Pengakuan Utbah Bin Rabi'ah
Tuesday, August 28, 2007
Edit
Dakwah Rasulullah saw makin gencar sehingga para pemimpin Quraisy bertujuan menangkal penyebaran Islam lebih luas lagi dengan mengantarkan Utbah bin Rabi'ah terhadap Rasulullah saw. Misi Utbah yaitu membujuk Rasulullah agar berhenti berdakwah.
Rasulullah saw menyambut kedatangan Utbah dengan sungguh baik. Utbah membuka percakapan dengan mengajukan pertanyaan terhadap Rasulullah saw., "Siapakah yang lebih baik, wahai Muhammad? Kau atau ayahmu?"
Rasulullah diam. Mungkin dia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan seperti itu.
Utbah tidak mengalah dan melanjutkan, "Putra saudaraku, engkau yaitu bab dari diri kami lantaran kami tahu persis silsilah keluargamu. Akan tetapi, engkau menjinjing terhadap kaummu sesuatu yang sungguh besar dan memecah-belah mereka. Oleh lantaran itu, saya tiba kepadamu untuk menampilkan beberapa hal yang sanggup kau pertimbangkan untuk kau terima. Jika kau menjalankan semua itu untuk raja, kami akan menobatkanmu menjadi raja. Jika kau menjalankan hal itu lantaran keyakinanmu dan tidak mudah kau hilangkan dari dirimu, kami akan mengundang seorang tabib berapa pun ongkosnya untuk menetralisir keyakinanmu itu hingga kau terbebas darinya."
Rasulullah tetap diam. Utbah mulai kekurangan kata-kata lantaran tawarannya tidak ditanggapi Rasulullah. Akhirnya, Utbah pun ikut terdiam. Melihat Utbah yang terlihat kebingungan, Rasulullah mengajukan pertanyaan kepadanya, "Ada lagi yang akan kau katakan?"
Utbah menjawab, "Tidak ada."
Kemudian Rasulullah saw membacakan Surat Fushshilat [41]: 13, "Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku sudah memperingatkan kau akan (bencana) petir menyerupai petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud."
Ayat tersebut seolah menyambar Utbah bagai petir yang sungguh dahsyat. Seluruh badan Utbah gemetar lantaran panik yang luar biasa. Ia tahu Rasulullah tidak pernah berbohong sehingga ia kalut ayat tersebut akan menjadi kenyataan. Secepat kilat ia berbalik arah meninggalkan Rasulullah saw dan kembali ke rumahnya.
Sementara itu, para pemimpin Quraisy menunggu dengan gelisah. Mereka menerima laporan bahwa Muhammad menyambut kedatangan Utbah dengan baik. Mereka kalut Utbah tidak sukses menghentikan dakwah Rasulullah, namun kesengsem untuk menerima Islam.
Melihat kedatangan Utbah, Abu Jahal pribadi menuduhnya dengan sarat kecurigaan, "Aku dengar Muhammad memperlakukanmu dengan baik dan menjamumu. Sebagai imbalannya kau percaya kepadanya. Orang-orang berkata demikian!"
Tidak suka diperlakukan menyerupai itu, Utbah menjawab pula dengan emosi, "Kautahu saya tidak perlu apa pun darinya. Aku lebih kaya ketimbang kalian semua. Namun, apa yang ia katakan mengejutkanku! Kata-kata tersebut bukanlah syair, sihir, atau mantra. Dia orang yang jujur. Saat saya dengar ia membacanya, saya takut apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tsamud akan menimpa kita juga!"
Utbah menyadari bahwa perayaan azab dari Rasulullah bukanlah main-main. Tidak pernah sekalipun Rasulullah saw berdusta. Kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya yaitu kalam Allah SWT yang tidak disangsikan lagi kebenarannya.
Tidak cuma hingga di situ, panik Utbah terbawa hingga menjelang dimulainya Perang Badar. Utbah bin Rabi'ah membujuk kaumnya untuk meninggalkan pertempuran dengan mengingatkan mereka akhir dan ancaman yang akan mereka hadapi.
Ia berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan!" Akan tetapi, Abu Jahal menanggapinya dengan sinis.
Utbah melanjutkan alasannya, "Sesama kerabat akan membunuh satu sama lain. Sungguh hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak pernah hilang selamanya!"
Abu Jahal pribadi menuduhnya selaku penakut. Tidak terima dengan tuduhan tersebut, ia pribadi menantang kerabat pria dan putranya untuk bermain anggar melawan dirinya, satu musuh dua.
Ketika Utbah mengendarai unta merah, Rasulullah saw bersabda, "Jika ingin selamat, semestinya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Jika mereka mendengar perkataannya, tentu mereka akan selamat."
Ahmad dalam Al-Fath Ar-Rabani menuturkan bahwa Allah SWT bikin pertengkaran di antara pasukan musuh untuk melemahkan semangat mereka. Allah SWT juga mengharapkan mereka tidak terpengaruh oleh bujukan Utbah. Mereka lebih mendukung Abu Jahal yang memiliki dendam kesumat terhadap Rasulullah saw dan kaum muslimin.
Akhirnya, Utbah tewas di pertempuran Badar. Mayatnya dilempar ke dalam sumur renta bareng mayat-mayat orang musyrik lainnya. Putra Utbah, Abu Hudzaifah, yang sudah menjadi seorang muslim terlihat murung dikala menyaksikan ayahnya tewas dalam pertempuran melawan kebenaran. Menyadari hal itu, Rasulullah saw yang sejak permulaan memerhatikan Abu Hudzaifah berkata, "Sepertinya, kondisi ayahmu sudah mengganggu hatimu."
Abu Hudzaifah mengelak, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah! Aku tidak ragu dengan kondisi ayahku dan kematiannya. Akan tetapi, saya tahu betul bahwa ayahku bahu-membahu memiliki pandangan, cita-cita, dan kelebihan yang sungguh kuharapkan sanggup ia persembahkan terhadap Islam. Melihat apa yang menimpa ayahku, mati dalam kondisi kafir, sementara harapanku padanya masih menggebu, tentunya saya bersedih karenanya," tutur Abu Hudzaifah.
Kemudian Rasulullah saw mendoakan yang baik-baik untuk Utbah dan menasihatkan kebaikan terhadap putra Utbah tersebut.
Rasulullah saw menyambut kedatangan Utbah dengan sungguh baik. Utbah membuka percakapan dengan mengajukan pertanyaan terhadap Rasulullah saw., "Siapakah yang lebih baik, wahai Muhammad? Kau atau ayahmu?"
Rasulullah diam. Mungkin dia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan seperti itu.
Utbah tidak mengalah dan melanjutkan, "Putra saudaraku, engkau yaitu bab dari diri kami lantaran kami tahu persis silsilah keluargamu. Akan tetapi, engkau menjinjing terhadap kaummu sesuatu yang sungguh besar dan memecah-belah mereka. Oleh lantaran itu, saya tiba kepadamu untuk menampilkan beberapa hal yang sanggup kau pertimbangkan untuk kau terima. Jika kau menjalankan semua itu untuk raja, kami akan menobatkanmu menjadi raja. Jika kau menjalankan hal itu lantaran keyakinanmu dan tidak mudah kau hilangkan dari dirimu, kami akan mengundang seorang tabib berapa pun ongkosnya untuk menetralisir keyakinanmu itu hingga kau terbebas darinya."
Rasulullah tetap diam. Utbah mulai kekurangan kata-kata lantaran tawarannya tidak ditanggapi Rasulullah. Akhirnya, Utbah pun ikut terdiam. Melihat Utbah yang terlihat kebingungan, Rasulullah mengajukan pertanyaan kepadanya, "Ada lagi yang akan kau katakan?"
Utbah menjawab, "Tidak ada."
Kemudian Rasulullah saw membacakan Surat Fushshilat [41]: 13, "Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku sudah memperingatkan kau akan (bencana) petir menyerupai petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud."
Ayat tersebut seolah menyambar Utbah bagai petir yang sungguh dahsyat. Seluruh badan Utbah gemetar lantaran panik yang luar biasa. Ia tahu Rasulullah tidak pernah berbohong sehingga ia kalut ayat tersebut akan menjadi kenyataan. Secepat kilat ia berbalik arah meninggalkan Rasulullah saw dan kembali ke rumahnya.
Sementara itu, para pemimpin Quraisy menunggu dengan gelisah. Mereka menerima laporan bahwa Muhammad menyambut kedatangan Utbah dengan baik. Mereka kalut Utbah tidak sukses menghentikan dakwah Rasulullah, namun kesengsem untuk menerima Islam.
Melihat kedatangan Utbah, Abu Jahal pribadi menuduhnya dengan sarat kecurigaan, "Aku dengar Muhammad memperlakukanmu dengan baik dan menjamumu. Sebagai imbalannya kau percaya kepadanya. Orang-orang berkata demikian!"
Tidak suka diperlakukan menyerupai itu, Utbah menjawab pula dengan emosi, "Kautahu saya tidak perlu apa pun darinya. Aku lebih kaya ketimbang kalian semua. Namun, apa yang ia katakan mengejutkanku! Kata-kata tersebut bukanlah syair, sihir, atau mantra. Dia orang yang jujur. Saat saya dengar ia membacanya, saya takut apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tsamud akan menimpa kita juga!"
Utbah menyadari bahwa perayaan azab dari Rasulullah bukanlah main-main. Tidak pernah sekalipun Rasulullah saw berdusta. Kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya yaitu kalam Allah SWT yang tidak disangsikan lagi kebenarannya.
Tidak cuma hingga di situ, panik Utbah terbawa hingga menjelang dimulainya Perang Badar. Utbah bin Rabi'ah membujuk kaumnya untuk meninggalkan pertempuran dengan mengingatkan mereka akhir dan ancaman yang akan mereka hadapi.
Ia berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan!" Akan tetapi, Abu Jahal menanggapinya dengan sinis.
Utbah melanjutkan alasannya, "Sesama kerabat akan membunuh satu sama lain. Sungguh hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak pernah hilang selamanya!"
Abu Jahal pribadi menuduhnya selaku penakut. Tidak terima dengan tuduhan tersebut, ia pribadi menantang kerabat pria dan putranya untuk bermain anggar melawan dirinya, satu musuh dua.
Ketika Utbah mengendarai unta merah, Rasulullah saw bersabda, "Jika ingin selamat, semestinya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Jika mereka mendengar perkataannya, tentu mereka akan selamat."
Ahmad dalam Al-Fath Ar-Rabani menuturkan bahwa Allah SWT bikin pertengkaran di antara pasukan musuh untuk melemahkan semangat mereka. Allah SWT juga mengharapkan mereka tidak terpengaruh oleh bujukan Utbah. Mereka lebih mendukung Abu Jahal yang memiliki dendam kesumat terhadap Rasulullah saw dan kaum muslimin.
Akhirnya, Utbah tewas di pertempuran Badar. Mayatnya dilempar ke dalam sumur renta bareng mayat-mayat orang musyrik lainnya. Putra Utbah, Abu Hudzaifah, yang sudah menjadi seorang muslim terlihat murung dikala menyaksikan ayahnya tewas dalam pertempuran melawan kebenaran. Menyadari hal itu, Rasulullah saw yang sejak permulaan memerhatikan Abu Hudzaifah berkata, "Sepertinya, kondisi ayahmu sudah mengganggu hatimu."
Abu Hudzaifah mengelak, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah! Aku tidak ragu dengan kondisi ayahku dan kematiannya. Akan tetapi, saya tahu betul bahwa ayahku bahu-membahu memiliki pandangan, cita-cita, dan kelebihan yang sungguh kuharapkan sanggup ia persembahkan terhadap Islam. Melihat apa yang menimpa ayahku, mati dalam kondisi kafir, sementara harapanku padanya masih menggebu, tentunya saya bersedih karenanya," tutur Abu Hudzaifah.
Kemudian Rasulullah saw mendoakan yang baik-baik untuk Utbah dan menasihatkan kebaikan terhadap putra Utbah tersebut.