Dipercaya Menjadi Pemimpin Kafilah Dagang
Saturday, September 1, 2007
Edit
Khadijah merupakan seorang saudagar perempuan yang kaya-raya di kota Mekah. Dia hendak mengirim kafilah dagangnya ke negeri Syam sehingga ia memerlukan seseorang yang sanggup mengemban amanah untuk membimbing dan memantau rombongan jualan tersebut.
Tersiarlah kabar bahwa di Mekah ada seorang perjaka yang terkenal akan kejujurannya. Keluhuran akal pekerti dan kepribadiannya terpelihara dengan baik, padahal pada biasanya perjaka ketika itu bahagia berfoya-foya.
Namun, perjaka yang satu ini sama sekali tidak terpengaruh oleh kebiasaan jahiliah penduduk kotanya alasannya merupakan tunjangan Allah SWT. Siapakah dia? Dialah Muhammad bin Abdillah keturunan Bani Hasyim yang terpandang.
Pucuk disayang ulam pun tiba. Kabar tentang kejujuran Muhammad hingga ke pendengaran Khadijah. Ia tahu Muhammad senantiasa menemani pamannya berjualan ke Syam.
Akan tetapi, sanggupkah Muhammad memimpin rombongan kafilah jualan yang begitu besar ini? Padahal, Muhammad belum pernah sekali-kali pun memimpin rombongan jualan ke luar kota, terlebih ke luar negeri.
Tentu saja hal ini bukanlah hal yang mudah untuk mengemban kiprah itu bagi seseorang yang belum memiliki pengalaman memimpin, mengatur, membimbing, dan memantau kafilah jualan ke negeri lain.
Meskipun demikian, selaku seorang pedagang andal, Khadijah tidak mengenal pengalaman Muhammad dalam berdagang. Sebagai seseorang yang mengenali seluk-beluk perdagangan, Khadijah meyakini bahwa kejujuranlah modal penting dalam berdagang. Sifat itu ada pada diri Muhammad. Kemudian ia secepatnya memerintahkan pelayannya untuk mengundang Muhammad.
Setelah Muhammad datang, Khadijah berupaya untuk menggali lebih jauh pengertian jualan perjaka jujur tersebut. Khadijah melontarkan beberapa pertanyaan terhadap Muhammad dalam perbincangan yang serius.
Muhammad begitu damai dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sang saudagar. Ia terlihat sungguh cerdas, pengetahuan ilmunya luas, dan memiliki wibawa.
Dalam berbicara, Muhammad menyimak musuh bicaranya dengan saksama walaupun pandangannya tertunduk. Seingat Khadijah, cuma sekali Muhammad mengangkat wajahnya, yakni ketika Khadijah mengatakan posisi menjadi orang kepercayaannya untuk memimpin kafilah jualan ke negeri Syam. Muhammad mengangkat parasnya sedikit, mengucapkan terima kasih sambil tersenyum, kemudian kembali menunduk.
Dari perilaku Muhammad yang bersahaja inilah, hasilnya Khadijah memantapkan pilihannya terhadap Muhammad. Dengan bahagia hati pula Muhammad menerimanya.
Setelah dirasa cukup, hasilnya Muhammad diperkenankan untuk pulang. Muhammad secepatnya pulang dan ajuan kerja ini eksklusif diberitakan terhadap pamannya, Abu Thalib. Betapa gembiranya sang paman. la percaya keponakannya bisa menjalani kiprah besar tersebut. Abu Thalib berkata, "Ini merupakan rezeki yang Allah berikan kepadamu".
Tibalah saatnya rombongan kafilah jualan berangkat menuju Syam. Bersama Maysarah - salah seorang delegasi Khadijah untuk menolong Muhammad - mereka bertolak ke negeri Syam. Sudah menjadi tradisi penduduk Mekah untuk beramai-ramai mengirim rombongan jualan hingga ke perbatasan kota, tergolong sang paman, Abu Thalib.
Setibanya di Syam, bareng pedagang lain, Muhammad mengatakan dagangannya dengan sigap terhadap para kandidat pembeli. Ia tidak menutupi cacat pada barang dagangannya. Jika barang tersebut bagus, akan ia katakan bagus, sebaliknya jikalau barang tersebut jelek atau cacat, ia pun tidak menutupinya dari pembeli.
Dalam tentukan harga ia menggunakan tolok ukur harga yang berlaku di masyarakat. Tidak pernah ia menambah-nambahkan harga. Tawar-menawar ia jalankan suka sama suka dengan pembeli. Kejujurannya tidak pernah mengecewakan.
Hal ini menawan banyak pembeli untuk berbelanja dagangannya alasannya merupakan pedagang lain sudah biasa meninggikan harga barang dagangannya demi meraih laba sebesar-besarnya.
Urusan jual beli di Syam berlangsung sungguh lancar. Muhammad menemukan laba jualan yang besar. Seluruh barang barang jualan habis terjual. Sebelum pulang, kafilah jualan ini berbelanja barang-barang lain untuk dijual kembali di Mekah.
Kepulangan mereka disambut bergairah penduduk Mekah. Barang yang mereka bawa dari Syam pun sukses dijual hingga habis di Mekah. Keuntungan makin berlipat ganda. Tentu saja hal ini menghasilkan besar hati Khadijah yang memutuskan Muhammad alasannya merupakan reputasi kejujurannya.
Tersiarlah kabar bahwa di Mekah ada seorang perjaka yang terkenal akan kejujurannya. Keluhuran akal pekerti dan kepribadiannya terpelihara dengan baik, padahal pada biasanya perjaka ketika itu bahagia berfoya-foya.
Namun, perjaka yang satu ini sama sekali tidak terpengaruh oleh kebiasaan jahiliah penduduk kotanya alasannya merupakan tunjangan Allah SWT. Siapakah dia? Dialah Muhammad bin Abdillah keturunan Bani Hasyim yang terpandang.
Pucuk disayang ulam pun tiba. Kabar tentang kejujuran Muhammad hingga ke pendengaran Khadijah. Ia tahu Muhammad senantiasa menemani pamannya berjualan ke Syam.
Akan tetapi, sanggupkah Muhammad memimpin rombongan kafilah jualan yang begitu besar ini? Padahal, Muhammad belum pernah sekali-kali pun memimpin rombongan jualan ke luar kota, terlebih ke luar negeri.
Tentu saja hal ini bukanlah hal yang mudah untuk mengemban kiprah itu bagi seseorang yang belum memiliki pengalaman memimpin, mengatur, membimbing, dan memantau kafilah jualan ke negeri lain.
Meskipun demikian, selaku seorang pedagang andal, Khadijah tidak mengenal pengalaman Muhammad dalam berdagang. Sebagai seseorang yang mengenali seluk-beluk perdagangan, Khadijah meyakini bahwa kejujuranlah modal penting dalam berdagang. Sifat itu ada pada diri Muhammad. Kemudian ia secepatnya memerintahkan pelayannya untuk mengundang Muhammad.
Setelah Muhammad datang, Khadijah berupaya untuk menggali lebih jauh pengertian jualan perjaka jujur tersebut. Khadijah melontarkan beberapa pertanyaan terhadap Muhammad dalam perbincangan yang serius.
Muhammad begitu damai dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sang saudagar. Ia terlihat sungguh cerdas, pengetahuan ilmunya luas, dan memiliki wibawa.
Dalam berbicara, Muhammad menyimak musuh bicaranya dengan saksama walaupun pandangannya tertunduk. Seingat Khadijah, cuma sekali Muhammad mengangkat wajahnya, yakni ketika Khadijah mengatakan posisi menjadi orang kepercayaannya untuk memimpin kafilah jualan ke negeri Syam. Muhammad mengangkat parasnya sedikit, mengucapkan terima kasih sambil tersenyum, kemudian kembali menunduk.
Dari perilaku Muhammad yang bersahaja inilah, hasilnya Khadijah memantapkan pilihannya terhadap Muhammad. Dengan bahagia hati pula Muhammad menerimanya.
Setelah dirasa cukup, hasilnya Muhammad diperkenankan untuk pulang. Muhammad secepatnya pulang dan ajuan kerja ini eksklusif diberitakan terhadap pamannya, Abu Thalib. Betapa gembiranya sang paman. la percaya keponakannya bisa menjalani kiprah besar tersebut. Abu Thalib berkata, "Ini merupakan rezeki yang Allah berikan kepadamu".
Tibalah saatnya rombongan kafilah jualan berangkat menuju Syam. Bersama Maysarah - salah seorang delegasi Khadijah untuk menolong Muhammad - mereka bertolak ke negeri Syam. Sudah menjadi tradisi penduduk Mekah untuk beramai-ramai mengirim rombongan jualan hingga ke perbatasan kota, tergolong sang paman, Abu Thalib.
Setibanya di Syam, bareng pedagang lain, Muhammad mengatakan dagangannya dengan sigap terhadap para kandidat pembeli. Ia tidak menutupi cacat pada barang dagangannya. Jika barang tersebut bagus, akan ia katakan bagus, sebaliknya jikalau barang tersebut jelek atau cacat, ia pun tidak menutupinya dari pembeli.
Dalam tentukan harga ia menggunakan tolok ukur harga yang berlaku di masyarakat. Tidak pernah ia menambah-nambahkan harga. Tawar-menawar ia jalankan suka sama suka dengan pembeli. Kejujurannya tidak pernah mengecewakan.
Hal ini menawan banyak pembeli untuk berbelanja dagangannya alasannya merupakan pedagang lain sudah biasa meninggikan harga barang dagangannya demi meraih laba sebesar-besarnya.
Urusan jual beli di Syam berlangsung sungguh lancar. Muhammad menemukan laba jualan yang besar. Seluruh barang barang jualan habis terjual. Sebelum pulang, kafilah jualan ini berbelanja barang-barang lain untuk dijual kembali di Mekah.
Kepulangan mereka disambut bergairah penduduk Mekah. Barang yang mereka bawa dari Syam pun sukses dijual hingga habis di Mekah. Keuntungan makin berlipat ganda. Tentu saja hal ini menghasilkan besar hati Khadijah yang memutuskan Muhammad alasannya merupakan reputasi kejujurannya.