Para Khalifah Besar Lengan Berkuasa Dari Bani Umayyah Dan Usaha-Usaha Atau Kebijakannya
Sunday, June 11, 2017
Edit
Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa 5 Daulah Bani Umayyah di Damaskus
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb bin Abdi Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi di kota kecil Illiyat, Wilayah Yerussalem pada tahun 40 H atau 661 Masehi. Muawiyah yang kerap juga disapa Abu Abd al-Rahman, lahir di Mekkah pada 602 M atau kira-kira empat tahun menjelang Rasulullah menjalankan dakwah di kota Makkah. Dinasti Umayah berasal dari keturunan Umayah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf, pemimpin suku Quraisy terpandang. Mu'awiyah merupakan keturunan Bani Umayah dari keluarga Harb. Ayahnya berjulukan Abu Sufyan bin Harb, seorang pembenci Nabi Muhammad saw, yang pada kesudahannya masuk Islam dengan terpaksa, yang kemudian diikuti istrinya Hindun binti Utbah. Sedangkan ibunya yakni Hindun binti Utbah, seorang pemakan jantung paman Nabi Muhammad saw, Hamzah Bin Abdul Mutholib, alasannya saking bencinya dengan Islam dan Nabi Muhammad saw. Muawiyah masuk Islam pada masa Penaklukkan Makkah (Fathu Makkah) pada tahun 8 H atau 630 Masehi bersama ayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah. Namun riwayat lain menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada kejadian Umrah Qadha', akan tetapi menyembunyikan keislamannya hingga peritistiwa Fathu Makkah.
Di antaran Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:
a. Muawiyah bin Abi Sufyan (41- 61 H / 661 - 680 M)
Muawiyah lahir 4 tahun menjelang Rasulullah Saw. menjalankan dakwah di kota Makkah. Sebagai sobat ia merupakan salah satu penulis al Quran. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Beliau diangkat menjadi salah seorang panglima perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukkan Palestina, Syria (Suriah) dan Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur.
Mu’awiyah dinobatkan sebagai khalifah di ’Iliya’ (Yerusalem) pada 40-H/660-M. Dengan penobatannya itu, ibu kota propinsi Suriah, Damaskus, berkembang menjadi ibu kota kerajaan Islam. Mu’awiyah mempunyai kekuasaan yang terbatas alasannya beberapa wilayah Islam tidak mengakui kekhalifahannya. Selama proses arbitrase berlangsung, ’Amr bin al-’Ash, ajudan Mu’awiyah, telah merebut Mesir dari tangan pendukung Khalifah ’Ali bin Abi Thalib. Meski demikian, para penduduk di wilayah Irak mengangkat Hasan, putra tertua Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, sebagai penerus yang sah.
Akan tetapi, alasannya tidak didukung pasukan yang kuat, sedangkan pihak Mu’awiyah semakin kuat, Hasan tidak usang menjabat sebagai khalifah. Akhirnya Mu’awiyah melaksanakan perjanjian dengan Hasan. Isi perjanjian itu yakni penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam sehabis masa Mu’awiyah berakhir. Perjanjian itu dibentuk pada tahun 661-M (41-H), dan perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik di bawah kepemimpinan Mu’awiyah.
Di samping itu pula, Mu’awiyah mengiming-imingi kesepakatan kepada Hasan bahwa Mu’awiyah akan memberinya subsidi dan pensiun seumur hidup sebesar lima juta dirham dari perbendaharaan Kufah, ditambah pemasukan dari sebuah distrik di Persia. Akhirnya Hasan menghabiskan sisa hidupnya di Madinah dengan tenang dan nyaman hingga meninggal di usia 45 tahun (+ 669).
Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah mengubah akal pendahulunya. Kalau pada masa 4 khalifah sebelumnya, pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turuntemurun. Karenanya, khalifah penggantinya yakni Yazid bin Muawiyah, putranyasendiri. Ketika Byzantium mengerahkan tentaranya untuk memperluas jajahannya, ia datang di beberapa kawasan kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium itu, Muawiyah mengerahkan 1.700 kapal perang kecil yang bisa menghalau pasukan musuh dan sanggup menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodus di Laut Tengah. Setelah menjabat sebagai gubernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syam 10 tahun, serta sebagai Khalifah Daulah Umawiyah selama 20 tahun, Muawiyah wafat pada Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.
b. Yazid bin Muawiyah (61 - 66 H / 680 - 685 M)
Yazid bin Muawiyah bergelar Yazid I ialah khalifah kedua Bani Umayyah dan pengganti ayahnya Muawiyah. Ketika Yazid bin Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Mu’awiyah kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zubair bin Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melaksanakan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain melaksanakan perlawanan. Husain sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah. Pada tahun 680-M, Yazid bin Mu’awiyah mengirim pasukan untuk memaksanya setia pada pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari itu dikenal dengan Pertempuran Karbala.
