Pengertian Gadai, Rukun, Syarat Gadai, Pemanfaatan Barang Gadai Serta Pesan Tersirat Gadai

1. Pengertian Gadai.
Gadai dalam bahasa arab disebut ar-rahn, secara istilah gadai ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan hutang. Benda tersebut dijadikan jaminan utang (pinjaman) semoga bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jikalau dia gagal (berhalangan) melunasinya.

Sebagai contoh, bila ada seseorang mempunyai hutang kepada anda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Lalu dia memperlihatkan suatu barang yang nilainya sekitar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) sebagai jaminan utangnya. Maka di dalam citra ini, utangnya kelak sanggup dilunasi dengan sebagian nilai barang yang digadaikannya itu bila dijual

2. Hukum Gadai.
Hukum asal gadai ialah mubah atau diperbolehkan,Hal ini menurut dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits, yaitu:
a. Al-Qur’an:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ  وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ  وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ 

Artinya: “Jika kau dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kau (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia ialah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kau kerjakan” (QS. Al-Baqarah: 283)

Istilah “barang tanggungan” yang dalam di atas biasa dikenal sebagai jaminan atau obyek pegadaian.

b. Al-Hadits:

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Artinya:Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli masakan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan dia menggadaikan kepadanya baju besi.

3. Rukun dan Syarat Gadai
a. Rukun gadai  ada tiga, yaitu:

1) Shighat (ijab dan qabul).

2) Al-‘aqidan (dua orang yang melaksanakan kesepakatan ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-râhin) dan yang mendapatkan gadai/agunan (al- murtahin).

3) Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi obyek akad), yaitu barang yang digadaikan/diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Selain ketiga ketentuan dasar tersebut, ada ketentuan suplemen yang disebut syarat, yaitu harus ada serah terima.

Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan syariah,  dan dilakukan oleh orang yang layak melaksanakan tasharruf (tindakan), maka kesepakatan gadai tersebut sah.

b. Syarat gadai:
Disyaratkan dalam transaksi gadai hal-hal berikut:

1) Syarat yang berafiliasi dengan orang yang bertransaksi yaitu Orang yang menggadaikan barangnya ialah orang yang mempunyai kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).

2) Syarat yang berafiliasi dengan Al-Marhun (barang gadai) ada tiga:
a) Barang gadai itu berupa barang berharga yang sanggup menutupi hutangnya, baik barang atau nilainya dikala tidak bisa melunasinya.

b) Barang gadai tersebut ialah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.

c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, sebab gadai ialah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.

3) Syarat berafiliasi dengan Al-Marhun bihi (hutang) ialah hutang yang wajib atau yang alhasil menjadi wajib.

4.  Beberapa Ketentuan Umum Dalam Muamalah Gadai:
Ada beberapa ketentuan umum dalam muamalah gadai sesudah terjadinya serah terima barang gadai. Di antaranya:

a. Barang yang Dapat Digadaikan. 
Barang yang sanggup digadaikan ialah barang yang mempunyai nilai ekonomi, semoga sanggup menjadi jaminan bagi pemilik uang. Dengan demikian, barang yang tidak sanggup diperjual-belikan, dikarenakan tidak ada harganya, atau haram untuk diperjual-belikan, ialah tergolong barang yang tidak sanggup digadaikan. Yang demikian itu dikarenakan, tujuan utama disyariatkannya pegadaian tidak sanggup dicapai dengan barang yang haram atau tidak sanggup diperjual-belikan.

b. Barang Gadai Adalah Amanah. 
Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang piutang, dia hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah pihak, contohnya jikalau pemilik uang khawatir uangnya tidak atau sulit untuk dikembalikan. Jadi, barang gadai itu hanya sebagai penegas dan penjamin bahwa peminjam akan mengembalikan uang yang akan dia pinjam. Karenanya jikalau dia telah membayar utangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya..

c. Barang Gadai Dipegang Pemberi Utang. 
Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi utang selama masa perjanjian gadai tersebut, sebagaimana firman Allah Swt: “Jika kau dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283).

5.  Pemanfaatan Barang Gadai.
Pihak pemberi utang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian. Sebab, sebelum dan sesudah digadaikan, barang gadai ialah milik orang yang berutang, sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak orang yang berutang, sepenuhnya. Adapun pemberi utang, maka ia hanya berhak untuk menahan barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam sebagai utang oleh pemilik barang.

Namun di sana ada keadaan tertentu yang membolehkan pemberi utang memanfaatkan barang gadaian, yaitu bila barang tersebut berupa kendaraan atau binatang yang diperah air susunya, maka boleh memakai dan memerah air susunya apabila ia memperlihatkan nafkah untuk pemeliharaan barang tersebut. Pemanfaatan barang gadai tesebut, tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan.

6.  Biaya Perawatan Barang Gadai.
Jika barang gadai butuh biaya perawatan contohnya binatang perahan, binatang tunggangan, dan budak (sebagaimana dalam As-sunnah) maka:

a. Jika dia didanai oleh pemiliknya maka pemilik uang tetap dihentikan memakai barang gadai tersebut.

b. Jika didanai oleh pemilik uang maka dia boleh memakai menggunakan barang tersebut sesuai dengan biaya yang telah dia keluarkan, dihentikan lebih.

7.  Pelunasan Hutang Dengan Barang Gadai.
Apabila pelunasan utang telah jatuh tempo, maka orang yang berutang berkewajiban melunasi utangnya sesuai denga waktu yang telah disepakatinya dengan pemberi utang. Bila telah lunas maka barang gadaian dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, bila orang yang berutang tidak bisa melunasi utangnya, maka pemberi utang berhak menjual barang gadaian itu untuk membayar pelunasan utang tersebut. Apa bila ternyata ada sisanya maka sisa tersebut menjadi hak pemilik barang gadai tersebut. Sebaliknya, bila harga barang tersebut belum sanggup melunasi utangnya, maka orang yang menggadaikannya tersebut masih menanggung sisa utangnya

7.  Hikmah Gadai.
Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta semoga tidak hilang hak pemberi pinjaman. Apabila telah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar. Jika ia tidak bisa membayar, maka jikalau penggadai mengijinkan kepada yang menerima jaminan dalam menjualnya, ia menjualnya dan membayar hutang.

Dan jikalau tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau menjual barang yang digadaikan. Jika ia tidak melakukan, pasti penguasa/pemerintah menjualnya dan membayarkan hutangnya. Gadai ialah amanah di tangan peserta gadai (kreditor) atau orang yang diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali ia melaksanakan tindakan melewati batas atau melaksanakan kelalaian.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana pengertian gadai, rukun dan syarat gadai serta pesan tersirat gadai. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel