Pengertian Etika Bertamu, Mendapatkan Tamu Dan Nilai Kasatmata Etika Bertamu Dan Mendapatkan Tamu

Akhlak Bertamu.
Pengertian Akhlak Bertamu.
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang sanggup menjalin persaudaraan bahkan sanggup menjalin kerjasama untuk meringankan banyak sekali dilema yang dihadapi dalam kehidupan.

Bertamu dalam Bahasa Arab disebut dengan kata “Ataa liziyaroti”,atau “Istadloofa-Yastadliifu”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bertamu diartikan; “datang berkunjung ke rumah seorang teman ataupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”.

Secara istilah bertamu merupakan acara mengunjungi rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain, dengan tujuan untuk menjalin persaudaraan ataupun untuk suatu keperluan lain, dalam rangka membuat kebersamaan dan kemaslahatan bersama.

Berdasarkan pengertian dimaksud, maka bertamu dilakukan kepada orang yang sudah dikenal, baik teman ataupun kerabat. Tujuan bertamu sudah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang lain yang belum dikenal, mempunyai tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun maksud lain, yang belum tentu dipahami oleh kedua belah pihak. Jika dilihat dari intensitas bertamu, maka yang sering dilakukan ialah bertamu terhadap orang yang sudah dikenal.

Bentuk Adab Bertamu.
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kau memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, biar kau (selalu) ingat.” (Q.S. an-Nur : 27)

Berdasarkan instruksi al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan ialah meminta izin, gres kemudian mengucapkan salam. Sedangkan berdasarkan lebih banyak didominasi mahir fiqh beropini sebaliknya. Mereka berargumentasi berdasarkan beberapa hadits Rasulullah Saw. yang sekalipun dengan redaksi yang berbeda-beda tapi semuanya menyatakan bahwa; mengucapkan salam dilakukan terlebih dahulu sebelum meminta izin (as-salam qabl al-kalam) kepada tuan rumah.

Meminta izin sanggup dengan kata-kata, dan sanggup pula dengan ketukan pintu atau tekan tombol bel atau cara-cara lain yang dikenal baik oleh masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri sanggup juga dianggap sekaligus sebagai permohonan izin.

Menurut Rasulullah Saw., meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada tanggapan seyogyanya yang akan bertamu kembali pulang. Jangan sekalikali masuk rumah orang lain tanpa izin, lantaran di samping tidak menyenangkan bahkan mengganggu tuan rumah, juga sanggup berakibat negatif kepada tamu itu sendiri. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: Dari Abu Musa : Rasulallah Saw bersabda : "jika seseorang diantara kau telah meminta izin tiga kali, kemudian tidak diizinkan, maka hendaklah beliau kembali.” (HR. Abu Dawud)

Di samping meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:

1. Jangan bertamu sembarang waktu,

2. Kalau diterima bertamu, jangan terlalu usang sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang.

3. Jangan melaksanakan acara yang menimbulkan tuan rumah terganggu.

4. Kalau disuguhi minuman atau masakan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah Saw. menganjurkan kepada orang yang puasa sunah sebaiknya berbuka puasanya untuk menghormati jamuan;

5. Hendaklah pamit pada waktu mau pulang.

Hikmah atau Nilai Positif Akhlak Bertamu.
Agama Islam telah mengajarkan bagaimana perilaku seorang muslim yang sedang bertamu ke rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain. Apabila prinsip-prinsip bertamu ditegakkan secara baik, maka akan melahirkan manfaat yang besar bagi orang yang bertamu ataupun orang yang kedatangan tamu. Di antara manfaat tersebut yaitu;

Pertama, bertamu secara baik sanggup menumbuhkan perilaku toleran terhadap orang lain dan menjauhklan perilaku paksaan, tekanan, intimidasi dan lain-lain. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam perjuangan menyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud baik kedatangan, tapi juga dalam tindak laris dan pergaulan dengan sesama insan harus dihindarkan cara-cara paksaan dan kekerasan.

Kedua, Islam memandang setiap orang mempunyai persamaan dan kesesuaian dalam banyak sekali aspek dan kepentingan. Karena itu dengan bertamu ataupun bertandang, seorang akan mempertemukan persamaaan ataupun kesesuaian, sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalani kehidupan.

Ketiga, bertamu sebagai pendekatan (approach) terhadap semua orang yang berada dalam wilayah konflik tertentu. Karena dengan bertamu orang akan semakin terbuka dan bertegur sapa untuk mencari titik temu terhadap banyak sekali dilema yang dihadapi. Dengan bertamu seorang akan melaksanakan diskusi yang baik, perilaku yang sportif dan elegan terhadap sesamanya.

