Tarekat Syattariyah | Pemikiran Tarekat Syattariyah, Dzikir Dan Syarat-Syarat Berdzikir Dalam Tarekat Syattariyah

Syattariyah ialah aliran tarekat pertama di india pada kurun ke-15. Tarekat ini dinisbatkan kepada Abdullah as-Syattar. Tarekat ini awalnya dikenal di Iran dan Transoksania dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani tarekat ini disebut Bistamiyah. Martin Van Bruinessen hebat antropologi menyebutkan bahwa tarekat ini banyak ditemukan di jawa dan sumatra. Tapi antara satu dengan lainya tidak berhubungan. Tarekat ini relatif simpel berpadu dengan banyak sekali tradisi setempat sehingga menjadi tarekat paling “membumi“ diantara tarekat yang ada.

a. Ajaran Tarekat Syattariyah.
Hubungan Antara Tuhan dengan Alam.
Menurut aliran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah Swt dari Nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu itu diciptakan oleh Allah Swt, alam berada di dalam ilmu Allah yang diberi nama A’yan Tsabitah. la merupakan bayang-bayang bagi Dzat Allah Swt. Sesudah A’yan Tsabitah ini berkembang menjadi pada A’yan Kharijiyyah (kenyataan yang berada di luar), maka A’yan Kharijiyyah itu merupakan bayangbayang bagi Yang Memiliki bayang-bayang, dan ia tiada lain dari pada-Nya.

Hal di atas sanggup dijelaskan dengan mengambil beberapa contoh, antara lain:
Pertama, perumpamaan orang yang bercermin, pada cermin tampak bahwa bab sebelah kanan sebenarnya merupakan pantulan dari bab sebelah kiri, begitu pula sebaliknya. Dan kalau orang yang bercermin itu berhadapan dengan beberapa cermin, maka di dalam cermin-cermin itu tampak ada beberapa orang, padahal itu semua tampak sebagai pantulan dari seorang saja.

Kedua, mengenai kekerabatan antara tangan dengan gerak tangan, sebenarnya gerak tangan itu bukan tangan itu sendiri tetapi ia termauk dari tangan itu juga.

Ketiga, perihal seseorang yang berjulukan Si Zaid yang mempunyai ilmu mengenai karakter Arab. Sebelum ia menuliskan karakter tersebut pada papan tulis, karakter itu tetap (tsabit) pada ilmunya. Ilmu itu berdiri pada dzatnya dan hapus di dalam dirinya. Padahal hakikat karakter Arab itu bukanlah hakikat Si Zaid (meskipun huruf-huruf itu berada di dalam ilmunya), yang karakter tetaplah sebagai karakter dan Zaid tetap sebagai Zaid. Sesuai dengan dalil Fa al-kullu Huwa al-Haqq, artinya ‘Adanya segala sesuatu itu tiada lain kecuali sebagai manifestasiNya Yang Maha Benar’.

b. Dzikir dalam Tarekat Syattariyah.
Perkembangan gaib tarekat ini ditujukan untuk membuatkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan Allah Swt di dalam hati, tetapi tidak harus melalui tahap fana’. Penganut Tarekat Syattariyah percaya bahwa jalan menuju Allah Swt itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama berdasarkan tarekat ini ialah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan Syattar. Seorang salik sebelum hingga pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orangorang terpilih) dan Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai diam-diam rahasia dzikir. Untuk itu ada sepuluh hukum yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat ini, yaitu taubat, zuhud, tawakkal, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan musyahadah.

Pelaksanaan dzikir bagi penganut tarekat Syattariyah dibagi menjadi tiga tataran, yaitu: mubtadi (tingkat permulaan), mutawasitah (tingkat menengah), dan muntahi (tingkat terakhir). Tataran ini sanggup dicapai oleh seseorang yang bisa mengumpulkan dua makrifat, yaitu ma’rifat tanziyyah dan ma’rifat tasybiyyah. Ma’rifat tanziyyah ialah ‘suatu keyakinan bahwa Allah Swt tidak sanggup diserupakan dengan sesuatu apapun’. Pada makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi batiniah atau hakikatnya. Sedangkan ma’rifat tasybiyyah ialah ‘mengetahui dan mengiktikadkan bahwa Allah Swt Maha Melihat dan Maha Mendengar’, dalam makrifat ini segala sesuatu dilihat dari segi lahiriahnya.

Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang diubahsuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan supaya keinginan insan untuk kembali dan hingga ke Allah Swt sanggup selamat dengan mengendalikan tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:

1) Dzikir Thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari pundak kiri menuju pundak kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah hingga di pundak kanan, nafas ditarik kemudian mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, daerah bersarangnya nafsu lawwamah.
2) Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illallah, dengan lebih mengeraskan bunyi nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illallah, yang diucapkan menyerupai memasukkan bunyi ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
3) Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
4) Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, daerah bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
5) Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan supaya pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Illahi. 
6) Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan supaya seorang salik senantiasa mempunyai kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Illahi.
7) Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan lisan dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.

Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah SWT di dalam Surat al-Mukminun ayat 17:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ

“Dan sebenarnya Kami telah membuat di atas kau semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”.

Adapun ketujuh macam nafsu yang harus ditunggangi tersebut, sebagai berikut:
1) Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini mempunyai sifatsifat bahagia berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
2) Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan, acuh, pamer, ‘ujub, ghibah, dusta, akal-akalan tidak tahu kewajiban.
3) Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada ke arah susu kanan. Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana’ah, belas kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan menghadapi segala kesulitan.
4) Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-sifatnya: bahagia bersedekah, tawakkal, bahagia ibadah, syukur, ridla, dan takut kepada Allah SWT.
5) Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara’, riyadlah, dan menepati janji.
6) Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada. Sifat-sifatnya: berakhlak mulia, higienis dari segala dosa, rela menghilangkan kegelapan makhluk.
7) Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifatsifatnya: Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

c. Syarat-syarat berdzikir.
Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk sanggup menjalani dzikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah: makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan sedikit bicara; setia terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah Swt; selalu berpuasa; memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di suatu ruangan yang gelap tetapi bersih; menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan penyiksaan diri; menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram; membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan gembira diri; mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, menyerupai berhias dan menggunakan pakaian berjahit.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal aliran tarekat Syattariyah, dzikir dan syarat-syarat berdzikir dalam tarekat Syattariyah. Sumber buku Siswa Kelas XII MA Akhlak Tasawuf Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel