Kandungan Ayat Al-Qur’An Dan Hadits Perihal Larangan Mendekati Zina
Thursday, April 30, 2020
Edit
Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis wacana Larangan Mendekati Zina.
Pengertian zina secara bahasa, zina berasal dari kata zana-yazni yang artinya hubungan persetubuhan antara perempuan dengan pria yang sudah mukallaf (balig) tanpa ijab kabul yang sah. Jadi, zina ialah melaksanakan hubungan biologis layaknya suami isteri di luar tali pernikahan yang sah berdasarkan syari’at Islam.
1. Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32.
“Dan janganlah kau mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Kandungan Ayat Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32.
Secara umum ayat Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32 mengandung larangan mendekati zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara tegas memberi predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan manusia. Karena demikian bahayanya perbuatan zina, sebagai langkah pencegahan, Allah Swt. melarang perbuatan yang mendekati atau mengarah kepada zina.
Imam Sayuti dalam kitabnya al-Jami’ al-Kabir menuliskan bahwa perbuatan zina sanggup megakibatkan enam imbas negatif bagi pelakunya. Tiga imbas negatif menimpa pada ketika di dunia dan tiga imbas lagi akan ditimpakan kelak di akhirat.
1) Dampak di Dunia.
a) Menghilangkan wibawa.
Pelaku zina akan kehilangan kehormatan, martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina disebut sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
b) Mengakibatkan Kefakiran.
Perbuatan zina juga akan menyebabkan pelakunya menjadi miskin karena ia akan selalu mengejar kepuasan birahinya. Ia harus mengeluarkan biaya untuk memenuhi nafsu birahinya, yang intinya tidaklah sedikit.
c) Mengurangi Umur.
Perbuatan zina tersebut juga akan menyebabkan umur pelakunya berkurang karena akan terjangkit penyakit yang sanggup menyebabkan kematian. Saat ini aneka macam penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh sikap seks bebas, menyerupai HIV/AIDS, infeksi kanal kelamin, dan sebagainya.
2) Dampak yang akan dijatuhkan di Akhirat.
a) Mendapat marah dari Allah Swt.
Perbuatan zina merupakan salah satu dosa besar sehingga para pelakunya akan mendapat marah dari Allah Swt. kelak di akhirat.
b) Hisab yang buruk (banyak dosa).
Pada ketika hari perhitungan amal (yaumul Hisab), para pelaku zina akan menyesal karena mereka akan diperlihatkan betapa besarnya dosa jawaban perbuatan zina yang dia lakukan semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semuanya sudah terlanjur dilakukan.
c) Siksaan di Neraka.
Para pelaku perbuatan zina akan mendapat siksa yang berat dan hina kelak di neraka. Dikisahkan pada ketika Rasulullah saw. melaksanakan Isra’ dan Mi’raj dia diperlihatkan ada sekelompok orang yang menghadapi daging segar tapi mereka lebih suka memakan daging yang amat bau daripada daging segar. Itulah siksaan dan kehinaan bagi pelaku zina. Mereka berselingkuh padahal mereka mempunyai istri atau suami yang sah.
Kemudian, Rasulullah Saw. juga diperlihatkan ada satu kaum yang badan mereka sangat besar, namun anyir tubuhnya sangat busuk, menjijikkan ketika dipandang, dan anyir mereka menyerupai anyir daerah pembuangan kotoran (comberan). Rasul kemudian bertanya, ‘Siapakah mereka?’ Dua Malaikat yang mendampingi dia menjawab, “Mereka ialah pezina pria dan perempuan.”
2. Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2.
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kau untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jikalau kau beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) sanksi mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”
Kandungan Ayat Kandungan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2 ialah :
1) Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan dan pezina pria masing-masing seratus kali.
2) Orang yang beriman tidak boleh berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan aturan Allah Swt.
3) Pelaksanaan sanksi tersebut disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan sanksi hudud, yakni sebuah jenis sanksi atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah Swt. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya.
Berdasarkan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2, pelaku perzinaan, baik pria maupun perempuan harus dieksekusi dera (dicambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jikalau pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi Saw maka diterapkan sanksi rajam.
Dalam konteks ini yang mempunyai hak untuk menerapkan sanksi tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi negeri yang menerapkan syari’at Islam sebagai aturan positif dalam suatu negara. Sebelum tetapkan sanksi bagi pelaku zina maka ada empat hal yang sanggup dijadikan sebagai bukti, yakni:
(1) saksi,
(2) sumpah,
(3) pengakuan, dan
(4) dokumen atau bukti tulisan.
Dalam perkara perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan legalisasi pelaku.
Sedangkan legalisasi pelaku, didasarkan beberapa hadis Nabi Saw. Ma’iz bin al-Aslami, sobat Rasulullah saw. dan seorang perempuan dari al-Gamidiyyah dijatuhi sanksi rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 6-10, ada aturan khusus bagi suami yang menuduh istrinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh istrinya berzina sementara ia tidak sanggup mendatangkan empat orang saksi, ia sanggup memakai sumpah sebagai buktinya.
Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu sanggup mengharuskan istrinya dijatuhi sanksi rajam.
Namun demikian, jikalau istrinya juga berani bersumpah sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau suaminya termasuk orang-orang yang benar, sanggup menghindarkan dirinya dari sanksi rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan perzinahan harus sanggup dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melaksanakan zina tanpa sanggup mendatangkan empat orang saksi dan bukti yang kuat.
3. Hadis wacana Larangan Mendekati Zina.
“Barangsiapa beriman kepada Allah Swt. dan hari selesai maka janganlah berdua-duaan dengan perempuan yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiga ialah setan.” (HR. Ahmad)
Pengertian zina secara bahasa, zina berasal dari kata zana-yazni yang artinya hubungan persetubuhan antara perempuan dengan pria yang sudah mukallaf (balig) tanpa ijab kabul yang sah. Jadi, zina ialah melaksanakan hubungan biologis layaknya suami isteri di luar tali pernikahan yang sah berdasarkan syari’at Islam.
1. Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kau mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Kandungan Ayat Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32.
Secara umum ayat Al-Qur'an Surat al-Isra’ ayat 32 mengandung larangan mendekati zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara tegas memberi predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan manusia. Karena demikian bahayanya perbuatan zina, sebagai langkah pencegahan, Allah Swt. melarang perbuatan yang mendekati atau mengarah kepada zina.
Imam Sayuti dalam kitabnya al-Jami’ al-Kabir menuliskan bahwa perbuatan zina sanggup megakibatkan enam imbas negatif bagi pelakunya. Tiga imbas negatif menimpa pada ketika di dunia dan tiga imbas lagi akan ditimpakan kelak di akhirat.
1) Dampak di Dunia.
a) Menghilangkan wibawa.
Pelaku zina akan kehilangan kehormatan, martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina disebut sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
b) Mengakibatkan Kefakiran.
Perbuatan zina juga akan menyebabkan pelakunya menjadi miskin karena ia akan selalu mengejar kepuasan birahinya. Ia harus mengeluarkan biaya untuk memenuhi nafsu birahinya, yang intinya tidaklah sedikit.
c) Mengurangi Umur.
Perbuatan zina tersebut juga akan menyebabkan umur pelakunya berkurang karena akan terjangkit penyakit yang sanggup menyebabkan kematian. Saat ini aneka macam penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh sikap seks bebas, menyerupai HIV/AIDS, infeksi kanal kelamin, dan sebagainya.
2) Dampak yang akan dijatuhkan di Akhirat.
a) Mendapat marah dari Allah Swt.
Perbuatan zina merupakan salah satu dosa besar sehingga para pelakunya akan mendapat marah dari Allah Swt. kelak di akhirat.
b) Hisab yang buruk (banyak dosa).
Pada ketika hari perhitungan amal (yaumul Hisab), para pelaku zina akan menyesal karena mereka akan diperlihatkan betapa besarnya dosa jawaban perbuatan zina yang dia lakukan semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tinggal penyesalan, semuanya sudah terlanjur dilakukan.
c) Siksaan di Neraka.
Para pelaku perbuatan zina akan mendapat siksa yang berat dan hina kelak di neraka. Dikisahkan pada ketika Rasulullah saw. melaksanakan Isra’ dan Mi’raj dia diperlihatkan ada sekelompok orang yang menghadapi daging segar tapi mereka lebih suka memakan daging yang amat bau daripada daging segar. Itulah siksaan dan kehinaan bagi pelaku zina. Mereka berselingkuh padahal mereka mempunyai istri atau suami yang sah.
Kemudian, Rasulullah Saw. juga diperlihatkan ada satu kaum yang badan mereka sangat besar, namun anyir tubuhnya sangat busuk, menjijikkan ketika dipandang, dan anyir mereka menyerupai anyir daerah pembuangan kotoran (comberan). Rasul kemudian bertanya, ‘Siapakah mereka?’ Dua Malaikat yang mendampingi dia menjawab, “Mereka ialah pezina pria dan perempuan.”
2. Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kau untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jikalau kau beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) sanksi mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”
Kandungan Ayat Kandungan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2 ialah :
1) Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan dan pezina pria masing-masing seratus kali.
2) Orang yang beriman tidak boleh berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan aturan Allah Swt.
3) Pelaksanaan sanksi tersebut disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.
Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan sanksi hudud, yakni sebuah jenis sanksi atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah Swt. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya.
Berdasarkan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 2, pelaku perzinaan, baik pria maupun perempuan harus dieksekusi dera (dicambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jikalau pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi Saw maka diterapkan sanksi rajam.
Dalam konteks ini yang mempunyai hak untuk menerapkan sanksi tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi negeri yang menerapkan syari’at Islam sebagai aturan positif dalam suatu negara. Sebelum tetapkan sanksi bagi pelaku zina maka ada empat hal yang sanggup dijadikan sebagai bukti, yakni:
(1) saksi,
(2) sumpah,
(3) pengakuan, dan
(4) dokumen atau bukti tulisan.
Dalam perkara perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan legalisasi pelaku.
Sedangkan legalisasi pelaku, didasarkan beberapa hadis Nabi Saw. Ma’iz bin al-Aslami, sobat Rasulullah saw. dan seorang perempuan dari al-Gamidiyyah dijatuhi sanksi rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Al-Qur'an Surat an-Nur ayat 6-10, ada aturan khusus bagi suami yang menuduh istrinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh istrinya berzina sementara ia tidak sanggup mendatangkan empat orang saksi, ia sanggup memakai sumpah sebagai buktinya.
Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu sanggup mengharuskan istrinya dijatuhi sanksi rajam.
Namun demikian, jikalau istrinya juga berani bersumpah sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau suaminya termasuk orang-orang yang benar, sanggup menghindarkan dirinya dari sanksi rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan perzinahan harus sanggup dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melaksanakan zina tanpa sanggup mendatangkan empat orang saksi dan bukti yang kuat.
3. Hadis wacana Larangan Mendekati Zina.
“Barangsiapa beriman kepada Allah Swt. dan hari selesai maka janganlah berdua-duaan dengan perempuan yang tidak bersama mahramnya karena yang ketiga ialah setan.” (HR. Ahmad)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan wacana kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits wacana larangan mendekati zina. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.