Keempat, bertamu sebagai media berdakwah, meningkatkan kualitas diri setiap muslim. Orang yang bertamu dalam memberikan kabar dan kebenaran yang diyakini secara terbuka, demikian pula tuan rumah sanggup memahami kabar dan gosip kebenaran yang disampaikan seorang tamu. Karena itu bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan membuat kehidupan masyarakat yang bermartabat.

Membiasakan Akhlak Bertamu.
Sesungguhnya bertamu sebagai acara yang cukup baik. Dengan bertamu seorang sanggup menemukan banyak sekali manfaat, baik berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun sanggup menikmati segala bentuk penyambutan tuan rumah. Bertamu sebagai kebiasaan yang harus dilestarikan untuk membuat persaudaraan dan kerukunan hidup umat manusia.

Menurut ungkapan Al-Qur’an, sebaiknya orang yang bertamu tidak memaksa masuk pada ketika tidak ada orang di rumah, atau ditolak oleh tuan rumah, lantaran hal ini lebih baik bagi orang yang akan bertamu. Apabila orang yang bertamu tidak memaksakan kehendaknya, maka lebih menjaga nama baiknya dan kehormatan dirinya. Kalau beliau mendesak terus untuk bertamu, beliau akan dinilai kurang mempunyai akhlaq, terlebih lagi jikalau masuk padahal tidak ada orang di rumah, sanggup jadi tamu dituduh bermaksud mencuri.

Allah Swt berfirman:

فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya:“Dan jikalau kau tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kau masuk sebelum kau mendapat izin. Dan jikalau dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” maka (hendaklah) kau kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.” (QS. an-Nur : 28)

Al-Qur’an memperlihatkan instruksi yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertamu sanggup menjaga diri biar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala cita-cita dan kehendak baiknya sekalipun, jikalau tuan rumah tidak berkenan menerimanya.

Ketika tuan rumah telah siap untuk mendapatkan kadatangan tamu, maka seorang tamu harus tetap konsisten menjaga perilaku yang baik, bahkan harus selalu mengikuti kehendak tuan rumahnya. Bukan sebaliknya seorang yang bertamu malah mengatur tuan rumah dengan banyak sekali cita-cita yang menyusahkan.

Demikian pula apabila acara bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.

Akhlak Menerima Tamu.
Pengertian Akhlak Menerima Tamu.
Menurut bahasa menerima tamu (ketamuan) diartikan; “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Menurut istilah mendapatkan tamu dimaknai menyambut tamu dengan banyak sekali cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan berdasarkan adab ataupun agama dengan maksud untuk menyenangkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan rida dari Allah Swt. Setiap muslim wajib hukumnya untuk memuliakan tamunya, tanpa memandang siapapun orangnya yang bertamu dan apapun tujuannya dalam bertamu.

Bentuk Akhlak Menerima Tamu.
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memperlihatkan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamin hak-haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perintah yang mendatangkan kemuliaan didunia dan akhirat. Setiap muslim wajib untuk mendapatkan dan memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.

Memuliakan tamu merupakan salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah Saw. mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah Swt dan Hari Akhir. Rasulullah Saw., bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw bersabda : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik dengan tetangganya, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Muslim)

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilakannya duduk di kawasan yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk mendapatkan tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.

Kalau tamu tiba dari kawasan yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib mendapatkan dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah Saw., menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.

Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah; memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa sehari-hari.

Sedangkan berdasarkan Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah: memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari semalam. Dalam konteks perjalanan di padang pasir, diharapkan bekal minimal untuk sehari semalam hingga bertemu dengan kawasan persinggahan berikutnya.

Kedua pemahaman di atas sanggup dikompromikan dengan melaksanakan keduaduanya, apabila memang tamunya membutuhkan bekal untuk melanjutkan perjalanan. Tapi bagaimanapun bentuknya, substansinya tetap sama yaitu proposal untuk memuliakan tamu sedemikian rupa sehingga si tamu merasa dihormati dan tuan rumah merasa menghormati, sehingga keduanya mendapatkan kemuliaan.

Hikmah atau Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu.
Setiap orang Islam telah diikat oleh suatu tata aturan supaya hidup bertetangga dan akrab dengan orang lain, sekalipun berbeda agama ataupun suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.

Seorang muslim tidak dibenarkan menolak kedatangan sesama muslim untuk bertamu. Seorang muslim harus mendapatkan kedatangan saudaranya dengan penyambutan yang penuh suka cita. Apabila saudara yang bertamu memberikan kabar gosip ataupun mengadukan suatu masalah, maka pengaduan itu wajib direspon dengan penuh antusias.

Terhadap orang yang bertamu, setiap muslim tidak boleh menghardik, menganiaya, mengusik, mengganggu dan menghina orang yang tiba ke rumah. Tuan rumah tidak boleh menahan dan merampas hak-milik tamu yang bertandang ke rumah. Orang Islam diwajibkan memperlihatkan penyambutan tamu dengan sebaik-baik penyambutan dan memperlihatkan santunan dengan apa yang diharapkan orang yang bertamu.

Adapun pesan yang tersirat atau nilai positif susila mendapatkan tamu sebagai berikut,

Pertama, menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin berpengaruh iman seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya. Karena orang yang beriman menyakini bahwa menyambut tamu penggalan dari perintah Allah Swt. Segala pengorbanan yang diberikan untuk menyambut tamu akan diganti oleh Allah Swt dengan sesuatu yang lebih bernilai baik di dunia akhirat.

Kedua, menerima tamu sanggup meningkatkan kesabaran, seringkali kesibukan mengakibatkan diri melupakan tanggung jawab terhadap sesamanya. Setiap ketika kita sering dihadapkan pada satu kenyataan, ada urusan yang harus diselesaikan dengan segera, namun sisi lain ada seorang tamu yang datang. Saat inilah kita dilatih kesabaran untuk mengambil keputusan yang terbaik. Dengan sabar orang harus menghadapinya, urusannya selesai dan tamunyapun tetap dimuliakan. Sesungguhnya orang yang sedang bertamu, diundang ataupun tidak, keberadaannya menjadi amanah bagi tuan rumah untuk memuliakan.

Ketiga, menerima tamu sanggup berbagi kepribadian, setiap orang mempunyai kepentingan untuk menegaskan kepribadiannya. Bagi orang beriman, kehadiran tamu sebagai sarana untuk melaksanakan kewaspadaan diri. Setiap orang beriman senantiasa berusaha memperlihatkan penyambutan yang terbaik terhadap tamunya. Sikap untuk memuliakan tamu dengan penyambutan yang menyenangkan tamu, akan sanggup membina diri dan memperlihatkan kepribadian utama bagi orang beriman.

Keempat, memuliakan tamu juga sanggup dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemaslahatan dari Allah Swt ataupun makhluk-Nya, lantaran bersama-sama orang yang berbuat baik akan mendapatkan kemaslahatan dunia ataupun akhirat. Memuliakan tamu dengan penyambutan yang menyenangkan sanggup meningkatkan kemuliaan seorang, baik di mata orang yang bertamu ataupun di hadapan Allah.

Membiasakan Akhlak Menerima Tamu.
Menerima tamu merupakan penggalan dari aspek sosial dalam aliran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan memperlihatkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang tiba dengan penyambutan yang penuh suka cita.

Agar sanggup menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harus menghadirkan pikiran yang positif (husnudzan) terhadap tamu, jangan hingga kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negatif dari tuan rumah (su’udzon). Sebagai tuan rumah harus sabar dalam menyambut tamu yang tiba apapun keadaannya. Pada kenyataannya tamu yang tiba tidak selalu sesuai dengan cita-cita tuan rumah, kehadiran tamu sering kali mengganggu aktifitas yang sedang kita seriusi. Jangan hingga seorang tuan rumah memperlihatkan perilaku yang berangasan ataupun mengusir tamunya.

Apabila pada suatu ketika tuan rumah mencicipi berat untuk mendapatkan kehadiran tamunya, maka tuan rumah harus tetap memperlihatkan perilaku yang terpelajar dan bijak, jangan hingga menyinggung perasaan tamu. Karena penolakan tuan rumah yang menyinggung perasaan tamu sanggup menjadi lantaran dijauhkannya tuan rumah dari rahmat Allah Swt, di samping itu akan sanggup memunculkan rasa dendam ataupun permusuhan dari tamu yang datang. Inilah perlunya kita harus tetap menjaga kesopanan dan kesantunan ketika berhadapan dengan bermacam-macam tamu.

Seyogyanya setiap muslim harus memperlihatkan perilaku yang baik terhadap tamunya, mulai dari keramahan diri dalam menyambut tamu, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadai, serta memperlihatkan jamuan makan ataupun minuman yang memenuhi selera tamu. Syukur sekali sanggup menyediakan hidangan enak yang menjadi kesukaan tamu yang datang. Jika hal tersebut sanggup dilakukan secara baik, maka akan menjadi tolok ukur kemuliaan tuan rumah.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian susila bertamu, mendapatkan tamu dan nilai positif susila bertamu dan mendapatkan tamu. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel