Ruang Lingkup Ihsan | Ihsan Kepada Allah Swt Dan Makhluk Ciptaan Allah

Contoh Ihsan Kepada Allah Swt dan Contoh Ihsan Makhluk Ciptaan Allah Swt.

A. Pengertian Ihsan.
Dari sisi kebahasaan, kata Ihsan berasal dari kata kerja (fi’il) Hasuna-Yahsunu-Hasanan, artinya baik. Kemudian mendapat pelengkap hamzah di depannya, menjadi Ahsana-Yuhsinu-Ihsanan, artinya memperbaiki atau berbuat baik. Menurut istilah, Ihsan pada umumnya diberi pengertian dari kutipan percakapan Nabi Muhammad Saw. dengan malaikat Jibril ketika ia menjelaskan makna Ihsan, yaitu:

قَالَ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya:
(Jibril 'Alaihis salam) berkata: "Apakah ihsan itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kau tidak melihat-Nya bersama-sama Dia melihatmu".

Jadi, Ihsan yaitu menyembah Allah Swt. seolah-olah melihat-Nya, dan jikalau ia tidak bisa membayangkan melihat-Nya, maka membayangkan bahwa bersama-sama Allah Swt. melihat perbuatannya. Dengan kata lain, Ihsan yaitu beribadah dengan ikhlas, baik yang berupa ibadah khusus (seperti shalat dan sejenisnya) maupun ibadah umum (aktivitas sosial).

B. Ruang Lingkup Ihsan.
Kepada siapa kita harus berlaku Ihsan? Dilihat dari objek nya (pihak-pihak yang berhak mendapat perlakuan baik/ Ihsan dari kita), kita harus berbuat Ihsan kepada Allah Swt. sebagai Sang Pencipta dan juga kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut.

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat Ihsan atas segala sesuatu…”. (HR. Muslim).

Secara lebih rinci, pihak-pihak yang berhak mendapat Ihsan ialah sebagai berikut:

1. Ihsan kepada Allah Swt. 
Yaitu berlaku Ihsan dalam menyembah/beribadah kepada Allah Swt., baik dalam bentuk ibadah khusus yang disebut ibadah mahdah (murni, ritual), menyerupai salat, puasa, dan sejenisnya, ataupun ibadah umum yang disebut dengan ibadah gairu mahdah (ibadah sosial), menyerupai belajar-mengajar, berdagang, makan, tidur, dan semua perbuatan insan yang tidak bertentangan dengan aturan agama. Berdasarkan hadis perihal Ihsan di atas, Ihsan kepada Allah Swt. mengandung dua tingkatan berikut ini.

a. Beribadah kepada Allah Swt. seperti melihat-Nya. 
Keadaan ini merupakan tingkatan Ihsan yang paling tinggi, sebab dia berangkat dari perilaku membutuhkan, harapan, dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya mendekatkan diri kepada-Nya.

b. Beribadah dengan penuh keyakinan bahwa Allah Swt. melihatnya.
Kondisi ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, sebab perilaku Ihsan nya didorong dari rasa diawasi dan takut akan hukuman. Kedua jenis Ihsan inilah yang akan mengantarkan pelakunya kepada puncak keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Swt., jauh dari motif riya’

2. Ihsan kepada Sesama Makhluk Ciptaan Allah Swt.
Dalam Q.S al-Qasas/28:77 Allah berfirman:

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“…dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” 
Dari banyak sekali ayat dan hadis, berbuat kebajikan (Ihsan) kepada sesama makhluk Allah Swt. mencakup seluruh alam raya ciptaan-Nya. Lebih kongkritnya menyerupai klarifikasi berikut:

a. Ihsan kepada kedua Orangtua. 
Allah Swt. berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kau tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan .” dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik saya di waktu kecil.” (QS. al-Isra’ : 23-24) 

Dalam sebuah hadis riwayat at-Tirmizi, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Saw. bersabda (artinya): “Keridoan Allah berada pada keridoan orangtua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orangtua.” (HR. at-Tirmizi).

