Tarekat Syaziliyah | Tokoh Tarikat Syaziliyah Dan Aliran Pokok Tarikat Syaziliyah

Tarekat ini lahir di Maroko, yangg didirikan oleh Syekh Abdul Hasan as-Syadzili (1258). Tarekat ini merupakan salah satu komunitas anutan sufistik yg mempunyai pengikut yg luar biasa banyak. Saat ini tarekat ini sudah menyebar di aneka macam negara. Diantaranya, Afrika utara, Mesir, Kenya, Tanzania, Timur-tengah dan Sri langka. Bahkan aliran tarekat ini telah merambah ke Amerika Barat dan utara.

Tarekat ini umumnya diikuti oleh kalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pegawai negeri. Sebagian anutan tarekat ini dipengaruhi oleh iman al-Ghazali & al-Makki.

a. Tokoh Tarikat Syaziliyah.
Tarekat Syadziliyah yakni tarekat yang dipelopori oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili. Nama Lengkapnya yakni Abul Hasan Asy-Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya’ bin Ward bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad, anak pemimpin perjaka mahir nirwana dan cucu sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib R.A dan Fatimah al-Zahra binti Rasulullah SAW.

Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili yakni Ali, gelarnya yakni Taqiyuddin, Julukanya yakni Abu Hasan dan nama populernya yakni AsySyadzili. Al-Syadzili lahir di sebuah desa yang berjulukan Ghumarah, bersahabat kota Sabtah pada tahun 593 H (1197 M). Beliau menghapal al-Quran dan pergi ke Tunisa saat usianya masih sangat muda dan tinggal di desa Syadzilah. Oleh alasannya yakni itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal dari desa tersebut.

b. Ajaran Tarikat Syaziliyah.
Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai anutan ekspresi tasawuf, doa, dan hizib. Ibn Atha’illah as- Sakandari yakni orang pertama yang menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya. Sehingga khazanah tarekat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha’illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna wacana aturan-aturan tarekat tersebut, pokokpokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan setelahnya.

Melalui karya-karya Ibn Atha’illah, tarekat Syadziliyah mulai tersebar hingga ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitikberatkan pengembangan sisi ruhani.

Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melaksanakan hukum atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan terkenal yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai kekerabatan satu dengan yang lain.

Sebagai ajaran, tarekat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: “Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali”. Perkataan yang lainnya: “Kitab Ihya’ Ulum ad-Din, karya alGhozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.” Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah’illah.

c. Ajaran Pokok Tarikat Syadziliyah.
Tauhid dengan sebenar-benarnya tauhid yang tidak musyrik kepada Allah Swt ;

a. Ketakwaan terhadap Allah Swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara’ dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.

b. Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalu bersikap waspada dan bertingkah laris yang luhur.

c. Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah Swt (Tawakkal).

d. Ridho kepada Allah Swt, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan mendapatkan apa adanya (qana’ah/ tidak rakus) dan menyerah.

e. Kembali kepada Allah Swt, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.

Hal tersebut sanggup terwujud melalui :

1. Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
2. Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya sanggup meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
3. Berlaku benar dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya atau kemuliaan-Nya.
4. Melaksanakan kiprah dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
5. Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih komplemen nikmat yang lebih besar.

Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan tanggapan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tarekat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha’illah menjadi keyakinan utamanya. Karena menurutnya, hal ini merupakan hak prerogratif Allah Swt. Apa yang harus dilakukan insan yakni hendaknya ia menunaikan kiprah dan kewajibannya yang sanggup dilakukan pada masa kini dan hendaknya insan tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana tokoh tarikat Qodiriyah dan anutan tarikat Qodiriyah. Sumber buku Siswa Kelas XII MA Akhlak Tasawuf Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel