Ide-Ide Pembaharuan Muhammad Abduh

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya populer berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh muda mencicipi semenjak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok kasus yang beliau sampaikan dengan sangat yakin di kemudian hari ketika beliau menegaskan perlunya pembaruan keluarga dan hak-hak wanita.

Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memperlihatkan hormat di Kairo dan Aleksandria, pertanda betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Abduh menerima serangan sengit lantaran pandangan dan tindakannya yang reformatif, terasa ada legalisasi bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang populer lemah lembut dan mendalam spiritualnya.

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh.

1. Jumud: Faktor Utama Kemunduran Umat Islam.
Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam yaitu adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Selama beberapa era di masa silam, kaum Muslimin telah menghadapi kemunduran dan sebagai alhasil mereka tidak mendapatkan dirinya sebagai siap sedia untuk menghadapi situasi yang kritis ini.

Ia beropini bahwa alasannya yang membawa kemunduran umat Islam yaitu bukan lantaran fatwa Islam itu sendiri, melainkan adanya perilaku jumud di badan umat Islam. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau mendapatkan peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat ketika ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul). 

Seperti dikemukakan Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa alMadaniyyah, ia menerangkan bahwa perilaku jumud dibawa ke badan Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan supaya tetap udik dan tunduk pada pemerintah.

2. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Masalah Ijtihad.
Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam dua kategori: Ibadah dan Mu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan Hadits bersifat tegas, terang dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh lantaran sifatnya yang umum tanpa perincian, maka fatwa tersebut sanggup diubahsuaikan dengan zaman.

Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:

“Sesungguhnya kehidupan sosial insan selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal gres yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad yaitu jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal gres dalam kehidupan insan dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”.

Selanjutnya, berdasarkan Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan eksklusif pada Al- Qur'an dan Hadits dan diubahsuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan berdasarkan zaman.

Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Abduh memeranginya. Karena taklid di bidang muamalah menghentikan pikir dan kecerdikan berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab, perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.

Pendapat perihal dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Al- Qur’an memperlihatkan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya yaitu agama rasional. Mempergunakan kecerdikan yaitu salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan tepat tanpa akal. Agama dan kecerdikan yang pertama kali mengikat tali persaudaraan.

Wahyu tidak sanggup membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat atau hadis bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat sanggup dipahami secara rasional. Kepercayaan pada kekuatan kecerdikan yaitu dasar peradaban bangsa.

3. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan).
Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada aturan alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah yaitu ciptaan Allah Swt. Wahyu juga berasal dari Allah Swt. Jadi, lantaran keduanya tiba dari Allah Swt, tidak sanggup bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan.

Dengan penuh semangat, Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat. Kemajuan Eropa ia tegaskan lantaran penggalan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari fatwa Islam. Ia membantah bahwa Islam tidak bisa menyesuaikan diri dengan dunia modern. Ia ingin pertanda bahwa Islam yaitu agama rasional yang sanggup menjadi basis kehidupan modern.

Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan supaya para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan bisa menuntaskan kasus modern. Pendidikan yaitu hal terpenting dalam kehidupan insan dan sanggup merubah segala.

Program yang diajukannya sebagai salah satu fondasi utama yaitu memahami dan memakai Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Menurutnya, sekolah negeri (sekuler) harus diwarnai dengan agama yang kuat. Namun, rupanya, pendapatnya itu menerima tantangan berat dari ulama konservatif yang belum mengetahui faedah dari perubahan yang dianjurkan Muhammad Abduh.

Keberatan Muhammad Abduh berkenaan dengan upaya memalsukan pendidikan Barat disebabkan pengalaman bahwa orang yang memalsukan bangsa lain, dan memalsukan adat bangsa lain, membukakan pintu bagi masuknya musuh. Segelintir orang yang terbaratkan telah memakai slogan asing, ibarat “kebebasan, nasionalisme, etnisitas”.

Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang meliputi pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar ibarat membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus menerima pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Nasrani dan Islam.Isi dan usang pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar.

Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus menerima pendidikan minimum, supaya mereka sanggup meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi:

(1) buku ikhtisar iktikad Islam yang berdasarkan fatwa Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan sektarian;

(2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan memperlihatkan mana yang benar dan yang salah; dan

(3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.

Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain:

(1) buku yang memperlihatkan pengantar pengetahuan, seno logika, prinsip penalaran;

(2) teks perihal doktrin, yang memberikan soal-soal ibarat dalil rasional, memilih posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Nasrani dan Islam, dan keefektifan iktikad Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat;

(3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan kecerdikan dan prinsip-prinsip doktrin; serta

(4) teks sejarah yang meliputi aneka macam penaklukan dan penyebaran Islam.

Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup:
(1) tafsir alQur’an;
(2) ilmu bahasa dan bahasa Arab;
(3) ilmu hadis;
(4) studi moralitas (etika);
(5) prinsip-prinsip fiqh;
(6) seni berbicara dan meyakinkan; dan
(7) teologi dan pemahaman iktikad secara rasional.

4. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita.
Menurut Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat gres yaitu individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memperlihatkan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya, maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:

“Sesungguhnya umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik, maka umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak mempunyai keluarga maka ia pun tidak mempunyai umat. Laki-laki dan perempuan yaitu dua jenis makhluk yang mempunyai hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan kecerdikan yang sama. Dan ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas perempuan supaya sanggup menjadi tuan dirumahnya sendiri, berarti membuat generasi budak...”

Menurut Abduh, jikalau perempuan memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan laki-laki tak berlaku lagi. Di kawasan lain, beliau menulis, bahwa berdasarkan al-Qur’an ada dua jenis wanita, perempuan saleh dan perempuan durhaka. kepemimpinan laki-laki berlaku hanya terhadap istri yang mengacau atau durhaka. Abduh juga beropini bahwa, penyebab perpecahan atau firnah dalam masyarakat yaitu lantaran laki-laki mengumbar hawa nafsunya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh. Sumber buku Siswa SKI Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel