab di hadapan Allah dan demi menunaikan keharusan serta biar mereka mau bertakwa.
Ketika azab Allah menimpa orang-orang yang melebihi batas itu, maka Allah merubah wujud mereka menjadi monyet-monyet hina. Perubahan bentuk wujud itu memang terjadi sesungguhnya. Tidak usang sehabis berubah wujud menjadi monyet yang tidak mempunyai keturunan, mereka kesudahannya mati.
Allah menyelamatkan orang-orang saleh para dai itu. Sementara itu, Al-Quran tidak menerangkan nasib orang-orang yang diam, barangkali lantaran mereka tidak bermakna dan hina di mata Allah. Karena mereka tidak disebutkan bareng orang-orang yang selamat maka sepertinya mereka tergolong orang-orang yang binasa dan terkutuk.
Dan (ingatlah) dikala suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kau menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai argumentasi (pelepas tanggung jawab) terhadap Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa".
Maka tatkala mereka melalaikan apa yang diperingatkan terhadap mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan terhadap orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka senantiasa berbuat fasik.
Maka tatkala mereka bersikap arogan terhadap apa yang mereka tidak boleh mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kau monyet yang hina". Dan (ingatlah), dikala Tuhanmu memberitahukan, bahwa bekerjsama Dia akan mengirim terhadap mereka (orang-orang Yahudi) hingga hari simpulan zaman orang-orang yang mau menimpakan terhadap mereka azab yang seburuk-buruknya.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan bekerjsama Dia yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, biar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'Raaf: 63-68)
Kisah ini menceritakan tentang suatu desa orang-orang Yahudi yang terletak di pesisir lautan, yakni suatu desa pesisir di antara desa-desa yang mereka diami. Orang-orang Yahudi lokal sudah ditugaskan Allah untuk tidak berburu dan menangkap ikan pada hari Sabtu dan mereka dibolehkan untuk menangkap pada hari-hari lain dalam sepekan.
Allah sudah menguji mereka dengan keharusan ini, di mana ikan-ikan itu menjauhi mereka dan jarang dijumpai pada hari-hari dibolehkannya menangkap ikan, sementara pada hari Sabtu ikan-ikan itu justru banyak mengunjungi mereka dengan terapung-apung di sekeliling mereka.
Setan pun membisiki hati sekelompok orang dari penduduk desa dan membujuk mereka untuk menangkap ikan. Akan tetapi, bagaimana caranya mereka sanggup mengelak dari perintah Allah tersebut? Setan berbincang alibi, cara tipu daya, serta membimbing mereka tips biar sanggup menangkap ikan pada hari Sabtu.
Penduduk desa itu terbagi menjadi dua kalangan dalam menghadapi kalangan yang melanggar batas tersebut. Kelompok pertama yakni orang-orang saleh dari para dai yang menjalankan keharusan mereka dalam dakwah dan memprotes orang-orang yang menyiasati perintah-perintah Allah dengan banyak sekali alibi, pelanggaran, dan perburuan mereka pada hari Sabtu.
Kelompok kedua yakni orang-orang yang berdiam diri, yang membisu menyaksikan pelanggaran orang-orang yang melebihi batas, dan mereka justru melontarkan celaan dan penentangan terhadap orang-orang saleh yang berdakwah, dengan argumentasi bahwa tidak ada keuntungannya menasihati dan memperingatkan sekelompok orang yang memang sudah selayaknya binasa dan akan memperoleh azab.
Orang-orang saleh itu menerangkan terhadap orang-orang yang mencela mereka dan mendiamkan kemungkaran itu bahwa mereka memprotes kemungkaran itu dengan tujuan melepaskan tanggung jawab di hadapan Allah dan demi menunaikan keharusan serta biar mereka mau bertakwa.
Ketika azab Allah menimpa orang-orang yang melebihi batas itu, maka Allah merubah wujud mereka menjadi monyet-monyet hina. Perubahan bentuk wujud itu memang terjadi sesungguhnya. Tidak usang sehabis berubah wujud menjadi monyet yang tidak mempunyai keturunan, mereka kesudahannya mati.
Allah menyelamatkan orang-orang saleh para dai itu. Sementara itu, Al-Quran tidak menerangkan nasib orang-orang yang diam, barangkali lantaran mereka tidak bermakna dan hina di mata Allah. Karena mereka tidak disebutkan bareng orang-orang yang selamat maka sepertinya mereka tergolong orang-orang yang binasa dan terkutuk.