Adab Memberi Pemberian Dan Adat Mendapatkan Santunan
Saturday, April 25, 2020
Edit
Adab Memberi dan Menerima Santunan
Ada tata cara (adab) dalam memberi dan menerima, sebaliknya ada juga larangan larangan dalam memberi dan menerima. Tata cara pemberian antara lain sebagai berikut:
A. Adab Memberi Santunan.
1. Pemberian yang paling utama ialah dalam keadaan sehat, takut miskin, dan sedang banyak mempunyai impian atau keinginan (HR. Bukhari).
Maksudnya pemberian dari orang yang gotong royong masih sangat berhajat kepada barang yang diberikannya dan masih punya rencana untuk memanfaatkannya.
2. Pemberian yang kurang baik ialah ketika maut sudah dekat, kemudian gres memperlihatkan harta atau menyedekahkannya (HR. Bukhari).
Dengan kata lain pemberian di ketika dia sendiri sudah tidak membutuhkannya.
3. Pemberian hendaknya didahulukan kepada orang yang terdekat atau tetangga yang terdekat pintunya dengan pintu rumah kita (HR. Bukhari, Muslim). Rasulullah saw sangat menekankan terjadinya kekerabatan silaturrahmi diantara orang-orang yang bertetangga. Beliau bersabda, siapa yang menyatakan beriman kepada Allah dan hari simpulan zaman hendaklah berbuat baik kepada tetangga dan tidak menyakitinya.
Bahkan dia menganjurkan semoga memperbanyak sayuran yang dimassak semoga bias dibagikan kepada tetangga. Hubungan antara tetangga yang baik akan memperkokoh kekerabatan ada komunitas yang lebih besar lagi yaitu kampung, kemudian desa, kemudian kecamatan dst sehingga akan terbentuk bangsa yang mempunyai solidaritas kuat, saling tolong menolong, tidak memanfaatkan petaka orang lain untuk manfaatnya sendiri.
4. Pemberian sebaiknya diberikan secara rahasia, semoga lebih selamat dari riya, sehingga seperti tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh ajun (HR. Bukhari).
Ikhlas lillahi Ta’ala (hanya mengharap ridlo Allah semata) adalahtuntutan mutlak dalam setiap amal yang dilakukan oleh seorang Muslim, baik dalam beribadah kepada Allah maupun dalam bermu’amalah dengan sesama manusia. Riya atau mengharap supaya orang lain melihat atau memuji kebaikan yang dilakukan, merupakan syirik kecil yang merusak keikhlasan. Karena itu, sehabis memperlihatkan sesuatu, dilarang hal itu diceritakan kepada orang lain dengan maksud mendapat kebanggaan itu. Tetapi dalam rangka menjawab pertanyaan, atau memberi pola kepada yang lain, tidak termasuk riya.
5. Berikanlan kepada orang yang meminta-minta, walaupun meminta dengan katakata agresif atau memaksa (HR. Muslim).
Sekarang ini, alasannya ialah semakin banyak orang mengalami kesulitan ekonomi, makin banyak pula orang meminta-minta bahkan dengan menempuh banyak sekali macam cara yang mungkin mengganggu ketenangan dan kenyamanan.
Ada yang sambil menyanyi atau memutar nyanyian dari tape recorder, ada yang sendirian ada pula yang beromongan, ada yang baca puisi, ada yang menggendong bayi, ada yang merintih kesakitan atau terlihat sakit pada anggota badannya, ada yang mengucapkan salam berkali-kali di depan pintu rumah, ada yang menyodorkan list, dan ada pula yang memberikan anjuran dsb. Kalau memang kita bisa memperlihatkan pertolongan, maka sepatutnya pertolongan itu diberikan dengan tidak mempedulikan cara memintanya.
6. Bersegeralah dalam memberi (HR. Bukhari).
Setiap amal kebaikan sepatutnya segera dilakukan semoga nilai kebaikan dan kepentingan dari pemberian itu tidak hilang atau berkurang. Atau sebelum dating suatu keadaan yang menciptakan amal kebaikan tidak berarti.
7. Disunnahkan mendapatkan pemberian yang baik dan membalasnya (HR. Tirmidzi).
Saling memberi akan menumbuhkan rasa kasih sayang diantara orang-orang.
8. Hendaklah memberi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jika tidak bisa memberi, bederma sepakat sebanyak-banyaknya, alasannya ialah itupun sedekah (HR. Bukhari).
Meskipun memberi itu merupakan amal kebajikan yang diperintahkan, tetapi dilarang memaksakan diri untuk memperlihatkan sesuatu diatas kemampuan.
1. Hendaklah berterima kasih kepada orang yang memberi dan bersyukur kepada Allah Swt.»Barang siapa tidak akil berterimakasih kepada manusia, ia tidak akil berterimakasih kepada Allah.» (HR. Baihaqi)
2. Meskipun orang yang memberi itu ikhlas, tidak mengharapkan akhir apapun dari yang diberi, alangkah baiknya bila yang diberi memberikan kata-kata terima kasih atau dengan ungkapan-ungkapan lain yang memuji orang yang memberi ibarat “Ibu memang orang baik” dsb. Hendaknya selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, jangan merasa kurang. (HR. Ahmad, Baihaqi)
Sangat tidak baik apabila sehabis mendapat pemberian, seseorang malah berujar “Loh, kok cuma sedikit”. Kata-kata itu selain sanggup menyakiti pemberi, juga membuktikan ketamakan peminta.
3. Setelah diberi sesuatu disunnahkan mengucapkan kalimat:
Artinya, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan yang banyak (HR. Tirmidzi).
Doa ibarat ini tentu akan menciptakan pemberi merasa bahagia dan terdorong untuk memberi lagi di lain waktu.
4. Sebaiknya jangan meminta hadiah dari non Muslim. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim)
Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan sebagaimana sanggup disaksikan pada masa kini ini, apabila di ketika orang-orang non Muslim merayakan hari-hari besar mereka ibarat Natal ataupun Imlek, banyak orang-orang Muslim berkumpul di halaman gereja atau klenteng mengharapkan hadiah-hadiah atau pemberian.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi orang-orang Muslim yang bisa ataupun organisasi keagamaan Islam semoga lebih memperluas dan meningkatkan santunan kepada orang-orang Muslim yang tidak mampu, dan semoga lebih teliti menyalurkan dana zakat, infaq ataupun sedekah supaya tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak atau dialokasikan ke pembiayaan-pembiayaan yang tidak penting.
5. Jika menyukai pemberian seseorang hendaknya kita makan, dan jikalau tidak suka sanggup disedekahkan lagi. (HR. Muslim, Abu Dawud, Hakim)
Orang yang memberi tentu akan bahagia jikalau pemberiannya benar-benar dimanfaatkan oleh orang yang diberinya. Akan tetapi mungkin saja terjadi seseorang memperlihatkan sesuatu kepada orang yang tidak benar-benar membutuhkannya. Dalam hal ini, orang yang diberi tidak perlu menolaknya akan tetapi dia sanggup menerimanya dan kemudian dia berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Dengan demikian pahala pemberian itu menjadi berlipat ganda.
Ada tata cara (adab) dalam memberi dan menerima, sebaliknya ada juga larangan larangan dalam memberi dan menerima. Tata cara pemberian antara lain sebagai berikut:
A. Adab Memberi Santunan.
1. Pemberian yang paling utama ialah dalam keadaan sehat, takut miskin, dan sedang banyak mempunyai impian atau keinginan (HR. Bukhari).
Maksudnya pemberian dari orang yang gotong royong masih sangat berhajat kepada barang yang diberikannya dan masih punya rencana untuk memanfaatkannya.
2. Pemberian yang kurang baik ialah ketika maut sudah dekat, kemudian gres memperlihatkan harta atau menyedekahkannya (HR. Bukhari).
Dengan kata lain pemberian di ketika dia sendiri sudah tidak membutuhkannya.
3. Pemberian hendaknya didahulukan kepada orang yang terdekat atau tetangga yang terdekat pintunya dengan pintu rumah kita (HR. Bukhari, Muslim). Rasulullah saw sangat menekankan terjadinya kekerabatan silaturrahmi diantara orang-orang yang bertetangga. Beliau bersabda, siapa yang menyatakan beriman kepada Allah dan hari simpulan zaman hendaklah berbuat baik kepada tetangga dan tidak menyakitinya.
Bahkan dia menganjurkan semoga memperbanyak sayuran yang dimassak semoga bias dibagikan kepada tetangga. Hubungan antara tetangga yang baik akan memperkokoh kekerabatan ada komunitas yang lebih besar lagi yaitu kampung, kemudian desa, kemudian kecamatan dst sehingga akan terbentuk bangsa yang mempunyai solidaritas kuat, saling tolong menolong, tidak memanfaatkan petaka orang lain untuk manfaatnya sendiri.
4. Pemberian sebaiknya diberikan secara rahasia, semoga lebih selamat dari riya, sehingga seperti tangan kiri tidak mengetahui apa yang diberikan oleh ajun (HR. Bukhari).
Ikhlas lillahi Ta’ala (hanya mengharap ridlo Allah semata) adalahtuntutan mutlak dalam setiap amal yang dilakukan oleh seorang Muslim, baik dalam beribadah kepada Allah maupun dalam bermu’amalah dengan sesama manusia. Riya atau mengharap supaya orang lain melihat atau memuji kebaikan yang dilakukan, merupakan syirik kecil yang merusak keikhlasan. Karena itu, sehabis memperlihatkan sesuatu, dilarang hal itu diceritakan kepada orang lain dengan maksud mendapat kebanggaan itu. Tetapi dalam rangka menjawab pertanyaan, atau memberi pola kepada yang lain, tidak termasuk riya.
5. Berikanlan kepada orang yang meminta-minta, walaupun meminta dengan katakata agresif atau memaksa (HR. Muslim).
Sekarang ini, alasannya ialah semakin banyak orang mengalami kesulitan ekonomi, makin banyak pula orang meminta-minta bahkan dengan menempuh banyak sekali macam cara yang mungkin mengganggu ketenangan dan kenyamanan.
Ada yang sambil menyanyi atau memutar nyanyian dari tape recorder, ada yang sendirian ada pula yang beromongan, ada yang baca puisi, ada yang menggendong bayi, ada yang merintih kesakitan atau terlihat sakit pada anggota badannya, ada yang mengucapkan salam berkali-kali di depan pintu rumah, ada yang menyodorkan list, dan ada pula yang memberikan anjuran dsb. Kalau memang kita bisa memperlihatkan pertolongan, maka sepatutnya pertolongan itu diberikan dengan tidak mempedulikan cara memintanya.
6. Bersegeralah dalam memberi (HR. Bukhari).
Setiap amal kebaikan sepatutnya segera dilakukan semoga nilai kebaikan dan kepentingan dari pemberian itu tidak hilang atau berkurang. Atau sebelum dating suatu keadaan yang menciptakan amal kebaikan tidak berarti.
7. Disunnahkan mendapatkan pemberian yang baik dan membalasnya (HR. Tirmidzi).
Saling memberi akan menumbuhkan rasa kasih sayang diantara orang-orang.
8. Hendaklah memberi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jika tidak bisa memberi, bederma sepakat sebanyak-banyaknya, alasannya ialah itupun sedekah (HR. Bukhari).
Meskipun memberi itu merupakan amal kebajikan yang diperintahkan, tetapi dilarang memaksakan diri untuk memperlihatkan sesuatu diatas kemampuan.
Baca Juga :
B. Adab Menerima Santunan.
Sebaliknya orang mendapatkan dukungan dari orang lain juga diajarkan untuk menerapkan sopan santun atau etika dalam mendapatkan yaitu:1. Hendaklah berterima kasih kepada orang yang memberi dan bersyukur kepada Allah Swt.»Barang siapa tidak akil berterimakasih kepada manusia, ia tidak akil berterimakasih kepada Allah.» (HR. Baihaqi)
2. Meskipun orang yang memberi itu ikhlas, tidak mengharapkan akhir apapun dari yang diberi, alangkah baiknya bila yang diberi memberikan kata-kata terima kasih atau dengan ungkapan-ungkapan lain yang memuji orang yang memberi ibarat “Ibu memang orang baik” dsb. Hendaknya selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, jangan merasa kurang. (HR. Ahmad, Baihaqi)
Sangat tidak baik apabila sehabis mendapat pemberian, seseorang malah berujar “Loh, kok cuma sedikit”. Kata-kata itu selain sanggup menyakiti pemberi, juga membuktikan ketamakan peminta.
3. Setelah diberi sesuatu disunnahkan mengucapkan kalimat:
Artinya, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan yang banyak (HR. Tirmidzi).
Doa ibarat ini tentu akan menciptakan pemberi merasa bahagia dan terdorong untuk memberi lagi di lain waktu.
4. Sebaiknya jangan meminta hadiah dari non Muslim. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim)
Sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan sebagaimana sanggup disaksikan pada masa kini ini, apabila di ketika orang-orang non Muslim merayakan hari-hari besar mereka ibarat Natal ataupun Imlek, banyak orang-orang Muslim berkumpul di halaman gereja atau klenteng mengharapkan hadiah-hadiah atau pemberian.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi orang-orang Muslim yang bisa ataupun organisasi keagamaan Islam semoga lebih memperluas dan meningkatkan santunan kepada orang-orang Muslim yang tidak mampu, dan semoga lebih teliti menyalurkan dana zakat, infaq ataupun sedekah supaya tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak atau dialokasikan ke pembiayaan-pembiayaan yang tidak penting.
5. Jika menyukai pemberian seseorang hendaknya kita makan, dan jikalau tidak suka sanggup disedekahkan lagi. (HR. Muslim, Abu Dawud, Hakim)
Orang yang memberi tentu akan bahagia jikalau pemberiannya benar-benar dimanfaatkan oleh orang yang diberinya. Akan tetapi mungkin saja terjadi seseorang memperlihatkan sesuatu kepada orang yang tidak benar-benar membutuhkannya. Dalam hal ini, orang yang diberi tidak perlu menolaknya akan tetapi dia sanggup menerimanya dan kemudian dia berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Dengan demikian pahala pemberian itu menjadi berlipat ganda.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana etika memberi santunan dan etika mendapatkan bantunan. Semoga kita sanggup mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Ilmu Hadits Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2016. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.