Menghindarkan Diri Dari Sikap Tindak Kekerasan

Menghindarkan diri dari sikap tindak kekerasan wajib dilakukan oleh kita sebagai makhluk Allah. Manusia dianugerahi oleh Allah Swt. berupa nafsu. Dengan nafsu tersebut, insan sanggup merasa benci dan cinta. Dengannya pula insan bisa melaksanakan persahabatan dan permusuhan. Dengannya pula insan bisa mencapai kesempurnaan ataupun kesengsaraan. Hanya nafsu yang telah berhasil dijinakkan oleh logika saja yang akan bisa menghantarkan insan kepada kesempurnaan. Namun sebaliknya, kalau nafsu di luar kendali akal, pasti akan menjerumuskan insan ke dalam jurang kesengsaraan dan kehinaan.

Permusuhan berasal dari rasa benci yang dimiliki oleh seorang manusia. Sebagaimana cinta, benci juga berasal dari nafsu yang harus bertumpu di atas pondasi akal. Permusuhan di antara insan terkadang alasannya kedengkian pada hal-hal duniawi ibarat pada kasus bawah umur Nabi Adam as. Qabil dan Habil ataupun pada dongeng Nabi Yusuf as. dan saudara-saudaranya. Terkadang pula permusuhan dikarenakan dasar ideologi dan keyakinan.

Islam melarang sikap kekerasan terhadap siapa pun. Allah Swt. berfirman:


Menghindarkan diri dari sikap tindak kekerasan wajib dilakukan oleh kita sebagai makhlu Menghindarkan Diri dari Perilaku Tindak Kekerasan


Artinya: “Oleh alasannya itu Kami memutuskan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan alasannya orang itu membunuh orang lain (qisas), atau bukan alasannya berbuat kerusakan di bumi, maka seperti ia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seperti ia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul-rasul Kami telah tiba kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi lalu banyak di antara mereka sesudah itu melampaui batas di bumi.” (Q.S. al-Maidah/5: 32)

Allah Swt. menjelaskan dalam ayat ini, bahwa sesudah insiden pembunuhan Qabil terhadap Habil, Allah Swt. memutuskan suatu aturan bahwa membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh manusia. Begitu juga menyelamatkan kehidupan seorang manusia, sama dengan menyelamatkan seluruh manusia. Ayat ini menyinggung sebuah prinsip sosial di mana masyarakat bagaikan sebuah tubuh, sedangkan individu-individu masyarakat merupakan anggota badan tersebut. Apabila sebuah anggota badan sakit, maka anggota badan yang lainnya pun ikut mencicipi sakit.

Begitu juga apabila seseorang berani mencemari tangannya dengan darah orang yang tak berdosa, maka pada hakikatnya ia telah membunuh manusia- insan lain yang tak berdosa. Dari segi sistem penciptaan manusia, terbunuhnya Habil telah mengakibatkan hancurnya generasi besar suatu masyarakat, yang bakal tampil dan lahir di dunia ini. Al-Qur’an menawarkan perhatian penuh terhadap sumbangan jiwa insan dan menganggap membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh sebuah masyarakat.

Pengadilan di negara-negara tertentu menjatuhkan sanksi qisas, yaitu membunuh orang yang telah membunuh. Di Indonesia juga pernah dilakukan sanksi mati bagi para pembunuh.

Dalam Q.S. al-Maidah/5: 32 terdapat tiga pelajaran yang sanggup dipetik.

  1. Nasib kehidupan insan sepanjang sejarah mempunyai kaitan dengan orang lain. Sejarah kemanusiaan merupakan mata rantai yang saling berhubungan. Karena itu, terputusnya sebuah mata rantai akan menimbulkan musnahnya sejumlah besar umat manusia.
  2. Nilai suatu pekerjaan berkaitan dengan tujuan mereka. Pembunuhan terhadap seorang insan dengan maksud jahat merupakan pemusnahan sebuah masyarakat, tetapi keputusan pengadilan untuk melaksanakan sanksi terhadap seorang pembunuh dalam rangka qisas merupakan sumber kehidupan masyarakat.
  3. Mereka yang mempunyai pekerjaan yang berafiliasi dengan evakuasi jiwa manusia, ibarat para dokter, perawat, polisi harus mengerti nilai pekerjaan mereka. Menyembuhkan atau menyelamatkan orang yang sakit dari janjkematian bagaikan menyelamatkan sebuah masyarakat dari kehancuran.


Tugas kita bersama selaku muslim yang baik yaitu menjaga ketenteraman hidup dengan cara mengasihi tetangga, orang-orang yang berada di sekitar kita. Artinya, kita dihentikan melaksanakan perilaku-perilaku yang sanggup merugikan orang lain, termasuk menyakitinya dan melaksanakan tindakan kekerasan kepadanya.

Di Indonesia ada aturan yang mengatur pelarangan melaksanakan tindak kekerasan, termasuk kekerasan kepada anak dan anggota keluarga, contohnya UU No. 23 Tahun 2002 dan UU No. 23 Tahun 2004.

Soal-soal yang berkaitan dengan menghindarkan diri dari sikap tindak kekerasan
  1. Carilah ayat dan hadis yang berafiliasi dengan menghindarkan diri dari tindak kekerasan!
  2. Jelaskan pesan-pesan yang terdapat pada ayat dan hadis yang kau temukan itu!
  3. Hubungkan pesan-pesan ayat dan hadis tersebut dengan kondisi obyekif di lapangan yang kau temui! 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel