Hadiah Kejujuran
Thursday, September 20, 2007
Edit
Tersebutlah seorang saleh berjulukan Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baihaqi. Ia terkenal akan kejujuran dan sifat amanahnya.
Saat itu ia merasa sungguh lapar. Padahal, ia tak punya duit sepeser pun untuk berbelanja makanan. Ia pun tidak mendapatkan sesuatu yang halal untuk dimakan.
Tiba-tiba ia menyaksikan sesuatu yang menawan pandangannya. Sebuah kantong yang yang dibikin dari sutra tergeletak begitu saja di tengah jalan. Ia pun memungutnya dan membawanya pulang ke rumah.
Ketika kantong itu ia buka, isinya merupakan kalung permata yang sungguh indah. Melihat isi kantong itu ia sungguh terkejut alasannya merupakan gres pertama kali menyaksikan embel-embel begitu indahnya. Namun, imannya memerintahkan untuk mencari pemiliknya mudah-mudahan sanggup dikembalikan kalung tersebut kepadanya.
Al-Qadhi keluar dari rumahnya. Ia mendengar seseorang berteriak mencari kantongnya yang hilang. Ternyata orang itu merupakan laki-laki bau tanah yang menampilkan sejumlah duit bagi yang mendapatkan kantongnya.
Ia berkata, "Barangsiapa mendapatkan kantong sutra berisi permata milikku dan mau mengembalikannya kepadaku, saya akan menebusnya dengan lima ratus dinar!"
Betapa senangnya Al-Qadhi jikalau laki-laki bau tanah itu sungguh-sungguh pemilik kantong berisi permata yang ia temukan. Segera ia panggil laki-laki bau tanah tersebut, "Hai Pak Tua, kemarilah, ceritakanlah kepadaku ciri-ciri kantongmu!"
Lelaki bau tanah itu menggambarkan dengan sedetail-detailnya bentuk kantong permata tersebut. Benarlah bahwa kantong permata yang ia peroleh merupakan milik laki-laki bau tanah itu. Tanpa mencampakkan waktu, ia pun eksklusif memulangkan kantong itu pada si empunya.
Bahagia tak terkira terpancar dari wajah laki-laki bau tanah itu. Ia pun menyampaikan sekantong duit yang ia janjikan terhadap Al-Qadhi. Namun, Al-Qadhi menolak dengan berkata, "Barang itu memang milikmu dan kamu berhak memilikinya tanpa perlu memberiku sesuatu."
"Ambillah alasannya merupakan sudah janjiku untuk memberimu hadiah!" bujuk laki-laki bau tanah itu.
Sekali lagi Al-Qadhi menolak walaupun didesak berkali-kali oleh laki-laki bau tanah tersebut. Akhirnya, laki-laki bau tanah itu mengucapkan terima kasih sambil berlalu meninggalkan Al-Qadhi.
Hari-hari selanjutnya setelah peristiwa itu, Al-Qadhi berlayar meninggalkan Mekah. Malang baginya alasannya merupakan perahu yang ditumpanginya hancur dihantam ombak besar. Tidak ada penumpang yang selamat kecuali dirinya. Ia berpegangan pada kepingan kayu perahu.
Ia terdampar di suatu pulau berpenduduk. Ketika dilihatnya suatu masjid, ia secepatnya menuju ke sana dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Beberapa orang dari penduduk lokal mendengarnya. Mereka kemudian memintanya untuk diajari membaca Al-Qur'an.
Ketika mengetahui bahwa Al-Qadhi sanggup menulis, mereka pun minta untuk diajari cara menulis. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, mereka berdatangan ke masjid untuk belajar. Ia pun memperoleh duit yang tidak mengecewakan banyak dari mereka.
Melihat kesalehan Al-Qadhi, salah seorang dari mereka menawarinya untuk menikah dengan seorang gadis yatim. Ia berkata terhadap Al-Qadhi, "Kami mempunyai seorang putri yatim. Ia mempunyai harta yang cukup. Maukah kamu menikahinya?"
Awalnya Al-Qadhi menolak anjuran tersebut. Namun, setelah didesak terus-menerus ia pun mendapatkan anjuran tersebut.
Ketika gadis yatim yang dimaksud dibawa ke hadapannya, Al-Qadhi mengetahui kalung permata yang melingkar di leher gadis itu. Kalung itu merupakan kalung permata yang pernah ditemukannya.
Salah seorang dari mereka yang mengetahui bahwa Al-Qadhi terpikat pada kalung tersebut bertanya, "Kau cuma memerhatikan kalung itu. Mengapa kamu tidak mau memerhatikan gadis yang memakainya?"
Al-Qadhi menceritakan pengalamannya yang kemudian di saat mendapatkan permata yang hilang terhadap mereka. Setelah mereka menyimak seluruh kisah darinya, mereka eksklusif meneriakkan tahlil dan takbir.
Al-Qadhi tidak memahami mengapa mereka melakukan itu. Kemudian salah seorang dari mereka menjelaskan, "Tahukah engkau bahwa orang bau tanah yang pernah kamu temui di Mekah dulu merupakan ayah gadis ini. Dia pernah menyampaikan bahwa tidak pernah ia menjumpai seorang muslim yang lebih baik dan jujur ketimbang orang yang sudah mengembalikan kalung tersebut. Kemudian beliau berdoa mudah-mudahan sanggup dipertemukan kembali dengannya dan sanggup menikahkan dengan putrinya. Sekarang doanya sudah terkabul!" ujar mereka.
Akhirnya, ijab kabul antara keduanya pun berjalan dengan khidmat. Mereka pun mengarungi perahu hidup dengan senang bareng bawah umur mereka.
Saat itu ia merasa sungguh lapar. Padahal, ia tak punya duit sepeser pun untuk berbelanja makanan. Ia pun tidak mendapatkan sesuatu yang halal untuk dimakan.
Tiba-tiba ia menyaksikan sesuatu yang menawan pandangannya. Sebuah kantong yang yang dibikin dari sutra tergeletak begitu saja di tengah jalan. Ia pun memungutnya dan membawanya pulang ke rumah.
Ketika kantong itu ia buka, isinya merupakan kalung permata yang sungguh indah. Melihat isi kantong itu ia sungguh terkejut alasannya merupakan gres pertama kali menyaksikan embel-embel begitu indahnya. Namun, imannya memerintahkan untuk mencari pemiliknya mudah-mudahan sanggup dikembalikan kalung tersebut kepadanya.
Al-Qadhi keluar dari rumahnya. Ia mendengar seseorang berteriak mencari kantongnya yang hilang. Ternyata orang itu merupakan laki-laki bau tanah yang menampilkan sejumlah duit bagi yang mendapatkan kantongnya.
Ia berkata, "Barangsiapa mendapatkan kantong sutra berisi permata milikku dan mau mengembalikannya kepadaku, saya akan menebusnya dengan lima ratus dinar!"
Betapa senangnya Al-Qadhi jikalau laki-laki bau tanah itu sungguh-sungguh pemilik kantong berisi permata yang ia temukan. Segera ia panggil laki-laki bau tanah tersebut, "Hai Pak Tua, kemarilah, ceritakanlah kepadaku ciri-ciri kantongmu!"
Lelaki bau tanah itu menggambarkan dengan sedetail-detailnya bentuk kantong permata tersebut. Benarlah bahwa kantong permata yang ia peroleh merupakan milik laki-laki bau tanah itu. Tanpa mencampakkan waktu, ia pun eksklusif memulangkan kantong itu pada si empunya.
Bahagia tak terkira terpancar dari wajah laki-laki bau tanah itu. Ia pun menyampaikan sekantong duit yang ia janjikan terhadap Al-Qadhi. Namun, Al-Qadhi menolak dengan berkata, "Barang itu memang milikmu dan kamu berhak memilikinya tanpa perlu memberiku sesuatu."
"Ambillah alasannya merupakan sudah janjiku untuk memberimu hadiah!" bujuk laki-laki bau tanah itu.
Sekali lagi Al-Qadhi menolak walaupun didesak berkali-kali oleh laki-laki bau tanah tersebut. Akhirnya, laki-laki bau tanah itu mengucapkan terima kasih sambil berlalu meninggalkan Al-Qadhi.
Hari-hari selanjutnya setelah peristiwa itu, Al-Qadhi berlayar meninggalkan Mekah. Malang baginya alasannya merupakan perahu yang ditumpanginya hancur dihantam ombak besar. Tidak ada penumpang yang selamat kecuali dirinya. Ia berpegangan pada kepingan kayu perahu.
Ia terdampar di suatu pulau berpenduduk. Ketika dilihatnya suatu masjid, ia secepatnya menuju ke sana dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Beberapa orang dari penduduk lokal mendengarnya. Mereka kemudian memintanya untuk diajari membaca Al-Qur'an.
Ketika mengetahui bahwa Al-Qadhi sanggup menulis, mereka pun minta untuk diajari cara menulis. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, mereka berdatangan ke masjid untuk belajar. Ia pun memperoleh duit yang tidak mengecewakan banyak dari mereka.
Melihat kesalehan Al-Qadhi, salah seorang dari mereka menawarinya untuk menikah dengan seorang gadis yatim. Ia berkata terhadap Al-Qadhi, "Kami mempunyai seorang putri yatim. Ia mempunyai harta yang cukup. Maukah kamu menikahinya?"
Awalnya Al-Qadhi menolak anjuran tersebut. Namun, setelah didesak terus-menerus ia pun mendapatkan anjuran tersebut.
Ketika gadis yatim yang dimaksud dibawa ke hadapannya, Al-Qadhi mengetahui kalung permata yang melingkar di leher gadis itu. Kalung itu merupakan kalung permata yang pernah ditemukannya.
Salah seorang dari mereka yang mengetahui bahwa Al-Qadhi terpikat pada kalung tersebut bertanya, "Kau cuma memerhatikan kalung itu. Mengapa kamu tidak mau memerhatikan gadis yang memakainya?"
Al-Qadhi menceritakan pengalamannya yang kemudian di saat mendapatkan permata yang hilang terhadap mereka. Setelah mereka menyimak seluruh kisah darinya, mereka eksklusif meneriakkan tahlil dan takbir.
Al-Qadhi tidak memahami mengapa mereka melakukan itu. Kemudian salah seorang dari mereka menjelaskan, "Tahukah engkau bahwa orang bau tanah yang pernah kamu temui di Mekah dulu merupakan ayah gadis ini. Dia pernah menyampaikan bahwa tidak pernah ia menjumpai seorang muslim yang lebih baik dan jujur ketimbang orang yang sudah mengembalikan kalung tersebut. Kemudian beliau berdoa mudah-mudahan sanggup dipertemukan kembali dengannya dan sanggup menikahkan dengan putrinya. Sekarang doanya sudah terkabul!" ujar mereka.
Akhirnya, ijab kabul antara keduanya pun berjalan dengan khidmat. Mereka pun mengarungi perahu hidup dengan senang bareng bawah umur mereka.