Ulah Burung Beo
Friday, September 21, 2007
Edit
Tersebutlah seorang raja berjulukan Iskandar Zulkarnain. Ia yakni raja yang gagah perkasa dan berwatak keras. Ia memiliki diam-diam yang cuma dipahami oleh dirinya dan istrinya.
Rahasia itu yakni ia memiliki tanduk di kepalanya seumpama sapi, namun senantiasa tertutupi oleh mahkotanya. Karena itulah ia dijuluki Zulkarnain yang artinya memiliki dua tanduk.
Pada suatu hari Raja Zulkarnain dan para pengawalnya sedang berburu ke dalam hutan. Sang Raja memisahkan diri dari yang yang lain alasannya yakni kepalanya terasa gatal sekali. Dia mesti mencari kawasan sepi biar rahasianya tidak dipahami orang lain di saat ia menggaruk kepalanya.
Setelah percaya tidak ada yang melihat, sang raja membuka mahkotanya. Digaruklah bab kepalanya yang gatal dengan saksama. Begitu asyiknya, hingga ia tidak menyadari bahwa ada seorang tukang kayu yang sedang memerhatikannya. Tukang kayu tersebut terpekik terkejut menyaksikan tanduk di kepala sang raja. Pekikan terkejut tukang kayu terdengar oleh raja.
Akhirnya, kedua orang itu saling bertatapan dan memandangi satu sama lain. Raja terkesiap di saat menyadari rahasianya sudah dipahami orang lain. Dengan kasar sang raja berteriak, "Hai! Apa yang kaulihat?!"
Kontan tukang kayu itu ketakutan. Bisa saja ia berkilah dan akal-akalan tidak tahu-menahu tentang tanduk di kepala rajanya. Namun, ia sudah sudah biasa berkata jujur di sepanjang hidupnya. Akhirnya, tukang kayu itu memutuskan untuk jujur walaupun ia takut dengan eksekusi sang raja. la berkata, "Saya menyaksikan tanduk di kepala Tuan."
Khawatir cacatnya akan dipahami banyak orang, sang raja pun mengancam tukang kayu tersebut, "Aku sudah mempertahankan diam-diam ini bertahun-tahun. Bahkan, para menteri dan pengawalku tidak ada yang tahu. Aku tak ingin mereka atau rakyatku tahu tentang cacat ini. Nah, alasannya yakni kau sudah mengenali cacatku, kau mesti kubunuh biar apa yang kaulihat tadi lenyap bareng jasadmu di liang kubur!"
Tukang kayu itu memohon, "Ampun Tuanku, hamba tidak sengaja. Jika saya mati, siapa yang mau mengorganisir anak-anakku?"
"Ah, itu bukan urusanku! Memang sudah saatnya hidup kau rampung di tanganku sekarang!" gertak sang raja.
"Aku mohon, Tuanku. Anak-anak saya masih kecil. Ibu mereka sudah meninggal dunia. Siapa yang mau merawat mereka jikalau saya mati?" ujar tukang kayu memelas.
Hati sang raja pun luluh. Ia menyaksikan segi kejujuran tukang kayu tersebut dan berharap jikalau ia dibiarkan hidup, ia akan sanggup mempertahankan rahasianya. Raja berkata kepadanya, "Baiklah, engkau kuberi peluang untuk hidup dengan syarat jangan kauceritakan diam-diam ini terhadap siapa pun. Jika diam-diam ini hingga bocor, kau beserta keluargamu akan kuhabisi!"
Alangkah bahagianya tukang kayu itu alasannya yakni terbebas dari bahaya janjkematian sang raja. Ia pun pulang menuju rumahnya. Namun, bayangan tentang tanduk di kepala sang raja terus menghantuinya. Tentunya hal asing itu ingin ia ceritakan terhadap setiap orang alasannya yakni ini betul-betul suatu keterangan besar.
Akan tetapi, ia teringat bahaya sang raja yang mau menghabisinya beserta keluarga jikalau membocorkan diam-diam itu. la pun berupaya melupakannya. Akan tetapi, kian berupaya dilupakan, bayangan itu kian besar lengan berkuasa dalam pikirannya.
Ia tak kuasa untuk menahan diam-diam itu seorang diri. Akhirnya, ia memperoleh jalan keluarnya. "Mungkin jikalau saya menceritakan hal ini terhadap sebatang pohon, akan meminimalisir keinginanku untuk menginformasikan diam-diam raja terhadap orang lain," pikir si tukang kayu.
Ia pun masuk ke dalam hutan yang paling dalam dan gelap. Dilihatnya sebatang pohon besar dan ia pun mengatakan terhadap pohon itu, "Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Sungguh lega perasaan si tukang kayu sehabis menceritakan diam-diam sang raja pada pohon itu. Ketika ia menoleh ke atas pohon, dilihatnya seekor burung sedang bertengger di salah satu ranting pohon. Namun, si tukang kayu mengacuhkannya. Ia pun kembali ke rumah.
Beralih ke si burung. Ternyata yang bertengger di pohon itu yakni seekor burung Beo yang bakir menirukan bunyi manusia. Beo itu melayang ke mana pun ia suka hingga datang di pasar yang terletak di dalam kota raja. Di sana ia mengulang-ulang apa yang ia dengar dari si tukang kayu, "Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Seluruh isi pasar menjadi ricuh mendengar keterangan tersebut. Ketika sang raja mengenali bahwa rahasianya sudah menjadi diam-diam lazim alias terbongkar, murkalah ia.
Raja secepatnya mengenali bahwa biang keladi semua ini pastilah si tukang kayu di hutan tersebut. Tanpa buang waktu, sang raja memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap si tukang kayu itu. Tukang kayu itu digiring ke hadapan raja dengan tangan dan kaki terborgol rantai.
Raja geram kepadanya seraya berkata, "Hai Tukang Kayu! Engkau memang tidak tahu balas budi! Aku sudah memberimu kesempatan, namun kau malah membocorkan rahasiaku terhadap rakyat. Maka sesuai perjanjian, kau beserta keluargamu mesti mati!"
Dengan ketakutan, si tukang kayu membela diri, "Demi Allah, Tuanku. Saya tidak pernah mengatakan terhadap siapa pun!"
Raja tidak percaya. Ia berkata, "Lantas dari mana mereka tahu tentang tanduk di kepalaku jikalau bukan kau yang sudah membocorkan rahasiaku!"
Si tukang kayu pun tidak habis pikir, bagaimana diam-diam itu sanggup bocor terhadap khalayak. Apakah ada seseorang yang mendengarnya mengatakan dengan pohon itu? Aha! Ia teringat akan burung yang hinggap di pohon tersebut. Kemungkinan besar, merupakan pelakunya.
Si tukang kayu pun menceritakan dugaannya terhadap sang raja, "Tuanku, terus jelas saya memang tidak besar lengan berkuasa menahan diam-diam itu sendiri. Saat itu saya tentukan untuk masuk ke dalam hutan dan menceritakan diam-diam yang saya pahami di hadapan suatu pohon. Setelah saya mengungkap isi hatiku, saya menyaksikan seekor burung hinggap di ranting pohon tersebut. Mungkinkah burung itu pelakunya?"
Raja yakni seorang yang adil dan bijaksana. Oleh alasannya yakni itu, ia memerintahkan menterinya untuk mengecek bagaimana kabar itu sanggup tersebar. Setelah ditelusuri, seluruh rakyat menyampaikan bahwa mereka mendengar keterangan itu dari seekor burung Beo yang terus mengoceh di pasar.
Benarlah, sang raja menyaksikan sendiri burung Beo berceloteh, "Hai pohon. Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Perkataan tukang kayu itu benar adanya. Terbuktilah bahwa ia yakni seorang yang jujur. Dibebaskanlah ia dari segala hukuman, bahkan raja memberinya jabatan di pemerintahan alasannya yakni kejujurannya.
Rahasia itu yakni ia memiliki tanduk di kepalanya seumpama sapi, namun senantiasa tertutupi oleh mahkotanya. Karena itulah ia dijuluki Zulkarnain yang artinya memiliki dua tanduk.
Pada suatu hari Raja Zulkarnain dan para pengawalnya sedang berburu ke dalam hutan. Sang Raja memisahkan diri dari yang yang lain alasannya yakni kepalanya terasa gatal sekali. Dia mesti mencari kawasan sepi biar rahasianya tidak dipahami orang lain di saat ia menggaruk kepalanya.
Setelah percaya tidak ada yang melihat, sang raja membuka mahkotanya. Digaruklah bab kepalanya yang gatal dengan saksama. Begitu asyiknya, hingga ia tidak menyadari bahwa ada seorang tukang kayu yang sedang memerhatikannya. Tukang kayu tersebut terpekik terkejut menyaksikan tanduk di kepala sang raja. Pekikan terkejut tukang kayu terdengar oleh raja.
Akhirnya, kedua orang itu saling bertatapan dan memandangi satu sama lain. Raja terkesiap di saat menyadari rahasianya sudah dipahami orang lain. Dengan kasar sang raja berteriak, "Hai! Apa yang kaulihat?!"
Kontan tukang kayu itu ketakutan. Bisa saja ia berkilah dan akal-akalan tidak tahu-menahu tentang tanduk di kepala rajanya. Namun, ia sudah sudah biasa berkata jujur di sepanjang hidupnya. Akhirnya, tukang kayu itu memutuskan untuk jujur walaupun ia takut dengan eksekusi sang raja. la berkata, "Saya menyaksikan tanduk di kepala Tuan."
Khawatir cacatnya akan dipahami banyak orang, sang raja pun mengancam tukang kayu tersebut, "Aku sudah mempertahankan diam-diam ini bertahun-tahun. Bahkan, para menteri dan pengawalku tidak ada yang tahu. Aku tak ingin mereka atau rakyatku tahu tentang cacat ini. Nah, alasannya yakni kau sudah mengenali cacatku, kau mesti kubunuh biar apa yang kaulihat tadi lenyap bareng jasadmu di liang kubur!"
Tukang kayu itu memohon, "Ampun Tuanku, hamba tidak sengaja. Jika saya mati, siapa yang mau mengorganisir anak-anakku?"
"Ah, itu bukan urusanku! Memang sudah saatnya hidup kau rampung di tanganku sekarang!" gertak sang raja.
"Aku mohon, Tuanku. Anak-anak saya masih kecil. Ibu mereka sudah meninggal dunia. Siapa yang mau merawat mereka jikalau saya mati?" ujar tukang kayu memelas.
Hati sang raja pun luluh. Ia menyaksikan segi kejujuran tukang kayu tersebut dan berharap jikalau ia dibiarkan hidup, ia akan sanggup mempertahankan rahasianya. Raja berkata kepadanya, "Baiklah, engkau kuberi peluang untuk hidup dengan syarat jangan kauceritakan diam-diam ini terhadap siapa pun. Jika diam-diam ini hingga bocor, kau beserta keluargamu akan kuhabisi!"
Alangkah bahagianya tukang kayu itu alasannya yakni terbebas dari bahaya janjkematian sang raja. Ia pun pulang menuju rumahnya. Namun, bayangan tentang tanduk di kepala sang raja terus menghantuinya. Tentunya hal asing itu ingin ia ceritakan terhadap setiap orang alasannya yakni ini betul-betul suatu keterangan besar.
Akan tetapi, ia teringat bahaya sang raja yang mau menghabisinya beserta keluarga jikalau membocorkan diam-diam itu. la pun berupaya melupakannya. Akan tetapi, kian berupaya dilupakan, bayangan itu kian besar lengan berkuasa dalam pikirannya.
Ia tak kuasa untuk menahan diam-diam itu seorang diri. Akhirnya, ia memperoleh jalan keluarnya. "Mungkin jikalau saya menceritakan hal ini terhadap sebatang pohon, akan meminimalisir keinginanku untuk menginformasikan diam-diam raja terhadap orang lain," pikir si tukang kayu.
Ia pun masuk ke dalam hutan yang paling dalam dan gelap. Dilihatnya sebatang pohon besar dan ia pun mengatakan terhadap pohon itu, "Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Sungguh lega perasaan si tukang kayu sehabis menceritakan diam-diam sang raja pada pohon itu. Ketika ia menoleh ke atas pohon, dilihatnya seekor burung sedang bertengger di salah satu ranting pohon. Namun, si tukang kayu mengacuhkannya. Ia pun kembali ke rumah.
Beralih ke si burung. Ternyata yang bertengger di pohon itu yakni seekor burung Beo yang bakir menirukan bunyi manusia. Beo itu melayang ke mana pun ia suka hingga datang di pasar yang terletak di dalam kota raja. Di sana ia mengulang-ulang apa yang ia dengar dari si tukang kayu, "Hai pohon! Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Seluruh isi pasar menjadi ricuh mendengar keterangan tersebut. Ketika sang raja mengenali bahwa rahasianya sudah menjadi diam-diam lazim alias terbongkar, murkalah ia.
Raja secepatnya mengenali bahwa biang keladi semua ini pastilah si tukang kayu di hutan tersebut. Tanpa buang waktu, sang raja memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap si tukang kayu itu. Tukang kayu itu digiring ke hadapan raja dengan tangan dan kaki terborgol rantai.
Raja geram kepadanya seraya berkata, "Hai Tukang Kayu! Engkau memang tidak tahu balas budi! Aku sudah memberimu kesempatan, namun kau malah membocorkan rahasiaku terhadap rakyat. Maka sesuai perjanjian, kau beserta keluargamu mesti mati!"
Dengan ketakutan, si tukang kayu membela diri, "Demi Allah, Tuanku. Saya tidak pernah mengatakan terhadap siapa pun!"
Raja tidak percaya. Ia berkata, "Lantas dari mana mereka tahu tentang tanduk di kepalaku jikalau bukan kau yang sudah membocorkan rahasiaku!"
Si tukang kayu pun tidak habis pikir, bagaimana diam-diam itu sanggup bocor terhadap khalayak. Apakah ada seseorang yang mendengarnya mengatakan dengan pohon itu? Aha! Ia teringat akan burung yang hinggap di pohon tersebut. Kemungkinan besar, merupakan pelakunya.
Si tukang kayu pun menceritakan dugaannya terhadap sang raja, "Tuanku, terus jelas saya memang tidak besar lengan berkuasa menahan diam-diam itu sendiri. Saat itu saya tentukan untuk masuk ke dalam hutan dan menceritakan diam-diam yang saya pahami di hadapan suatu pohon. Setelah saya mengungkap isi hatiku, saya menyaksikan seekor burung hinggap di ranting pohon tersebut. Mungkinkah burung itu pelakunya?"
Raja yakni seorang yang adil dan bijaksana. Oleh alasannya yakni itu, ia memerintahkan menterinya untuk mengecek bagaimana kabar itu sanggup tersebar. Setelah ditelusuri, seluruh rakyat menyampaikan bahwa mereka mendengar keterangan itu dari seekor burung Beo yang terus mengoceh di pasar.
Benarlah, sang raja menyaksikan sendiri burung Beo berceloteh, "Hai pohon. Raja Iskandar memiliki tanduk di kepalanya!"
Perkataan tukang kayu itu benar adanya. Terbuktilah bahwa ia yakni seorang yang jujur. Dibebaskanlah ia dari segala hukuman, bahkan raja memberinya jabatan di pemerintahan alasannya yakni kejujurannya.