8 Ijab Kabul Yang Tidak Sah Dan Dihentikan Oleh Rasulullah Saw
Sunday, April 26, 2020
Edit
A. Pengertian Nikah.
Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau “pernikahan”. Sedang berdasarkan syari’ah, “nikah” berarti kesepakatan yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau kesepakatan nikah ialah "ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan baka berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
B. Pernikahan yang Tidak Sah.
Di antara kesepakatan nikah yang tidak sah dan tidak boleh oleh Rasulullah Saw. ialah sebagai berikut.
1. Pernikahan Mut`ah, yaitu kesepakatan nikah yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya ialah hadits berikut:
“Bahwa Rasulullah saw. melarang kesepakatan nikah mut’ah serta daging keledai kampung (jinak) pada ketika Perang Khaibar." (HR. Muslim).
Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata:“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian setelah itu ia dilarang.” (HR. Muslim)
2. Pernikahan Syighar, yaitu kesepakatan nikah dengan persyaratan tukar barang tanpa derma mahar. Dasarnya ialah hadis berikut:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” (HR. Muslim)
3. Pernikahan Muhallil, yaitu kesepakatan nikah seorang perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang akhirnya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian perempuan itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah Saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. (HR. at-Tirmizi)
4. Pernikahan Orang yang Ihram, yaitu kesepakatan nikah orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau 'umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang sedang melaksanakan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” (HR. Muslim)
5. Pernikahan dalam Masa Iddah, yaitu kesepakatan nikah di mana seorang lakilaki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik lantaran perceraian ataupun lantaran meninggal dunia. Allah Swt. berfirman:
walaa ta'zimuu 'uqdata nnikaahi hattaa yablugha lkitaabu ajalahu wa'lamuu anna laaha ya'lamu maa fii anfusikum fahtsaruuhu wa'lamuu anna laaha ghafuurun haliim
“Dan janganlah kau ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bergotong-royong Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. al-Baqarah :235)
6. Pernikahan tanpa Wali, yaitu kesepakatan nikah yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa seizin walinya. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”
7. Pernikahan dengan Wanita Kafir selain wanita-wanita hebat kitab, berdasarkan firman Allah Swt.:
walaa tankihuu lmusyrikaati hattaa yu'minna wala-amatun mu'minatun khayrun min musyrikatin walaw a'jabatkum walaa tunkihuu lmusyrikiina hattaa yu'minuu wala'abdun mu'minun khayrun min musyrikin walaw a'jabakum ulaa-ika yad'uuna ilaa nnaari walaahu yad'uu ilaa ljannati walmaghfirati bi-idznihi wayubayyinu aayaatihi linnaasi la'allahum yatadzakkaruun
“Dan janganlah kau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun beliau menarik hatimu. Dan janganlah kau menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun beliau menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke nirwana dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menunjukan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada insan supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. al-Baqarah :221)
8. Menikahi Mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram lantaran kesepakatan nikah atau lantaran sepersusuan.
Dilihat dari kondisinya mahram terbagi kepada dua; pertama mahram muabbad (wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya) seperti: keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri, bila ibunya sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri.
Kedua mahram gair muabbad ialah mahram lantaran menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, contohnya saudara sepersusuan abang dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau mati. Yang lain dengan lantaran istri orang dan lantaran iddah.
Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau “pernikahan”. Sedang berdasarkan syari’ah, “nikah” berarti kesepakatan yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau kesepakatan nikah ialah "ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan baka berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
B. Pernikahan yang Tidak Sah.
Di antara kesepakatan nikah yang tidak sah dan tidak boleh oleh Rasulullah Saw. ialah sebagai berikut.
1. Pernikahan Mut`ah, yaitu kesepakatan nikah yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya ialah hadits berikut:
“Bahwa Rasulullah saw. melarang kesepakatan nikah mut’ah serta daging keledai kampung (jinak) pada ketika Perang Khaibar." (HR. Muslim).
Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata:“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian setelah itu ia dilarang.” (HR. Muslim)
2. Pernikahan Syighar, yaitu kesepakatan nikah dengan persyaratan tukar barang tanpa derma mahar. Dasarnya ialah hadis berikut:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” (HR. Muslim)
3. Pernikahan Muhallil, yaitu kesepakatan nikah seorang perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang akhirnya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian perempuan itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah Saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. (HR. at-Tirmizi)
4. Pernikahan Orang yang Ihram, yaitu kesepakatan nikah orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau 'umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang sedang melaksanakan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” (HR. Muslim)
5. Pernikahan dalam Masa Iddah, yaitu kesepakatan nikah di mana seorang lakilaki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik lantaran perceraian ataupun lantaran meninggal dunia. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَعْزِمُوا۟ عُقْدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْكِتَٰبُ أَجَلَهُۥ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
walaa ta'zimuu 'uqdata nnikaahi hattaa yablugha lkitaabu ajalahu wa'lamuu anna laaha ya'lamu maa fii anfusikum fahtsaruuhu wa'lamuu anna laaha ghafuurun haliim
“Dan janganlah kau ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bergotong-royong Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. al-Baqarah :235)
6. Pernikahan tanpa Wali, yaitu kesepakatan nikah yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa seizin walinya. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”
7. Pernikahan dengan Wanita Kafir selain wanita-wanita hebat kitab, berdasarkan firman Allah Swt.:
وَلَا تَنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا۟ ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ ۖ وَٱللَّهُ يَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱلْجَنَّةِ وَٱلْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِۦ ۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
walaa tankihuu lmusyrikaati hattaa yu'minna wala-amatun mu'minatun khayrun min musyrikatin walaw a'jabatkum walaa tunkihuu lmusyrikiina hattaa yu'minuu wala'abdun mu'minun khayrun min musyrikin walaw a'jabakum ulaa-ika yad'uuna ilaa nnaari walaahu yad'uu ilaa ljannati walmaghfirati bi-idznihi wayubayyinu aayaatihi linnaasi la'allahum yatadzakkaruun
“Dan janganlah kau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun beliau menarik hatimu. Dan janganlah kau menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun beliau menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke nirwana dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menunjukan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada insan supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. al-Baqarah :221)
8. Menikahi Mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram lantaran kesepakatan nikah atau lantaran sepersusuan.
Dilihat dari kondisinya mahram terbagi kepada dua; pertama mahram muabbad (wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya) seperti: keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri, bila ibunya sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri.
Kedua mahram gair muabbad ialah mahram lantaran menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, contohnya saudara sepersusuan abang dan adiknya. Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau mati. Yang lain dengan lantaran istri orang dan lantaran iddah.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal pengertian nikah, 8 kesepakatan nikah yang tidak sah dan tidak boleh oleh Rasulullah Saw. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.