Berbuat baik kepada kedua orangtua ialah dengan cara mengasihi, memelihara, dan menjaga mereka dengan sepenuh hati serta memenuhi semua keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan aturan Allah Swt.. Mereka telah berkorban untuk kepentingan anak mereka sewaktu masih kecil dengan perhatian penuh dan belas kasihan. Mereka mendidik dan mengurus semua keperluan belum dewasa ketika masih lemah. Selain itu, orangtua memberian kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Jika demikian, apakah tidak semestinya orangtua mendapat perlakuan yang baik pula sebagai imbalan dari kebijaksanaan baiknya yang tulus itu? Sedangkan Allah Swt. telah menegaskan dalam firman-Nya,

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada akhir untuk kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (QS. ar-Rahman :60).

b. Ihsan kepada Kerabat Karib. 
Menjalin kekerabatan baik dengan karib kerabat yaitu bentuk Ihsan kepada mereka, bahkan Allah Swt. menyamakan seseorang yang memutuskan kekerabatan silaturahmi dengan perusak di muka bumi. Allah Swt. berfirman:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ

“Maka apakah kiranya jikalau kau berkuasa kau akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan kekerabatan kekeluargaan?” (QS. Muhammad :22). 

Silaturahmi merupakan kunci mendapat keridoan Allah Swt. Sebab paling utama terputusnya kekerabatan seorang hamba dengan Tuhannya yaitu sebab terputusnya kekerabatan silaturahmi. Dalam hadis qudsi, Allah Swt. berfirman:

“Aku yaitu Allah, Aku yaitu Rahman, dan Aku telah membuat rahim yang Kuberi nama cuilan dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Kusambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Kuputuskan hubunganKu dengannya.” (HR. at-Tirmizi). 

c. Ihsan kepada Anak Yatim.
Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan cara mendidiknya dan memelihara hak-haknya. Banyak ayat dan hadis menganjurkan berbuat baik kepada anak yatim, di antaranya yaitu sabda Rasulullah Saw.:

“Aku dan orang yang memelihara anak yatim di nirwana kelak akan menyerupai ini…(seraya memperlihatkan jari telunjuk jari tengahnya).” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmizi). 

d. Ihsan kepada Fakir Miskin.
Berbuat Ihsan kepada orang miskin ialah dengan menawarkan dukungan kepada mereka terutama pada dikala mereka mendapat kesulitan. Rasulullah Saw bersabda,

”Orang-orang yang menolong janda dan orang miskin, menyerupai orang yang berjuang di jalan Allah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

e. Ihsan Kepada Tetangga.
Ihsan kepada tetangga akrab mencakup tetangga akrab dari kerabat atau tetangga yang berada di akrab rumah, serta tetangga jauh, baik jauh sebab nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Teman sejawat yaitu yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, sobat sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam kategori tetangga. Seorang tetangga kafir memiliki hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim memiliki dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat memiliki tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim, dan sebagai kerabat. Rasulullah Saw. bersabda:

“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman.” Para sahabat bertanya: “Siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Seseorang yang tidak kondusif tetangganya dari gangguannya.” (HR. al-Syaikhani).

Pada hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda,

“Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. at-Tabrani).

f. Ihsan kepada Tamu.
Ihsan kepada tamu, secara umum yaitu dengan menghormati dan menjamunya. Rasulullah saw. bersabda:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i). 

Tamu yang tiba dari daerah yang jauh, termasuk dalam sebutan ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan jauh). Cara berbuat Ihsan terhadap ibnu sabil dengan memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jikalau ia meminta.

g. Ihsan kepada Karyawan/Pekerja.
Kepada karyawan atau orang-orang yang terikat perjanjian kerja dengan kita, termasuk pembantu, tukang, dan sebagainya, kita diperintahkan supaya membayar upah mereka sebelum keringat mereka kering (segera), tidak membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak sanggup melakukannya. Secara umum kita juga harus menghormati dan menghargai profesi mereka.

h. Ihsan kepada Sesama Manusia.
Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Wahai manusia, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai satu sama lain dalam pergaulan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Menunjuki jalan jikalau ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melaksanakan hal-hal sanggup mengusik serta melukai mereka.

i. Ihsan kepada Binatang.
Berbuat Ihsan terhadap binatang yaitu dengan memberinya makan jikalau ia lapar, mengobatinya jikalau ia sakit, tidak membebaninya di luar kemampuannya, tidak menyiksanya jikalau ia bekerja, dan mengistirahatkannya jikalau ia lelah. Bahkan, pada dikala menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta memakai pisau yang tajam.

“…Maka apabila kau membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan jikalau kau menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisaunya dan menyenangkan binatang sembelihannya”. (HR. Muslim). 

j. Ihsan kepada Alam Sekitar.
Alam raya beserta isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk kepentingan kelestarian hidup alam dan insan sendiri, alam harus dimanfaatkan secara bertanggungjawab. Allah Swt. berfirman:

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“…dan berbuat oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kau berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qasas/28:77).

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal Pengertian ihsan, pola ihsan kepada Allah Swt dan makhluk ciptaan Allah Swt. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel