Biografi Rabi’Ah Al-Adawiyah Dan Ajarannya
Sunday, April 26, 2020
Edit
Nama lengkapnya yaitu Rabiah al-adawiyah binti ismail al-Adawiyah al-Baṣariyah, juga digelari Umm al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut Rabi’ah dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara, sehingga ia dinamakan Rabiah yang berarti anak keempat. Ayahnya berjulukan Ismail, ketika malam menjelang kelahiran Rabi'ah, keadaan ekonomi keluarga Ismail sangatlah jelek sehingga ia tidak mempunyai uang dan penerangan untuk menemani istrinya yang akan melahirkan.
Beberapa hari sehabis kelahiran Rabi'ah, Ismail bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, dalam mimpinya ia berkata pada Ismail biar jangan bersedih alasannya anaknya, Rabi'ah, akan menjadi seorang perempuan yang mulia, sehingga banyak orang akan mengharapkan syafaatnya.
Diceritakan, bahwa semenjak masa kanak-kanaknya ia telah hafal al-Quran dan sangat berpengaruh beribadah serta hidup sederhana.Ajaran pokok yang terpenting dari sufi perempuan ini yaitu al-mahabbah.
Menurut berdasarkan banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.
Hal ini ada kaitannya dengan kodratnya sebagai perempuan yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan yaitu puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini sanggup diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:
Menurut Rabi’ah, cinta kepada Allah Swt yaitu satu-satunya cinta sehingga ia tidak bersedia mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk menyayangi selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai wacana cintanya kepada Rasulullah saw, ia menjawab: “Sebenarnya saya sangat menyayangi Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk menyayangi siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi melalui syair berikut ini: “Daku karam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”. Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan.
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesah sakit. Dan beberapa sufi menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirrah atau kecemburuan Allah Swt kepadanya, alasannya hati Rabiah pada ketika itu tertarik akan surga.
Para ulama tasawuf memandang Rabi'ah sebagai tonggak penting perkembangan tasawuf dari fase dominasi emosi takut kepada Allah Swt menuju fase dominasi atau menyebarkan emosi cinta yang maksimal kepada-Nya. Tingkat kehidupan zuhud yang tadinya direntangkan oleh Hasan al-Bashri sebagai ketakutan dan pengharapan kepada Allah Swt, telah dinaikkan maknanya oleh Rabi'ah sebagai zuhud alasannya cinta kepada Allah Swt. Rabi'ah telah membuka jalan ma'rifat Illahi sehingga ia menjadi referensi bagi para cendikiawan muslim, menyerupai Sufyan ath-Thawri, Rabah bin Amr al-Qaysi, dan Malik bin Dinar.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana biografi Rabi’ah al-Adawiyah dan ajarannya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Beberapa hari sehabis kelahiran Rabi'ah, Ismail bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, dalam mimpinya ia berkata pada Ismail biar jangan bersedih alasannya anaknya, Rabi'ah, akan menjadi seorang perempuan yang mulia, sehingga banyak orang akan mengharapkan syafaatnya.
Diceritakan, bahwa semenjak masa kanak-kanaknya ia telah hafal al-Quran dan sangat berpengaruh beribadah serta hidup sederhana.Ajaran pokok yang terpenting dari sufi perempuan ini yaitu al-mahabbah.
Menurut berdasarkan banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf.
Hal ini ada kaitannya dengan kodratnya sebagai perempuan yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan yaitu puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini sanggup diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:
Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,
Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,
Walau mata jasadku tak bisa melihat Engkau,
Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesah sakit. Dan beberapa sufi menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirrah atau kecemburuan Allah Swt kepadanya, alasannya hati Rabiah pada ketika itu tertarik akan surga.
Para ulama tasawuf memandang Rabi'ah sebagai tonggak penting perkembangan tasawuf dari fase dominasi emosi takut kepada Allah Swt menuju fase dominasi atau menyebarkan emosi cinta yang maksimal kepada-Nya. Tingkat kehidupan zuhud yang tadinya direntangkan oleh Hasan al-Bashri sebagai ketakutan dan pengharapan kepada Allah Swt, telah dinaikkan maknanya oleh Rabi'ah sebagai zuhud alasannya cinta kepada Allah Swt. Rabi'ah telah membuka jalan ma'rifat Illahi sehingga ia menjadi referensi bagi para cendikiawan muslim, menyerupai Sufyan ath-Thawri, Rabah bin Amr al-Qaysi, dan Malik bin Dinar.
Ajaran-ajaran Rabi'ah wacana tasawuf dan sumbangannya terhadap perkembangan sufisme dapat dikatakan sangat besar. Sebagai seorang guru dan penuntun kehidupan sufistik, Rabi'ah banyak dijadikan panutan oleh para sufi dan secara mudah penulis-penulis besar sufi selalu membicarakan ajarannya dan mengutip syair-syairnya sebagai spesialis tertinggi. Di antara mereka yaitu Abu Thalib al-Makki, As-Suhrawandi, dan teolog muslim, Al-Ghazali yang mengacu pada ajaran-ajaran Rabi'ah sebagai doktrin-doktrin dalam sufisme.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana biografi Rabi’ah al-Adawiyah dan ajarannya. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.