Kepemimpinan Khalifah Ali Bin Abi Thalib R.A.
Monday, October 1, 2018
Edit
Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat mengenai siapa yang akan menggantikan dia sebagai pemimpin politik umat Islam sehabis dia wafat. Beliau sepertinya menyerahkan perkara itu kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak usang sehabis dia wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Ashor Berkumpul di balaikota Bani Sa’dah, Madinah.
Mereka memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot lantaran masing-masing pihak, baik pihak Muhajirin atau Anshar merasa berhak menjadi pemimpin Umat Islam, namun dengan semangat ukhuwah Islamiyah tinggi, kesudahannya Abu Bakar terpilih melalui musyawarah itu.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib ialah Khalifah keempat sehabis Khalifah Usman Ibnu Affan. Nama lengkap dia ialah Ali Ibnu Abi Thalib Ibnu Abdul Muthalib Ibnu Hasyim Ibnu Abdi Manaf. Beliau lahir 32 tahun sehabis kelahiran Rosulullah Saw. Dan beliaupun termasuk anak asuh Nabi Muhammad Saw. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib boleh dibilang ajun Nabi Muhammad Saw, ketika di Madinah.
Proses pengangkatan dia sebagai Khalifah yang mula-mula di tolak oleh dia lantaran situasi yang kurang sempurna yang banyak terjadi kerusuhan disana sini. Dan lantaran waktu itu masyarakat butuh pemimpin kesudahannya lantaran desakan masyarakat untuk mengakibatkan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi pemimpin pun kesudahannya diterima. Pada tanggal 23 juni 656 Masehi, dia resmi menjadi Khalifah.
Yang menjadi catatan bagi sosok khalifah menyerupai Ali Bin Abi Thalib ialah pribadinya yang pernah menolak jadi Pemimpin Islam sebagaimana dikutif pada uraian di atas. Olehnya itu, kalau dibawa pada konteks kekinian, maka sangat sulit kita mendapatkan sosok insan yang menolak jadi pemimpin, bahkan yang terjadi ketika ini ialah kecenderungan untuk bersaing dan saling merebut kekuasaan hingga pertumpahan dara atau menjual aqidah demi kekuasaan.
Sosok Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a.
Ali Bin Abu Thalib bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.
Dengan demikian, jelaslah, Ali ialah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim mempunyai sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim populer sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya ialah Fathimah binti Asad, yang kemudian menamakannya Haidarah. Haidarah ialah salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah ialah salah seorang perempuan yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw. Ia pula-lah yang telah mendidik Nabi Saw, dan menanggung hidupnya, sehabis meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau kemudian membalas jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib, pada ketika mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia, Rasulullah Saw yang mulai mengkafaninya dengan baju qamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak atas ibunya. Dan lantaran penghormatan dia kepadanya, maka dia menamakan anaknya yang tersayang dengan namanya: Fathimah. Darinyalah kemudian mengalir nasab dia yang mulia, yaitu anak-anaknya: Hasan, Husein, Zainab al Kubra dan Ummu Kultsum.
Haidarah ialah nama Imam Ali yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya menamakannya dengan Ali, sehingga ia populer dengan dua nama itu, walaupun nama Ali kemudian lebih terkenal. Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti Muhammad saw., seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan jelek oleh Ali r.a. selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya sehabis kematiannya. Dia juga mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang dia kawini sehabis wafatnya Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan perempuan merdeka atau hamba sahaya. Yaitu: Muhsin, Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far, Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al Awsath, Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab ash Shugra, Ummu Kaltsum ash Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jumanah, dan Taqiyyah.
Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib r.a.
Setelah ‘Utsman ra. syahid, Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya dia ra. menolak, namun kesudahannya dia ra. menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak tiba di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (Utsman ra.) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali ra.)". Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian mengharapkan saya, lantaran saya lebih bahagia menjadi wazir (pembantu) bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra. menjawab: "Jika kalian tidak mendapatkan pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat itu hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi saya akan pergi ke masjid, maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.
Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib (ra.) menggantikan ‘Utsman sebagai khalifah... dan ia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.), Kaum Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu anhum). Sedangkan orang yang pertama kali membaiat dan menjabat tangannya ialah Thalhah bin Ubaidillah (ra.).
Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari Safinah ra., dia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda:
Kekhilafahan berlangsung selama 30 tahun dan sehabis itu ialah kerajaan.” Safinah ra. berkata: “Mari kita hitung, Khilafah Abu Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah ‘Umar ra. 10 tahun, Khilafah ‘Utsman ra. 12 tahun, dan Khilafah ‘Ali ra. 6 tahun.”
Ali ra. bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam badan umat sehabis sebelumnya Ibnu Saba’dan Sabaiyahnya melancarkan konspirasi dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam. Pada masa kekepemimpinan Ali ra. ini, Ibnu Saba dan Sabaiyah nya pun kembali melancarkan konspirasi dan makar mereka, sehingga menciptakan keadaan menjadi semakin rumit. Diriwayatkan bahwa pada kesudahannya ‘Ali ra. mengkremasi banyak dari pengikut Sabaiyah ini dan juga mengasingkan Ibnu Saba’ ke Al-Madain.
Sahabat yang lahir dalam keprihatinan dan meninggal dalam Kesunyian. Dialah, khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Ali kecil ialah anak yang malang. Namun, kedatangan Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega dia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga selesai hayatnya pun, Abi Thalib tetap tidak bisa mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tidak pernah bisa merasa betapa nikmatnya ketika bersujud menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.
Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput doktrin begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, dia kemudian bertekad kuat untuk tidak mengulang insiden ini buat kedua kali. Dia ingin, ketika dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tidak lagi menangisi ayahnya menyerupai tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak hanya dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tidak bisa dia lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan doktrin di dalam dadanya.
Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah menyayangi dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, dia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib berkata, ""Janganlah kamu berpisah darinya (Rasulullah), lantaran ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".
Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Dia telah hadir bersama Rasulullah semenjak awal dan gres berakhir ketika Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali ialah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam banyak sekali peperangan genting, ketika diri Rasulullah terancam.
Kecintaan Ali pada Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan dia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."
Ali, ialah pribadi yang istimewa. Dia ialah pintar balig cukup akal pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, dia kemudian menyerupai tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat pintar balig cukup akal lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui verbal atau melalui tindak-tanduk beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari dia mengatakan kepadaku budpekerti yang mulai dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa indah bersama Rasulullah tidak usang sehabis Rasulullah wafat.
Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi perjaka yang berdedikasi. Dalam banyak sekali lembaga serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tidak berarti tidak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah usang binasa"
Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, ketika rumahnya telah terkepung oleh puluhan perjaka terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, kalau kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang ketika itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.
Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, dia memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan " Yaa...ahlul Badar..."), Ali mengatakan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu dia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana angin ribut gurun.
Perang Badar ialah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah mengatakan dedikasinya pada apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang sehabis itu tidak pernah lagi diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika Engkau tidak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."
Dalam banyak sekali siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih menyerupai turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya mengakibatkan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat lantaran dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam sehabis satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama sehabis melihat Rasululah dalam kondisi kritis.
Perang Uhud walaupun pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tidak terperi, lantaran Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah sehabis Abi Thalib wafat. Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga selesai hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar pada kemenangan dan perkembangan Islam.
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali, berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.
Juga di perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, sehabis hanya ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan dentingan bunyi pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh doktrin sedang berhadapan dengan manifestasi seluruh kekufuran”.
Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, menciptakan Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari selesai zaman kelak”.
Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk melemahkan Mekkah dari dalam ketika Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk. Kehadiran Ali di Mekkah, walaupun seorang diri, telah berhasil memporakporandakan rencana jelek itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah mereka.
Perubahan drastis ditunjukkan Ali sehabis Rasulullah wafat. Dia lebih suka menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika saya ini adalahkota ilmu, maka Ali ialah pintu gerbangnya". Dari pakar pedang menjadi pakar kalam (pena). Ali begitu karam didalamnya, hingga kemudian ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menuntaskan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.
Strategi Ali Bin Abi Thalib dalam kepemimpinan
Diantara seni administrasi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan ialah memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga menggukan potensi dalam perjuangan pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan mengenai seni administrasi itu;
1. Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara eksklusif mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga sanggup mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, menentukan untuk menunggu waktu yang tepat, sehabis kondisi keamanan kembali stabil, untuk menuntaskan perkara yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada kesudahannya menyempal dari Pasukan Ali ra. sehabis dia melaksanakan tahkim dengan Muawiyah ra. sehabis beberapa ketika terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan:
“Tidak ada aturan kecuali aturan Allah. Tidak boleh menggantikan aturan Allah dengan aturan manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka: ‘Tiada ada aturan kecuali aturan Allah, dikomatahari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada kesudahannya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana nyaris seluruh dari orang Khawarij tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang saja.
2. Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan
Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka mempunyai banyak kiprah yang harus diselesaikannya, menyerupai kiprah melaksanakan ekspansi wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana lantaran belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.
Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh lantaran itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa selanjutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi perkara itu tetap dilakukannya, walaupun ia memperoleh tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu mempunyai tujuan semoga masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :
a. Mengganti Para Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan
Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan terpaksa diganti, lantaran banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut pengamatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali gerakan pemberontakan pada pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan. Mereka melaksanakan itu lantaran Khalifah Usman pada paruh kedua masa kepemimpinannya tidak bisa lagi melaksanakan kontrol pada para penguasa yang berada dibawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan lantaran usianya yang sudah lanjut usia, selain para gubernur sudah tidak lagi banyak yang mempunyai idealisme untuk memperjuangkan dan membuatkan Islam. Pemberontakan ini pada kesudahannya menciptakan sengsara banyak rakyat, sehingga rakyatpun tidak suka pada mereka. Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mencopot mereka. Adapun para gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti gubernur usang yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria, Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai gubernur Basrah, Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.
b. Menarik kembali tanah milik negara
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang diberikan akomodasi dalam banyak sekali bidang, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara. Oleh lantaran itu, ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi Khalifah, dia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Usman Ibnu Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik negara.
Usaha itu bukan tidak memperoleh tantangan. ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib banyak memperoleh perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan Khalifah Usman Ibnu Affan. Salah seorang yang tegas menentang ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib ialah Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Karena Muawiyah sendiri telah terancam kedudukannya sebagai gubernur Syria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, Muawiyah menghasut kepada para sahabat lain supaya menentang rencana Khalifah, selain menghasut para sahabat Muawiyah juga mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot oleh Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang Shiffin dan sebagainya.
Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semata mempunyai tujuan untuk membersihkan praktek Kolusi, korupsi dan Nepotisme didalam pemerintahannya. Tapi berdasarkan sebagian masyarakat kalo situasi pada ketika itu kurang sempurna untuk melaksanakan hal itu, yang kesudahannya Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal ditangan orang-orang yang tidak menyukainya. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib bekerja keras sebagai Khalifah hingga selesai hayatnya, dan dia menjadi orang kedua yang besar lengan berkuasa sehabis Nabi Muhammad Saw.
3. Perkembangan di Bidang Politik Militer
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mempunyai kelebihan, menyerupai kecerdasan, ketelitian, ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya ketika ia terpilih sebagai Khalifah, jiwa dan semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak perjuangan yang dilakukan, termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk kepentingan negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang. Selain itu, ia juga populer sebagai pendekar yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat aturan yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang mitra yang dermawan.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semenjak masa mudanya amat populer dengan perilaku dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan hening mupun ketika kritis. Beliau amat tahu medan dan muslihat musuh, ini kelihatan sekali pada ketika perang Shiffin. Dalam perang itu Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibentuk Muawiyah Ibnu Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menolak undangan damai, lantaran dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah ialah orang yang sangat licik. Namun para sahabatnya mendesak semoga mendapatkan anjuran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu gotong royong ialah bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Usaha Khalifah terus memperoleh tantangan dan selalu dikalahkan oleh kelompok orang yang tidak bahagia pada kepemimpinannya.
Karena insiden "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu Kelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah (pengikut Ali). Ketiga kelompok itu yang pada masa selanjutnya ialah golongan yang sangat kuat dan yang mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.
4. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah hingga Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan hingga ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber aturan Islam.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari aliran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber aliran Islam.
5. Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat perjuangan positif yang dilaksanakannya, terutama dalam perkara tatakota . Salah satukota yang dibangun adalahkota Kuffah.
Semula pembangunankota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari banyak sekali rongrongan para pembangkang, contohnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, usang kelamaankota itu menjelma sebuahkota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi sentra pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, menyerupai perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.
Pembangunankota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang semenjak semula tidak mau tunduk pada perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan sentra pergerakan Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilangkota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah.
sumber :
dkm-alfurqon.blogspot.com
harismubarak.blogspot.com