Mengecoh Bubuk Lahab
Saturday, September 29, 2007
Edit
Rasulullah saw dakwah pertama kali secara terang-terangan di Bukit Shafa, sedangkan Abu Lahab yaitu orang yang pertama kali menentang kemunculan Islam dengan keras. Namun, sikapnya melunak sepeninggal Abu Thalib.
Sebagai putra pertama Abdul Muthalib, beliau mesti mempertahankan kehormatan Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk mempertahankan status sosialnya di masyarakat. Ia juga mengincar posisi pemimpin Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang dahulu dipegang oleh Abu Thalib.
Caranya yaitu mencuri simpati orang-orang besar lengan berkuasa di kedua kabilah tersebut dengan menjadi pelindung Muhammad, sebagaimana yang Abu Thalib jalankan dulu.
Abu Lahab mengunjungi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, Teruskanlah dakwahmu. Apa pun yang kau-lakukan semasa Abu Thalib masih hidup, sanggup kaulakukan sekarang. Demi Latta, tidak ada seorang pun yang sanggup menyakitimu selama saya masih hidup."
Abu Lahab tidak pernah mengingkari janjinya itu. Ketika Ibnu Ghaythalah, seorang kafir Quraisy, mencaci maki Rasulullahsaw, Abu Lahab sungguh-sungguh memamerkan kemarahannya. Ibnu Ghaythalah pun lari terbirit-birit sebab cemas sambil berteriak, "Wahai orang-orang Ouraisy! Abu Lahab sudah keluar dari agama kita!"
Mendengar hal itu, kaum Quraisy sungguh terkejut. Bukankah Abu Lahab orang yang mereka unggulkan untuk memecah belah persatuan Bani Hasyim dan Bani Muthalib? Mengingat bahwa Abu Lahab memang mudah dijebak dan diperdaya, mereka cemas Muhammad sudah sukses memperdayanya.
Kekhawatiran mereka secepatnya dijawab Abu Lahab, "Aku tidak pernah meninggalkan agama Abdul Muthalib. Hanya saja saya ingin melindungi keponakanku biar beliau sanggup menjalankan apa pun yang beliau mau."
Mendengar balasan Abu Lahab, legalah perasaan mereka sebab Abu Lahab masih setia dengan agama nenek moyangnya. Mereka menyikapi positif keputusan Abu Lahab, "Engkau sudah berbuat baik dan menyambungkan tali silaturrahim."
Sejak di saat itu, kaum musyrikin Quraisy tidak pernah mendekati Muhammad biar tidak menyinggung perasaan Abu Lahab. Rasulullah saw bebas berdakwah kapan pun dan di mana pun tanpa ada yang menghalangi.
Kaum musyrikin Quraisy menyaksikan tanda-tanda yang tidak baik jikalau Muhammad dibiarkan bebas memberitakan Islam. Mereka berkumpul untuk mengendalikan siasat. Akhirnya, mereka mendapatkan cara jitu untuk menghasut Abu Lahab. Strategi ini ditangani oleh Uqbah bin Mu'ith dan Abu Jahal bin Hisyam.
Mereka berkata terhadap Abu Lahab, "Muhammad menyampaikan bahwa ada kehidupan lain di hari alam abadi di saat semua orang mendapatkan akibat dari apa yang sudah mereka perbuat di dunia ini. Orang yang beriman akan mendapatkan surga dan orang yang ingkar akan masuk neraka jahanam. Apakah beliau memberitahumu di mana wilayah Abdul Muthalib? Di nirwana atau neraka?"
Pertanyaan itu mengusik asumsi Abu Lahab. Ia secepatnya mengunjungi Rasulullah saw untuk menanyakan wacana tersebut. Rasulullah menjawab, "Abdul Muthalib bareng kaumnya."
Jawaban itu menenangkan Abu Lahab. Ia pun menceritakan balasan Muhammad terhadap Abu Jahal dan Uqbah. Mereka tertawa mengejek Abu Lahab, "Benar, Abdul Muthalib memang bareng kaumnya, tapi di neraka! Mengapa tidak kamu tanyakan hal itu terhadap Muhammad?"
Abu Lahab sungguh murka mendengar hal itu. Ia secepatnya mengunjungi Muhammad sekali lagi dan bertanya, "Wahai Muhammad. Apakah Abdul Muthalib masuk neraka?"
Tentu saja Rasulullah saw tidak sanggup mengelak dari pertanyaan itu. Beliau mesti menjawab dengan jujur walaupun mesti kehilangan tunjangan dari Abu Lahab. Beliau pun bersabda, "Ya, siapa saja yang mati dengan memeluk agama Abdul Muthalib akan masuk neraka."
Setelah mengenali balasan itu, Abu Lahab makin murka. Ia marah sebab ayahnya tergolong luar biasa neraka dalam persepsi Islam. Dengan berangasan beliau berkata terhadap Muhammad, "Demi Tuhan! Aku akan memusuhimu selama Abdul Muthalib dinyatakan masuk neraka!"
Kaum Quraisy bersorak bangga mengenali Abu Lahab kembali menjadi penentang Rasulullah. Ejekan dan cercaan terhadap kaum muslimin makin gencar terhadap Rasulullah. Akhirnya, kaum muslimin Mekah bareng Rasulullah berangsur-angsur hijrah ke Thaif.
Sebagai putra pertama Abdul Muthalib, beliau mesti mempertahankan kehormatan Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk mempertahankan status sosialnya di masyarakat. Ia juga mengincar posisi pemimpin Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang dahulu dipegang oleh Abu Thalib.
Caranya yaitu mencuri simpati orang-orang besar lengan berkuasa di kedua kabilah tersebut dengan menjadi pelindung Muhammad, sebagaimana yang Abu Thalib jalankan dulu.
Abu Lahab mengunjungi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, Teruskanlah dakwahmu. Apa pun yang kau-lakukan semasa Abu Thalib masih hidup, sanggup kaulakukan sekarang. Demi Latta, tidak ada seorang pun yang sanggup menyakitimu selama saya masih hidup."
Abu Lahab tidak pernah mengingkari janjinya itu. Ketika Ibnu Ghaythalah, seorang kafir Quraisy, mencaci maki Rasulullahsaw, Abu Lahab sungguh-sungguh memamerkan kemarahannya. Ibnu Ghaythalah pun lari terbirit-birit sebab cemas sambil berteriak, "Wahai orang-orang Ouraisy! Abu Lahab sudah keluar dari agama kita!"
Mendengar hal itu, kaum Quraisy sungguh terkejut. Bukankah Abu Lahab orang yang mereka unggulkan untuk memecah belah persatuan Bani Hasyim dan Bani Muthalib? Mengingat bahwa Abu Lahab memang mudah dijebak dan diperdaya, mereka cemas Muhammad sudah sukses memperdayanya.
Kekhawatiran mereka secepatnya dijawab Abu Lahab, "Aku tidak pernah meninggalkan agama Abdul Muthalib. Hanya saja saya ingin melindungi keponakanku biar beliau sanggup menjalankan apa pun yang beliau mau."
Mendengar balasan Abu Lahab, legalah perasaan mereka sebab Abu Lahab masih setia dengan agama nenek moyangnya. Mereka menyikapi positif keputusan Abu Lahab, "Engkau sudah berbuat baik dan menyambungkan tali silaturrahim."
Sejak di saat itu, kaum musyrikin Quraisy tidak pernah mendekati Muhammad biar tidak menyinggung perasaan Abu Lahab. Rasulullah saw bebas berdakwah kapan pun dan di mana pun tanpa ada yang menghalangi.
Kaum musyrikin Quraisy menyaksikan tanda-tanda yang tidak baik jikalau Muhammad dibiarkan bebas memberitakan Islam. Mereka berkumpul untuk mengendalikan siasat. Akhirnya, mereka mendapatkan cara jitu untuk menghasut Abu Lahab. Strategi ini ditangani oleh Uqbah bin Mu'ith dan Abu Jahal bin Hisyam.
Mereka berkata terhadap Abu Lahab, "Muhammad menyampaikan bahwa ada kehidupan lain di hari alam abadi di saat semua orang mendapatkan akibat dari apa yang sudah mereka perbuat di dunia ini. Orang yang beriman akan mendapatkan surga dan orang yang ingkar akan masuk neraka jahanam. Apakah beliau memberitahumu di mana wilayah Abdul Muthalib? Di nirwana atau neraka?"
Pertanyaan itu mengusik asumsi Abu Lahab. Ia secepatnya mengunjungi Rasulullah saw untuk menanyakan wacana tersebut. Rasulullah menjawab, "Abdul Muthalib bareng kaumnya."
Jawaban itu menenangkan Abu Lahab. Ia pun menceritakan balasan Muhammad terhadap Abu Jahal dan Uqbah. Mereka tertawa mengejek Abu Lahab, "Benar, Abdul Muthalib memang bareng kaumnya, tapi di neraka! Mengapa tidak kamu tanyakan hal itu terhadap Muhammad?"
Abu Lahab sungguh murka mendengar hal itu. Ia secepatnya mengunjungi Muhammad sekali lagi dan bertanya, "Wahai Muhammad. Apakah Abdul Muthalib masuk neraka?"
Tentu saja Rasulullah saw tidak sanggup mengelak dari pertanyaan itu. Beliau mesti menjawab dengan jujur walaupun mesti kehilangan tunjangan dari Abu Lahab. Beliau pun bersabda, "Ya, siapa saja yang mati dengan memeluk agama Abdul Muthalib akan masuk neraka."
Setelah mengenali balasan itu, Abu Lahab makin murka. Ia marah sebab ayahnya tergolong luar biasa neraka dalam persepsi Islam. Dengan berangasan beliau berkata terhadap Muhammad, "Demi Tuhan! Aku akan memusuhimu selama Abdul Muthalib dinyatakan masuk neraka!"
Kaum Quraisy bersorak bangga mengenali Abu Lahab kembali menjadi penentang Rasulullah. Ejekan dan cercaan terhadap kaum muslimin makin gencar terhadap Rasulullah. Akhirnya, kaum muslimin Mekah bareng Rasulullah berangsur-angsur hijrah ke Thaif.