Pertempuran Karbala terjadi pada 10 Muharam 61-H (10 Oktober 680-M). Dengan membawa 4.000 pasukan, Umar anak Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang jenderal terkenal, mengepung dan membantai Husain yang hanya didampingi oleh sekitar 200 orang. Cucu Nabi Muhammad itu gugur dengan bekas luka di sekujur tubuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Yazid di Damaskus, yang kemudian diserahkan kepada saudara wanita dan anak Husain yang selamat dari pembantaian dan digiring ke Damaskus. Kemudian Husain bin Ali bin Abi Thalib dikuburkan di Karbala.
Ketika menjadi khalifah,Yazid memperkuat struktur manajemen khilafah dan memperbaiki sistem pertahanan militer, Ia juga memperbaiki sistem keuangan, mengurangi pajak beberapa kelompok Nasrani dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damsyik. Setelah wafat Ia digantikan putranya Muawiyah II.
c. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66 - 87 H / 685-705M)
Abdul Malik bin Marwan yakni khalifah kelima dari Bani Umayyah, menggantikan khalifah Marwan bin Hakam pada 692 Masehi. Selama masa pemerintahannya ia membebaskan banyak kota ibarat kota-kota Romawi (696-705 M), Afrika Utara (698- 703 M), dan Turkistan (705 M). Pada masa pemerintahanya ia membangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan- jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik- pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah, mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang digunakan di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan menggunakan kata-kata dan goresan pena Arab. Tahun 705 M ia digantikan oleh anaknya, Al-Walid bin Abdul-Malik.
Hasil pembangunan pada masa Abdul Malik meliputi:
1) Membentuk mahkamah tinggi
2) Pergantian bahasa resmi (bahasa Persi dan Romawi) menjadi bahasa Arab.
3) Penggantian mata uang.
4) Pembangunan pos.
5) Mendirikan bangunan-bangunan, ibarat pabrik Darus Sina’ah, Masjid Qubatus Sakhrah (670 M), memperluas Masjid al-Haram.
d. Walid bin Abdul Malik bin Marwan (87 - 97 H / 705 - 715 M)
Ketika Al Walid bin Malik dinobatkan sebagai khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan, tidak terdapat penentangan. Selain itu, khalifah Al Walid juga beruntung alasannya ia mempunyai sejumlah orang panglima yang mempunyai keberanian dan kecakapan yang luar biasa, sehingga pemerintahannya berjalan dengan baik. Di antara tokoh dan panglima itu yakni Umar bin Abdul Aziz yang diberi kepercayaan menjadi gubernur di Arabia, dan Hajjaj bin Yusuf Al-Saqafi yang di berikan kepercayaan menjadi gubernur di Irak. Khalifah Al-Walid bin Malik populer dengan seorang khalifah yang kondusif dalam memimpin kekuasaan. Keadaan ini membawa efek cukup baik bagi upaya ekspansi wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayyah ke luar jazirah Arabia, terutama ke Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik yang telah menjadi khalifah antar tahun 86-96 H/ 705-715 M. Telah mengukir prestasi bagi sejarah umat Islam. Di antara jasa dan peninggalan terpenting yakni penaklukan Spanyol. Salah satu prestasi yang terbukti di dalam catatan sejarah Islam pada masa pemerintahannya yakni kemampuannya mengatur kekuatan militer, sehingga sebagian dunia sanggup dikuasainnya, mulai dari Indus hingga Andalusia (Spanyol).
Usaha-usahanya antara lain:
1) Mendirikan rumah sakit, dan tempat penampungan serta pemeliharaan orangorang buta.
2) Membangun Masjid Agung Damaskus (705 M), Masjid Madinah (713 M), melanjutkan pembangunan Masjid al-Haram.
e. Umar bin Abdul Aziz (98 – 101 H / 717 – 720 M)
Umar bin Abdul Aziz yakni putra mahkota dari gubernur Mesir Abdul Aziz. Beliau masih mempunyai garis keturunan dengan khalifah Umar bin Khattab. Ketika mendengar bahwa dirinya telah dinobatkan sebagai khalifah oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan disetujui oleh seluruh masyarakat, maka ia tidak bisa menolak. Sambil berucap inna lillahi wa innalillahi raji’un. Lalu ia memberikan amanah tersebut. ” Hadirin sekalian, saya telah dibebani kiprah dan tanggung jawab yang sangat berat tanpa terlebih dulu meminta pendapatku. Jabatan ini bukan pula atas permintaanku. Karena itu saya membebaskan kalian dari bai’at yang kalian telah lakukan. Pilihlah orang yang paling kalian sukai untuk menjadi kholifah.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul aziz merubah semua perilaku dan gaya hidupnya. Sebelum ia menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz suka kemewahan dan musik. Tetapi setelah ia menjadi khalifah, semua itu ia tinggalkan. Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Sementara ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesehajaan.
Umar bin Abdul Aziz berkuasa lebih kurang 3 tahun, meskipun demikian banyak jasa yang ditinggalkannya. Jasa-jasa itu sanggup dilihat dari aneka macam gerakan dan perjuangan yang telah dilakukannya. Kebijakan menghilangkan diskriminasi ras antara orang Muslim Arab dan non-Arab. Dan yang terpenting yakni awal dari pembukuan kitab hadis.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Umar, antara lain:
1) Memajukan ekonomi, di mana ia mengurangi pajak dan membebaskan jizyah bagi penduduk yang sudah masuk Islam.
2) Menertibkan bidang hukum, membentuk peraturan pertahanan, menertibkan peraturan pertimbangan dan takaran, memberantas pemalsuan, menghapus bea cukai dan membasmi kerja paksa.
3) Memajukan pertanian dengan membangun dan mengatur saluran-saluran air secara tertib dan banyak menggali sumur-sumur untuk kepentingan pertanian.
f. Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam (101 - 105 H / 720-724)
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid bin Abdul Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berkembang menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik.
g. Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan (105 - 125 H / 724-743 M)
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan gres yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan bahaya yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan gres ini, bisa menggulingkan Dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam bin Abdul Malik yakni seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, alasannya gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Al Hakam, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan wafat di sana.
Di antara usaha-usaha Hisyam dalam meningkatkan pembangunan negara ialah:
1) Membangun pabrik senjata.
2) Mendirikan perusahaan kain sutera yang halus.
3) Menggali beberapa terusan untuk pengairan, terutama yang menuju sepanjang jalan ke Mekah.
4) Membangun tempat-tempat pacuan kuda.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan ihwal para khalifah kuat dari Bani Umayyah dan usaha-usaha atau kebijakannya. Sumber buku Siswa SKI Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb bin Abdi Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi di kota kecil Illiyat, Wilayah Yerussalem pada tahun 40 H atau 661 Masehi. Muawiyah yang kerap juga disapa Abu Abd al-Rahman, lahir di Mekkah pada 602 M atau kira-kira empat tahun menjelang Rasulullah menjalankan dakwah di kota Makkah. Dinasti Umayah berasal dari keturunan Umayah bin Abdul Syams bin Abdul Manaf, pemimpin suku Quraisy terpandang. Mu'awiyah merupakan keturunan Bani Umayah dari keluarga Harb. Ayahnya berjulukan Abu Sufyan bin Harb, seorang pembenci Nabi Muhammad saw, yang pada kesudahannya masuk Islam dengan terpaksa, yang kemudian diikuti istrinya Hindun binti Utbah. Sedangkan ibunya yakni Hindun binti Utbah, seorang pemakan jantung paman Nabi Muhammad saw, Hamzah Bin Abdul Mutholib, alasannya saking bencinya dengan Islam dan Nabi Muhammad saw. Muawiyah masuk Islam pada masa Penaklukkan Makkah (Fathu Makkah) pada tahun 8 H atau 630 Masehi bersama ayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah. Namun riwayat lain menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada kejadian Umrah Qadha', akan tetapi menyembunyikan keislamannya hingga peritistiwa Fathu Makkah.
Di antaran Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:
a. Muawiyah bin Abi Sufyan (41- 61 H / 661 - 680 M)
Muawiyah lahir 4 tahun menjelang Rasulullah Saw. menjalankan dakwah di kota Makkah. Sebagai sobat ia merupakan salah satu penulis al Quran. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Beliau diangkat menjadi salah seorang panglima perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukkan Palestina, Syria (Suriah) dan Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur.
Mu’awiyah dinobatkan sebagai khalifah di ’Iliya’ (Yerusalem) pada 40-H/660-M. Dengan penobatannya itu, ibu kota propinsi Suriah, Damaskus, berkembang menjadi ibu kota kerajaan Islam. Mu’awiyah mempunyai kekuasaan yang terbatas alasannya beberapa wilayah Islam tidak mengakui kekhalifahannya. Selama proses arbitrase berlangsung, ’Amr bin al-’Ash, ajudan Mu’awiyah, telah merebut Mesir dari tangan pendukung Khalifah ’Ali bin Abi Thalib. Meski demikian, para penduduk di wilayah Irak mengangkat Hasan, putra tertua Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, sebagai penerus yang sah.
