Pengakuan Raja Heraclius
Thursday, August 30, 2007
Edit
Pada masa Perjanjian Hudaibiyah atau gencatan senjata antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy, Rasulullah saw mendelegasikan beberapa sahabat. Mereka dikirim terhadap raja-raja bangsa Arab dan non-Arab untuk menyeru Al-Islam. Salah satu teman dekat yang diutus yakni Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyodorkan surat dakwah terhadap Heraclius, Kaisar Romawi.
Dihyah pun diterima oleh Heraclius dengan sungguh baik. Kemudian ia menyodorkan surat dakwah dari Rasulullah saw terhadap sang Kaisar Romawi.
Setelah Heraclius membaca pesan Rasulullah saw, ia secepatnya menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Saat itu Abu Sufyan berada di sana bareng serombongan kafilah jualan Quraisy.
Para pengawal kerajaan pun melaporkan eksistensi Abu Sufyan dan teman-temannya terhadap sang kaisar. Kemudian dipanggillah Abu Sufyan yang masih tidak senang Islam bareng teman-temannya ke hadapan Kaisar Romawi tersebut.
Abu Sufyan dan teman-temannya tiba menghadap Heraclius. Dengan didampingi seorang penerjemah, sang Kaisar memulai obrolan dengan pertanyaan, "Siapa di antara kalian yang paling bersahabat garis keturunannya dengan orang yang mengaku selaku nabi ini?"
Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan!"
Kemudian terjadilah obrolan di antara keduanya di hadapan para petinggi istana kekaisaran Romawi. Berikut ini obrolan yang diceritakan eksklusif oleh Abu Sufyan dan diriwayatkan kembali oleh Bukhari.
Heraclius : "Bagaimana kedudukan keluarganya di antara kalian?"
Abu Sufyan : "Ia berasal dari keturunan bangsawan."
Heraclius : "Adakah di antara keluarganya mengaku Nabi?"
Abu Sufyan : "Tidak."
Heraclius : "Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja atau kaisar?"
Abu Sufyan : "Tidak ada."
Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya ataukah orang kebanyakan?"
Abu Sufyan : "Pengikutnya adatah orang lemah, miskin, budak, dan perempuan muda."
Heraclius : "Jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang?"
Abu Sufyan : "Terus bertambah dari waktu ke waktu."
Heraclius : "Setelah menemukan agamanya, apakah pengikutnya itu tetap setia kepadanya ataukah merasa kecewa, kemudian meninggalkannya?"
Abu Sufyan : "Tidak ada yang meninggalkannya."
Heraclius : "Sebelum dia menjadi nabi, apakah dia suka berdusta?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah."
Heraclius : "Pernahkah orang itu ingkar komitmen atau mengkhianati keyakinan yang diberikan kepadanya?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami gres saja melaksanakan perjanjian gencatan senjata dengannya dan menanti apa yang akan diperbuatnya."
Heraclius : "Pernahkah engkau berperang dengannya?"
Abu Sufyan : "Pernah."
Heraclius : "Basaimana hasilnya?"
Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang, terkadang dia yang lebih baik dibandingkan dengan kami."
Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"
Abu Sufyan : "Dia menyuruh kami untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, meninggalkan takhayul dan keyakinan leluhur kami, menjalankan shalat, mengeluarkan duit zakat dan berbuat baik terhadap fakir miskin, bersikap jujur dan sanggup dipercaya, memelihara apa yang dititipkan terhadap kita dan mengembalikan dengan utuh, memelihara silaturrahim dengan semua orang, dan yang terpenting dengan keluarga sendiri."
Lalu, menyerupai dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a, Heraclius memamerkan respon selaku berikut lewat penerjemahnya.
Heraclius : "Aku mengajukan pertanyaan kepadamu wacana silsilah keluarganya dan kamu menjawab dia yakni keturunan aristokrat terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasai dari keluarga terhormat di antara kaumnya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini saya menyimpulkan bahwa orang ini memong tidak dipengaruhi oleh semua orang dalam hal kenabian yang diikrarkannya, dan tidak menggandakan semua orang dalam keluarganya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi penguasa, saya berpendapat dia sedang berupaya menemukan kembali kekuasaan leluhurnya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah dia pernah berdusta dan ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah berdusta terhadap sesamanya pasti tidak akan berdusta terhadap Allah.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu tentang kelompok orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya yakni orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang memperoleh panggitan kenabian.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawabanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada dogma hingga keimanan itu lengkap.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menemukan agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jikalau keimanan sejati sudah mengisi hati seseorang.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah dia pernah ingkar komitmen dan menurutmu tidak pernah. Sifat sanggup mengemban amanah yakni ciri kerasulan sejati.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang engkau yang menang dan kadang dia yang menang dalam permasalahan duniawi.
Para nabi tidak pernah senantiasa menang, tapi mereka bisa menanggulangi masa-masa sukar perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya hingga alhasil mereka memperoleh kemenangan.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu shalat, bicara jujur, serta sarat perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, dia akan secepatnya berkuasa di kawasan saya memijakkan kakiku dikala ini.
Aku tahu bahwa orang ini akan lahir, tapi saya tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika saya tahu saya bisa mendekatinya, saya akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, saya akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasa kawasan dua telapak kakiku!"
Selanjutnya, Heraclius berkata terhadap Dihyah Al-Kalbi, "Sungguh, saya tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami pahami gunjingan kedatangannya dalam kitab kami. Namun, saya takut orang-orang Romawi akan melaksanakan sesuatu kepadaku. Kalau bukan sebab itu, saya akan mengikutinya!"
Untuk pertanda perkataannya tersebut, Heraclius menyuruh orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya kaisar sudah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya dengan persenjataan lengkap berbarengan menyerbu ke dalam ruangan kawasan Kaisar berada, kemudian mengepungnya.
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, "Engkau sudah menyaksikan sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, saya takut terhadap rakyatku!"
Heraclius membubarkan pasukannyadengan menyuruh pengawalnya menginformasikan berita, "Sesungguhnya kaisar lebih bahagia bareng kalian. Tadi ia sedang menguji kalian untuk mengenali ketekunan kalian dalam agama kalian. Sekarang pergilah!"
Mendengar pengumuman tersebut, bubarlah pasukan yang akan menyerang Kaisar tadi. Sang Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang berisi, "Sesungguhnya saya sudah masuk Islam." Kaisar juga menitipkan kado beberapa dinar terhadap Rasulullah saw.
Ketika Dihyah menyodorkan pesan Raja Heraclius terhadap Rasulullah saw, dia berkata, "Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani."
Rasulullah saw pun membagi-bagikan kado berupa duit dinar itu terhadap kaum muslimin.
Dihyah pun diterima oleh Heraclius dengan sungguh baik. Kemudian ia menyodorkan surat dakwah dari Rasulullah saw terhadap sang Kaisar Romawi.
Setelah Heraclius membaca pesan Rasulullah saw, ia secepatnya menyuruh pengawalnya untuk mencari orang-orang yang mengenal Muhammad. Saat itu Abu Sufyan berada di sana bareng serombongan kafilah jualan Quraisy.
Para pengawal kerajaan pun melaporkan eksistensi Abu Sufyan dan teman-temannya terhadap sang kaisar. Kemudian dipanggillah Abu Sufyan yang masih tidak senang Islam bareng teman-temannya ke hadapan Kaisar Romawi tersebut.
Abu Sufyan dan teman-temannya tiba menghadap Heraclius. Dengan didampingi seorang penerjemah, sang Kaisar memulai obrolan dengan pertanyaan, "Siapa di antara kalian yang paling bersahabat garis keturunannya dengan orang yang mengaku selaku nabi ini?"
Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan!"
Kemudian terjadilah obrolan di antara keduanya di hadapan para petinggi istana kekaisaran Romawi. Berikut ini obrolan yang diceritakan eksklusif oleh Abu Sufyan dan diriwayatkan kembali oleh Bukhari.
Heraclius : "Bagaimana kedudukan keluarganya di antara kalian?"
Abu Sufyan : "Ia berasal dari keturunan bangsawan."
Heraclius : "Adakah di antara keluarganya mengaku Nabi?"
Abu Sufyan : "Tidak."
Heraclius : "Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja atau kaisar?"
Abu Sufyan : "Tidak ada."
Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya ataukah orang kebanyakan?"
Abu Sufyan : "Pengikutnya adatah orang lemah, miskin, budak, dan perempuan muda."
Heraclius : "Jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang?"
Abu Sufyan : "Terus bertambah dari waktu ke waktu."
Heraclius : "Setelah menemukan agamanya, apakah pengikutnya itu tetap setia kepadanya ataukah merasa kecewa, kemudian meninggalkannya?"
Abu Sufyan : "Tidak ada yang meninggalkannya."
Heraclius : "Sebelum dia menjadi nabi, apakah dia suka berdusta?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah."
Heraclius : "Pernahkah orang itu ingkar komitmen atau mengkhianati keyakinan yang diberikan kepadanya?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami gres saja melaksanakan perjanjian gencatan senjata dengannya dan menanti apa yang akan diperbuatnya."
Heraclius : "Pernahkah engkau berperang dengannya?"
Abu Sufyan : "Pernah."
Heraclius : "Basaimana hasilnya?"
Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang, terkadang dia yang lebih baik dibandingkan dengan kami."
Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"
Abu Sufyan : "Dia menyuruh kami untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun, meninggalkan takhayul dan keyakinan leluhur kami, menjalankan shalat, mengeluarkan duit zakat dan berbuat baik terhadap fakir miskin, bersikap jujur dan sanggup dipercaya, memelihara apa yang dititipkan terhadap kita dan mengembalikan dengan utuh, memelihara silaturrahim dengan semua orang, dan yang terpenting dengan keluarga sendiri."
Lalu, menyerupai dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a, Heraclius memamerkan respon selaku berikut lewat penerjemahnya.
Heraclius : "Aku mengajukan pertanyaan kepadamu wacana silsilah keluarganya dan kamu menjawab dia yakni keturunan aristokrat terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasai dari keluarga terhormat di antara kaumnya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini saya menyimpulkan bahwa orang ini memong tidak dipengaruhi oleh semua orang dalam hal kenabian yang diikrarkannya, dan tidak menggandakan semua orang dalam keluarganya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi penguasa, saya berpendapat dia sedang berupaya menemukan kembali kekuasaan leluhurnya.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah dia pernah berdusta dan ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah berdusta terhadap sesamanya pasti tidak akan berdusta terhadap Allah.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu tentang kelompok orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya yakni orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang memperoleh panggitan kenabian.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawabanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada dogma hingga keimanan itu lengkap.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menemukan agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jikalau keimanan sejati sudah mengisi hati seseorang.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah dia pernah ingkar komitmen dan menurutmu tidak pernah. Sifat sanggup mengemban amanah yakni ciri kerasulan sejati.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang engkau yang menang dan kadang dia yang menang dalam permasalahan duniawi.
Para nabi tidak pernah senantiasa menang, tapi mereka bisa menanggulangi masa-masa sukar perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya hingga alhasil mereka memperoleh kemenangan.
Aku mengajukan pertanyaan kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu shalat, bicara jujur, serta sarat perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, dia akan secepatnya berkuasa di kawasan saya memijakkan kakiku dikala ini.
Aku tahu bahwa orang ini akan lahir, tapi saya tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika saya tahu saya bisa mendekatinya, saya akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, saya akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasa kawasan dua telapak kakiku!"
Selanjutnya, Heraclius berkata terhadap Dihyah Al-Kalbi, "Sungguh, saya tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami pahami gunjingan kedatangannya dalam kitab kami. Namun, saya takut orang-orang Romawi akan melaksanakan sesuatu kepadaku. Kalau bukan sebab itu, saya akan mengikutinya!"
Untuk pertanda perkataannya tersebut, Heraclius menyuruh orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya kaisar sudah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya dengan persenjataan lengkap berbarengan menyerbu ke dalam ruangan kawasan Kaisar berada, kemudian mengepungnya.
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, "Engkau sudah menyaksikan sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, saya takut terhadap rakyatku!"
Heraclius membubarkan pasukannyadengan menyuruh pengawalnya menginformasikan berita, "Sesungguhnya kaisar lebih bahagia bareng kalian. Tadi ia sedang menguji kalian untuk mengenali ketekunan kalian dalam agama kalian. Sekarang pergilah!"
Mendengar pengumuman tersebut, bubarlah pasukan yang akan menyerang Kaisar tadi. Sang Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang berisi, "Sesungguhnya saya sudah masuk Islam." Kaisar juga menitipkan kado beberapa dinar terhadap Rasulullah saw.
Ketika Dihyah menyodorkan pesan Raja Heraclius terhadap Rasulullah saw, dia berkata, "Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani."
Rasulullah saw pun membagi-bagikan kado berupa duit dinar itu terhadap kaum muslimin.