Gelar Ash-Shiddiq Untuk Bubuk Bakar R.A.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. merupakan kawan setia Rasulullah saw yang senantiasa mendampingi dia pada masa-masa pelik penyiaran Islam. la memiliki nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka'ab At-Taimi Al-Quraisy.

Sebelum memeluk Islam, ia berjulukan Abdul Kakbah dan di saat besar memperoleh nama lain, yakni Atiq, berasal dari nama lain Kakbah yang berarti Purba. Ada juga yang menyampaikan Al-Atiq merupakan gelar yang diberikan Rasulullah yang berarti 'yang dibebaskan'.

Alasannya pun beragam. Ada yang beropini alasannya merupakan Rasulullah pernah menyampaikan kepadanya, "Anda merupakan orang yang dibebaskan Allah dari api neraka!" Ada pula yang beropini bahwa gelar itu diberikan alasannya merupakan ketampanan parasnya atau alasannya merupakan banyaknya hamba sahaya yang dimerdekakan olehnya.

Setelah memeluk Islam, Rasulullah saw memberi nama Abdullah. Kemudian menjadi Abu Bakar alasannya merupakan kepeloporannya selaku orang yang pertama kali memeluk Islam, selain Khadijah r.a.

Penamaan Bakar ini alasannya merupakan berarti dini atau awal, sebagaimana sabda Rasulullah saw wacana keislamannya, "Tidak kuajak seorang pun masuk Islam melainkan ia ragu dan bimbang, kecuali Abu Bakar. la tidak ragu dan sangsi di saat kusampaikan kepodanya." (HR Bukhari)

Suatu di saat Rasulullah saw tengah dilanda kesedihan yang mendalam. Dua orang yang sungguh dicintainya sudah diundang ke rahmatullah. Mereka merupakan Abu Thalib, pamannya, dan Khadijah r.a, istri yang sungguh dicintainya.

Perjuangan menegakkan risalah bukanlah hal yang mudah. Pada di saat Rasulullah saw risau dan kesulitan, merekalah orang pertama yang senantiasa siap melindungi dan menghiburnya. Tentu saja kepergian mereka di dunia ini menampilkan sedih yang mendalam bagi sang pembawa risalah.

Dalam tahun sedih tersebut, Allah SWT hendak menghibur kekasih-Nya dengan perjalanan yang hebat menakjubkan. Perjalanan itu kondang dengan insiden Isra' Mi'raj. Sungguh anugerah lezat yang hebat bagi Rasulullah saw. alasannya merupakan insiden itu tidak pernah dialami nabi-nabi sebelumnya.

Malam 27 Rajab itu dimulainya perjalanan spektakuler. Rasulullah saw. melaksanakan Isra' dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.

Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an, "Maha suci (Allah), yang sudah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang teiah Kami berkahi sekelilingnya mudah-mudahan Kami perlihatkan kepadanya sebagian gejala (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS Al-lsra' [17]: 1)

Perjalanan dilanjutkan dengan Mi'raj ke Sidratul Muntaha. Di sanalah Rasulullah saw memperoleh perintah shalat lima waktu.

Kemudian dia mendekat (pada Muhammad), kemudian bertambah dekat sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disompoikannya wahyu terhadap hamba-Nya (Muhammad) apa yang sudah diwahyukan Allah. Hatinya tidak mendustakan apa yang sudah dilihatnya. Maka apakah kau (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentong apa yang diiihatnya itu? Dan sungguh, dia (Muhammad) sudah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha, di dekatnya ada nirwana kawasan tinggal, (Muhammad menyaksikan Jibril) di saat Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (puia) melampauinya. Sungguh, dia sudah meiihat sebagian gejala (kebesaran) Tuhannya yang paling besar. (QS An-Najm [53]: 8-18)

Sungguh besar kekuasaan Allah SWT yang sudah memperjalankan hamba-Nya dalam waktu semalam ke banyak sekali macam kawasan yang saling berjauhan. Allahu Akbar! Perjalanan ini semakin mengukuhkan kepercayaan Rasulullah saw dalam menghadapi segala rintangan yang mau membatasi dakwahnya.

Keesokan harinya, insiden Isra' menjadi kabar besar di kota Mekah. Kaum musyrikin Quraisy mencemooh dongeng Rasulullah yang sudah melaksanakan perjalanan pulang pergi dari Mekah ke Yerussalem dan kembali ke Mekah cuma dalam waktu semalam.

Keheranan mereka menurut pada pengalaman mereka. Menurut mereka, perjalanan pulang pergi Mekah - Yerussalem yang menyantap waktu hingga 2 bulan, tidak mungkin sanggup dipersingkat waktunya cuma semalam. Hal itu sungguh mustahil.

Bahkan, mereka menilai bahwa dongeng yang dibawa Muhammad itu merupakan rekayasa atau khayalan yang tinggi dari mulutnya. Mereka tidak mengakui akan bukti kebenaran yang sudah dibawa Rasulullah saw.

Segala sesuatu dianggap tidak mungkin bagi mereka yang tidak mengimani kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Selain menjadi materi usikan kaum musyrikin Ouraisy, insiden besar tersebut menghasilkan beberapa orang muslim yang belum besar lengan berkuasa imannya menjadi murtad.

Peristiwa itu juga menghasilkan Muth'in bin Adi - penolong Rasulullah saw. sepulangnya dari Thaif dan pelindung dia dari kekejaman paman-pamannya yang musyrik - ikut menyangsikan perjalanan tersebut.

Ia berkata, "Apa yang engkau katakan sebelum ini merupakan kendala yang masuk akal. Namun, tidak kali ini. Aku bersaksi bahwa engkau berdusta! Kami memerlukan waktu sebulan untuk pergi ke Yerusalem dan sebulan lagi untuk pulang. Lalu, engkau berkata bahwa kau tempuh jarak itu cuma dalam waktu semalam? Demi Lata dan Uzza, saya tidak percaya kepadamu."

Beberapa orang yang sudah mendengar isu tersebut bercerita terhadap Abu Bakar r.a. Akan tetapi, tidak ada keraguan sedikit pun pada diri Abu Bakar r.a wacana insiden yang dianggap tidak mungkin bagi pada lazimnya orang tersebut.

Ia katakan terhadap orang-orang yang mencurigai dongeng Rasulullah saw, "Demi Allah, apa pun yang dibilang oleh Rasulullah saw tentu benar. Mengapa kalian merasa heran dengan dongeng itu? Demi Allah, sekalipun dia mengabarkan kepadaku bahwa isu sudah tiba kepadanya dari langit ke bumi dalam sesaat, baik pada waktu siang maupun malam, tentu saya akan membenarkannya. Padahal, kalian percaya bahwa dia memperoleh wahyu dari langit. Bukankah itu lebih mengherankan ketimbang apa yang kalian dengar di saat ini?"

Abu Bakar r.a. secepatnya menyusul Rasulullah dan menyimak dia bercerita wacana ciri-ciri Masjidil Aqsa. Setiap Rasulullah saw selesai menceritakan bab per bab Masjidil Aqsa, Abu Bakar r.a senantiasa berkata, "Engkau benar".

"Aku bersaksi bahwa engkau delegasi Allah." Begitu seterusnya hingga final cerita. Abu Bakar sungguh percaya insiden Isra' sungguh-sungguh terjadi alasannya merupakan ia pernah mendatangi Masjidil Aqsa sebelumnya. Rasulullah menggambarkan Masjidil Aqsa hingga ke hal-hal yang paling detail. Abu Bakar pun berkali-kali membenarkannya.

Melihat keseriusan Abu Bakar r.a. dalam membenarkan ceritanya, Rasulullah berkata kepadanya, "Dan engkau, wahai Abu Bakar merupakan ash-shiddiq, yang benar dan sanggup dipercaya." Sejak di saat itulah gelar Ash-Shiddiq sungguh kondang yang disematkan oleh Rasulullah terhadap Abu Bakar. Jadilah namanya Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pernah sebuah di saat terjadi selisih paham antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khaththab r.a. Abu Bakar yang berada di pihak salah berupaya meminta maaf terhadap Umar bin Khaththab, namun Umar menolaknya. Ketika Rasulullah mengetahuinya, dia bersabda, "Allah senantiasa mengampunimu, Abu Bakar."

Umar menyesal dikarenakan sudah menolak tuntutan maaf Abu Bakar. Ia pun secepatnya mencari Abu Bakar yang pada di saat itu sedang bareng Rasulullah saw. Melihat kedatangan Umar, tampang ceria Rasulullah meningkat menjadi marah.

Situasi ini menghasilkan Abu Bakar menjadi panik seandainya Rasulullah saw murka terhadap Umar bin Khaththab, padahal itu merupakan salahnya. Ia pun berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Allah! Akulah yang berbuat zalim!" Abu Bakar memastikan itu hingga dua kali.

Akan tetapi, Rasulullah saw tetap menegur Umar hingga dua kali juga dengan berkata, "Sesungguhnya saya sudah diutus terhadap kalian, namun kalian cuma mengatakan, 'Engkau sudah berbohong!' Sementara, Abu Bakar sudah berkata 'benar', juga teiah melindungiku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan menyerahkan sahabatku ini kepadaku (untuk dihukum)?" (HR Bukhari)

Saat itu Rasulullah saw hendak menampilkan kedudukan Abu Bakar yang mulia di antara para sahabat. Hal ini dikarenakan memang tidak ada argumentasi bagi Umar bin Khaththab r.a untuk tidak memaafkan Abu Bakar r.a yang sudah meminta maaf, di samping kemuliaan kedudukan Abu Bakar di hadapan Allah dan Rasul-Nya.

Dalam kisah yang lain, Ali bin Abi Thalib pun menghasilkan pernyataan wacana Abu BakarAsh-Shiddiq, "Semoga Allah mengasihimu, wahai Abu Bakar. Anda merupakan kawan erat Rasulullah, kawan setianya, kawasan curahan hatinya, kawasan menyimpan rahasianya, dan sahabatnya yang diajak bermusyawarah. Anda merupakan pria pertama yang masuk Islam, orang yang paling ikhlas imannya, orang yang paling baik yang menemani Rasulullah, yang paling banyak kebaikannya, yang paling mulia di masa lalu, yang paling mulia kedudukannya, yang paling tinggi derajatnya, dan yang paling seolah-olah dengan Rasul dalam hal isyarat dan jalannya".

Allah menamaimu dalam kitab-Nya dengan nama shiddiq (yang membenarkan). Allah berfirman, "Dan orang yang menenteng kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itutah orang yang bertakwa." (QS Az-Zumar [39]: 33).

Orang yang menenteng kebenaran merupakan Muhammad dan yang membenarkan merupakan Abu Bakar.

"Anda merupakan orang yang paling bahagia memberi di kala orang lain bersifat kikir. Anda sudah menemani Nabi saw menghadapi banyak sekali kesusahan di kala orang lain berdiam diri. Anda sudah menemani Nabi saw. dengan setia di masa-masa kritis dan mengambil alih dia menjadi khalifah dengan baik dan melakukan khilafah dengan baik." Pernyataan ini diungkapkan Ali bin Abi Thalib tatkala Abu Bakar r.a meninggal.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a merupakan salah satu kawan yang dijamin masuk surga. Bahkan, Allah SWT menampilkan spesialisasi khusus kepadanya dengan membukakan semua pintu nirwana untuknya dan ia boleh memasuki nirwana dari pintu mana pun. Subhanallah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel