Kisah Pedagang Susu
Tuesday, September 4, 2007
Edit
Di malam yang pekat dan angin hambar semilir menusuk, Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab sedang menelusuri kota Medinah lewat lorong demi lorong. Di dikala seluruh penduduk kota terlelap, sang khalifah tetap tersadar mengunjungi satu demi satu rumah untuk mengenali keadaan rakyatnya.
Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh alasannya yaitu itu, ia tak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.
Malam semakin larut sampai tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan suatu gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka yaitu pedagang susu kambing yang hendak memasarkan hasil perahannya di pasar pagi itu.
"Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu terhadap putrinya. Sang ibu berharap mudah-mudahan ia menemukan laba lebih banyak dari hasil pemasaran susu oplosannya (campuran).
Putrinya menjawab, "Maaf, Bu, tidak mungkin saya melakukannya. Amirul Mukminin tidak mengijinkan untuk mencampur susu dengan air, kemudian menjualnya," tolak putrinya dengan halus.
Sang ibu tetap bersikukuh, "Itu suatu hal yang lumrah, Nak. Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya," bujuk sang ibu lagi.
"Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengenali apa yang kita jalankan sekarang, tapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!" jawab sang putri salehah.
Haru dan senang membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa ia takjub akan kejujuran dan ketabahan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin gadis tersebut miskin harta, tapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin teringat akan maksudnya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar bareng para sahabat.
Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab secepatnya memangil putranya yang berjulukan 'Ashim. Beliau secepatnya mewakilkan 'Ashim untuk melamar putri pedagang susu yang jujur tersebut alasannya yaitu memang telah saatnya 'Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut terhadap putranya.
"Aku menyaksikan ia akan menenteng berkah untukmu kelak bila kau mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan jumpai mereka, lamarlah ia untuk menjadi pendampingmu. Semoga kalian sanggup melahirkan keturunan yang hendak menjadi pemimpin umat kelak!" ujar Umar bin Khaththab terhadap putranya, 'Ashim.
Akhirnya, 'Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan lahirlah seorang putri berjulukan Laila. Ia berkembang menjadi gadis yang taat beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari ijab kabul keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan buyutnya, Umar bin Khaththab.
Ia sadar bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Oleh alasannya yaitu itu, ia tak ingin ada seorang pun dari rakyatnya yang terzalimi.
Malam semakin larut sampai tibalah fajar menyingsing. Ketika hendak beranjak ke masjid, langkahnya tertahan di depan suatu gubuk reot. Dari dalam gubuk itu terdengar percakapan lirih antara seorang ibu dan putrinya. Dari percakapan itu ternyata mereka yaitu pedagang susu kambing yang hendak memasarkan hasil perahannya di pasar pagi itu.
"Nak, campurlah susu itu dengan air," pinta sang ibu terhadap putrinya. Sang ibu berharap mudah-mudahan ia menemukan laba lebih banyak dari hasil pemasaran susu oplosannya (campuran).
Putrinya menjawab, "Maaf, Bu, tidak mungkin saya melakukannya. Amirul Mukminin tidak mengijinkan untuk mencampur susu dengan air, kemudian menjualnya," tolak putrinya dengan halus.
Sang ibu tetap bersikukuh, "Itu suatu hal yang lumrah, Nak. Semua orang melakukannya. Lagi pula Amirul Mukminin tidak akan mengetahuinya," bujuk sang ibu lagi.
"Bu, boleh jadi Amirul Mukminin tidak mengenali apa yang kita jalankan sekarang, tapi Allah SWT Maha Melihat dan Mengetahui!" jawab sang putri salehah.
Haru dan senang membuncah di dada Amirul Mukminin. Betapa ia takjub akan kejujuran dan ketabahan hati sang gadis miskin tersebut. Mungkin gadis tersebut miskin harta, tapi begitu kaya hatinya. Amirul Mukminin teringat akan maksudnya semula dan bergegas menuju masjid untuk shalat Fajar bareng para sahabat.
Usai melaksanakan shalat di masjid, Umar bin Khaththab secepatnya memangil putranya yang berjulukan 'Ashim. Beliau secepatnya mewakilkan 'Ashim untuk melamar putri pedagang susu yang jujur tersebut alasannya yaitu memang telah saatnya 'Ashim untuk berumah tangga. Tidak lupa Amirul Mukminin menceritakan keluhuran hati gadis penghuni gubuk reot tersebut terhadap putranya.
"Aku menyaksikan ia akan menenteng berkah untukmu kelak bila kau mempersuntingnya menjadi istrimu. Pergilah dan jumpai mereka, lamarlah ia untuk menjadi pendampingmu. Semoga kalian sanggup melahirkan keturunan yang hendak menjadi pemimpin umat kelak!" ujar Umar bin Khaththab terhadap putranya, 'Ashim.
Akhirnya, 'Ashim menikahi gadis berhati suci itu dan lahirlah seorang putri berjulukan Laila. Ia berkembang menjadi gadis yang taat beribadah dan cerdas. Saat dewasa, Laila dipersunting oleh Abdul Aziz bin Marwan. Dari ijab kabul keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin besar yang disegani. Dia mewarisi keagungan akhlak neneknya dan kepemimpinan buyutnya, Umar bin Khaththab.