Akan tetapi, alasannya tidak didukung pasukan yang kuat, sedangkan pihak Mu’awiyah semakin kuat, Hasan tidak usang menjabat sebagai khalifah. Akhirnya Mu’awiyah melaksanakan perjanjian dengan Hasan. Isi perjanjian itu yakni penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam sehabis masa Mu’awiyah berakhir. Perjanjian itu dibentuk pada tahun 661-M (41-H), dan perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik di bawah kepemimpinan Mu’awiyah.
Di samping itu pula, Mu’awiyah mengiming-imingi kesepakatan kepada Hasan bahwa Mu’awiyah akan memberinya subsidi dan pensiun seumur hidup sebesar lima juta dirham dari perbendaharaan Kufah, ditambah pemasukan dari sebuah distrik di Persia. Akhirnya Hasan menghabiskan sisa hidupnya di Madinah dengan tenang dan nyaman hingga meninggal di usia 45 tahun (+ 669).
Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah mengubah akal pendahulunya. Kalau pada masa 4 khalifah sebelumnya, pengangkatan khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turuntemurun. Karenanya, khalifah penggantinya yakni Yazid bin Muawiyah, putranyasendiri. Ketika Byzantium mengerahkan tentaranya untuk memperluas jajahannya, ia datang di beberapa kawasan kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium itu, Muawiyah mengerahkan 1.700 kapal perang kecil yang bisa menghalau pasukan musuh dan sanggup menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodus di Laut Tengah. Setelah menjabat sebagai gubernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syam 10 tahun, serta sebagai Khalifah Daulah Umawiyah selama 20 tahun, Muawiyah wafat pada Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.
b. Yazid bin Muawiyah (61 - 66 H / 680 - 685 M)
Yazid bin Muawiyah bergelar Yazid I ialah khalifah kedua Bani Umayyah dan pengganti ayahnya Muawiyah. Ketika Yazid bin Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Mu’awiyah kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zubair bin Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melaksanakan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain melaksanakan perlawanan. Husain sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah. Pada tahun 680-M, Yazid bin Mu’awiyah mengirim pasukan untuk memaksanya setia pada pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari itu dikenal dengan Pertempuran Karbala.
Pertempuran Karbala terjadi pada 10 Muharam 61-H (10 Oktober 680-M). Dengan membawa 4.000 pasukan, Umar anak Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang jenderal terkenal, mengepung dan membantai Husain yang hanya didampingi oleh sekitar 200 orang. Cucu Nabi Muhammad itu gugur dengan bekas luka di sekujur tubuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Yazid di Damaskus, yang kemudian diserahkan kepada saudara wanita dan anak Husain yang selamat dari pembantaian dan digiring ke Damaskus. Kemudian Husain bin Ali bin Abi Thalib dikuburkan di Karbala.
Ketika menjadi khalifah,Yazid memperkuat struktur manajemen khilafah dan memperbaiki sistem pertahanan militer, Ia juga memperbaiki sistem keuangan, mengurangi pajak beberapa kelompok Nasrani dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damsyik. Setelah wafat Ia digantikan putranya Muawiyah II.
c. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66 - 87 H / 685-705M)
Abdul Malik bin Marwan yakni khalifah kelima dari Bani Umayyah, menggantikan khalifah Marwan bin Hakam pada 692 Masehi. Selama masa pemerintahannya ia membebaskan banyak kota ibarat kota-kota Romawi (696-705 M), Afrika Utara (698- 703 M), dan Turkistan (705 M). Pada masa pemerintahanya ia membangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan- jalan raya yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya, pabrik- pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah, mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang digunakan di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan menggunakan kata-kata dan goresan pena Arab. Tahun 705 M ia digantikan oleh anaknya, Al-Walid bin Abdul-Malik.
Hasil pembangunan pada masa Abdul Malik meliputi:
1) Membentuk mahkamah tinggi
2) Pergantian bahasa resmi (bahasa Persi dan Romawi) menjadi bahasa Arab.
3) Penggantian mata uang.
4) Pembangunan pos.
5) Mendirikan bangunan-bangunan, ibarat pabrik Darus Sina’ah, Masjid Qubatus Sakhrah (670 M), memperluas Masjid al-Haram.
d. Walid bin Abdul Malik bin Marwan (87 - 97 H / 705 - 715 M)
Ketika Al Walid bin Malik dinobatkan sebagai khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan, tidak terdapat penentangan. Selain itu, khalifah Al Walid juga beruntung alasannya ia mempunyai sejumlah orang panglima yang mempunyai keberanian dan kecakapan yang luar biasa, sehingga pemerintahannya berjalan dengan baik. Di antara tokoh dan panglima itu yakni Umar bin Abdul Aziz yang diberi kepercayaan menjadi gubernur di Arabia, dan Hajjaj bin Yusuf Al-Saqafi yang di berikan kepercayaan menjadi gubernur di Irak. Khalifah Al-Walid bin Malik populer dengan seorang khalifah yang kondusif dalam memimpin kekuasaan. Keadaan ini membawa efek cukup baik bagi upaya ekspansi wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayyah ke luar jazirah Arabia, terutama ke Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik yang telah menjadi khalifah antar tahun 86-96 H/ 705-715 M. Telah mengukir prestasi bagi sejarah umat Islam. Di antara jasa dan peninggalan terpenting yakni penaklukan Spanyol. Salah satu prestasi yang terbukti di dalam catatan sejarah Islam pada masa pemerintahannya yakni kemampuannya mengatur kekuatan militer, sehingga sebagian dunia sanggup dikuasainnya, mulai dari Indus hingga Andalusia (Spanyol).
Usaha-usahanya antara lain:
1) Mendirikan rumah sakit, dan tempat penampungan serta pemeliharaan orangorang buta.
2) Membangun Masjid Agung Damaskus (705 M), Masjid Madinah (713 M), melanjutkan pembangunan Masjid al-Haram.
e. Umar bin Abdul Aziz (98 – 101 H / 717 – 720 M)
Umar bin Abdul Aziz yakni putra mahkota dari gubernur Mesir Abdul Aziz. Beliau masih mempunyai garis keturunan dengan khalifah Umar bin Khattab. Ketika mendengar bahwa dirinya telah dinobatkan sebagai khalifah oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan disetujui oleh seluruh masyarakat, maka ia tidak bisa menolak. Sambil berucap inna lillahi wa innalillahi raji’un. Lalu ia memberikan amanah tersebut. ” Hadirin sekalian, saya telah dibebani kiprah dan tanggung jawab yang sangat berat tanpa terlebih dulu meminta pendapatku. Jabatan ini bukan pula atas permintaanku. Karena itu saya membebaskan kalian dari bai’at yang kalian telah lakukan. Pilihlah orang yang paling kalian sukai untuk menjadi kholifah.
Setelah menjadi khalifah, Umar bin Abdul aziz merubah semua perilaku dan gaya hidupnya. Sebelum ia menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz suka kemewahan dan musik. Tetapi setelah ia menjadi khalifah, semua itu ia tinggalkan. Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Sementara ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesehajaan.
Umar bin Abdul Aziz berkuasa lebih kurang 3 tahun, meskipun demikian banyak jasa yang ditinggalkannya. Jasa-jasa itu sanggup dilihat dari aneka macam gerakan dan perjuangan yang telah dilakukannya. Kebijakan menghilangkan diskriminasi ras antara orang Muslim Arab dan non-Arab. Dan yang terpenting yakni awal dari pembukuan kitab hadis.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Umar, antara lain:
1) Memajukan ekonomi, di mana ia mengurangi pajak dan membebaskan jizyah bagi penduduk yang sudah masuk Islam.
2) Menertibkan bidang hukum, membentuk peraturan pertahanan, menertibkan peraturan pertimbangan dan takaran, memberantas pemalsuan, menghapus bea cukai dan membasmi kerja paksa.
3) Memajukan pertanian dengan membangun dan mengatur saluran-saluran air secara tertib dan banyak menggali sumur-sumur untuk kepentingan pertanian.
f. Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Al-Hakam (101 - 105 H / 720-724)
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid bin Abdul Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berkembang menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik.
g. Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan (105 - 125 H / 724-743 M)
Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan gres yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan bahaya yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan gres ini, bisa menggulingkan Dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam bin Abdul Malik yakni seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, alasannya gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Al Hakam, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan wafat di sana.
Di antara usaha-usaha Hisyam dalam meningkatkan pembangunan negara ialah:
1) Membangun pabrik senjata.
2) Mendirikan perusahaan kain sutera yang halus.
3) Menggali beberapa terusan untuk pengairan, terutama yang menuju sepanjang jalan ke Mekah.
4) Membangun tempat-tempat pacuan kuda.