Merindukan Mati Syahid
Friday, August 10, 2007
Edit
Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Al Khathab berkeliling kota membangunkan kaum muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, dia sendiri yang mengendalikan saf (barisan) dan mengimami para jamaah.
Pada shubuh itu, musibah besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang laki-laki berjulukan Abu Lu'luah menusukkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.
Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih sanggup ditangguhkan beberapa dikala sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, balasannya ambruk juga. Walau demikian, dia masih sempat mewakilkan Abdurrahman bin 'Auf untuk mengambil alih posisinya selaku imam.
Beberapa dikala setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mengunjungi Khalifah Umar. Para sobat yang mengelilinginya demikian kalut akan keamanan Khalifah.
Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau dia masih hidup, tidak ada yang sanggup menyadarkannya selain kata-kata shalat!"
Lalu, yang datang bersamaan berkata, "Shalat, wahai Amirul Mukminin. Shalat sudah nyaris dilaksanakan."
Beliau pribadi tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, dia melaksanakan shalat dengan Umar pun menceritakan soal doanya itu terhadap salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, apabila engkau berharap mati syahid, sulit dipercayai di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, tentu engkau bakal menemuinya."
Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku sudah mengajukannya terhadap Allah. Terserah Allah."
Keesokan harinya, dikala Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi berjulukan Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke badan Umar yang mengakibatkan dia memperoleh tiga bacokan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.
Seperti itulah, Allah sudah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk sanggup syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.
Pada shubuh itu, musibah besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang laki-laki berjulukan Abu Lu'luah menusukkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.
Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih sanggup ditangguhkan beberapa dikala sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, balasannya ambruk juga. Walau demikian, dia masih sempat mewakilkan Abdurrahman bin 'Auf untuk mengambil alih posisinya selaku imam.
Beberapa dikala setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mengunjungi Khalifah Umar. Para sobat yang mengelilinginya demikian kalut akan keamanan Khalifah.
Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau dia masih hidup, tidak ada yang sanggup menyadarkannya selain kata-kata shalat!"
Lalu, yang datang bersamaan berkata, "Shalat, wahai Amirul Mukminin. Shalat sudah nyaris dilaksanakan."
Beliau pribadi tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, dia melaksanakan shalat dengan Umar pun menceritakan soal doanya itu terhadap salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, apabila engkau berharap mati syahid, sulit dipercayai di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, tentu engkau bakal menemuinya."
Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku sudah mengajukannya terhadap Allah. Terserah Allah."
Keesokan harinya, dikala Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi berjulukan Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke badan Umar yang mengakibatkan dia memperoleh tiga bacokan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.
Seperti itulah, Allah sudah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk sanggup syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.